Anda di halaman 1dari 20

Pertemuan 8

PRINSIP KERJA

REGULATOR LINIER

REGULATOR SWITCHING
REGULATOR LINIER
 Sebelum ada Regulator Switching, yang banyak
digunakan adalah Regulator Linier.
 Tegangan DC yang belum stabil yang diperoleh
dari penyearah tegangan AC akan diinputkan dan
diturunkan tegangannya oleh suatu rangkaian
Power Regulator sehingga diperoleh tegangan
yang diinginkan (stabil).
 Tegangan output Regulator Linier selalu lebih
Rendah dibanding dengan tegangan Inputnya.
 Kelemahan dari Regulator Linier : kerugian daya
yang besar sehingga di butuhkan pendingin yang
besar, lebih berat (karena memakai trafo power)
sehingga membutuhkan tempat yang lebih luas.
Blok Diagram Regulator Linier

AC DIODE DC POWER DC
INPUT PENYEARAH REGULATOR OUTPUT

TRAFO

Cara kerja Rangkaian Switching sbb:


 Tegangan AC disearahkan langsung sehingga meng-
hasilkan tegangan DC yang besar (300V)
 Dengan menggunakan rangkaian power switching te-
gangan DC tsb, di-switch ON-OFF-kan dengan perio
de tertentu sehingga menghasilkan tegangan DC yg
putus-2 secara periodik (umumnya diatas 35KHz)
 Jika tegangan DC tsb di inputkan ke sebuah primer
trafo switching maka akan di peroleh tegangan putus-
putus pada kumparan sekunder trafo
- Tegangan pada trafo tsb di searahkan dg mengguna
kan diode, sehingga dihasilkan tegangan DC. Untuk
menghasilkan output DC yang stabil dibutuhkan pulsa
yang dapat dikendalikan atau disebut dengan PWM
(Pulse Width Modulation)
1. Tidak membutuhkan tempat yang besar
2. Ringan.

Bisa menggangu peralatan di sekitar rangkaian


swithing tsb, ini dikarenakan switching bekerja pada
frekuensi tinggi
 Dinamakan Switch Mode Power Supply (SMPS) karena
sistem kerjanya menggunakan metode switching
(pensaklaran) yaitu menghidup matikan tegangan yang
masuk ke dalam trafo dengan peralatan/komponen
elektronik dengan frekuensi tertentu. Sedangkan nama AC-
matic diambil dari salah satu kelebihan dari SMPS yaitu
kemampuan power supply bekerja dengan rentang
tegangan masukan yang lebar. Pada beberapa jenis smps,
mampu bekerja pada tegangan masukan antara 90 s/d 265V
dengan output yang sama dan stabil. Karena kelebihan
tersebut, smps menjadi auto-voltage regulator atau wide
range input regulated power supply (secara mudahnya
disebut AC-matic).
Rictifier & Smoother
Secondary
Rectifier
DC Out
AC LINE RECTIFIER &
AC Trigger
FILTER Smoother
Circuit
Snubber
Circuit

Main
Switching
Circuit

Voltage
Detecter
&
Error Amp
Transformator (trafo)

Line Filter

Rectifier

Start Up

Switcher
Error Amp/Detector

Snubber Circuit

Secondary Rectifier

Blok Proteksi
Pada
Pada sistempower
smps,supply
padakonvensional
umumnya bekerja
Pada sistem yang

desain trafo konvensional dengan input
pada frekuensi
menggunakan
220VAC/50Hz danantara
trafo,
output30 s/dukuran
40 KHz.
supaya tranformator
12VA,
bisa
inti trafo
me-transform
Sehingga tidak(memindah)
heran jikadaya
trafodaripada
primer ke
smps
sekitar 3 Xtrafo
sekunder, 6 cm,harus
jika seandainya
diberi masukandibuatyangtrafo
menjadi
berpulsa. lebih
dengan input
Masukanringkas.
220VAC/100Hz Karena
trafo powerdengan frekuensi
supply output
jenis sama
(12VA), mungkin
kerjanya yang
konvensional ukurantersebut,
tinggi
dihubungkan inti dari trafonya
secara inti dari
langsung
menjaditegangan
dengan
trafonya setengah
tidak lagi dari ukuran
masukan yangsebelumnya,
menggunakan berbentuk
plat AC,atau,
besi
karena
ukuran hanya tegangan
inti yang AC yang
sama tetapi mempunyai
jumlah gulungan
tetapi sudah
denyut/frekuensimenggunakan
(polaritasnya ferit (besi
berganti-ganti oksida)
menjadi setengah dari sebelumnya.
yang
dengannotabene
Kesimpulannya, mempunyai
periode tertentu).
frekuensi kemampuan
Kekurangan
dari tegangan utama
masukan
jenis konvensional
magnetisasi
menentukan adalah ukurandari
dan demagnetisasi
ukuran dan desain dari
lebih
trafo.cepat
tranformator yang dipakai. Semakin rendah
daripada besi biasa.
desain frekuensinya, semakin besar ukuran
trafonya, walaupun dengan daya keluaran yang
sama.
 Line filter befungsi sebagai filter tegangan
masukan, tujuan utamanya untuk
menghilangkan frekuensi-frekuensi liar dari
line/jala-jala listrik (selain frekuensi
tegangan AC masukan) yang dimungkinkan
bisa mengganggu kerja dari smps. Line filter
dibentuk dari induktor-induktor dan
kapasitor-kapasitor yang dipasang secara seri
terhadap tegangan masukan.
 Blok penyearah berfungsi sebagai penyearah
tegangan AC menjadi tegangan DC.
Komponen-komponen penyearahan terdiri
dari dioda-dioda dan elco. Dioda berfungsi
sebagai penyearah dan elco befungsi sebagai
filter untuk menghilangkan denyut ripple
pada tegangan DC yang dihasilkan selain
kapasitor-kapasitor yang dipasang paralel
terhadap dioda. Jenis penyearahan pada
umumnya menggunakan metode bridge
rectifier, yang mempunyai kelebihan pada
tingginya isolasi antara tegangan DC yang
dihasilkan dengan tegangan AC masukan.
 smps menggunakan frekuensi kerja antara 30 s/d 40 KHz. Karena
frekuensi tersebut tidak ditemukan pada tegangan DC, maka
sistem smps harus membuat/menggenerasikan sendiri
pulsa/denyut tersebut. Metode paling sering ditemukan adalah
dengan metode self oscilating (osilasi sendiri). Pada jenis ini,
rangkaian smps ibarat sebagai rangkaian osilator frekuensi daya
tinggi. Tidak jarang juga ditemukan smps yang menggunakan IC
untuk membuat pulsa tersebut, misalnya TDA8380, TEA2261,
STR-group dll.
Dalam setiap sistem osilator, dibutuhkan tegangan awal/pemicu
yang berfungsi sebagai pemicu awal rangkaian osilator untuk
berosilasi. Tegangan pemicu ini muncul beberapa saat setelah
smps mendapat tegangan masukan (AC in). Besar tegangan
pemicu ini tergantung dari jenis rangkaian smps yang digunakan
(contoh, pada STR-F665x osilator akan bekerja jika tegangan
pemicu sudah mencapai 16V). Karena sifatnya hanya sebagai
pemicu, tegangan ini tidak dipakai lagi ketika smps sudah
bekerja. Pada umumnya, tegangan pemicu diambil dari 308V
dengan melalui R atau transistor start up.
 Switcher berfungsi sebagai penswitch utama
transformator, pada umumnya menggunakan
transistor atau FET. Karakteristik switcher
harus mampu menahan arus kolektor/drain
yang cukup besar untuk menahan tegangan
pada lilitan primer transformator. Arus ini
bukan arus konstan melainkan arus sesaat
tergantung lebar pulsa yang menggerakkan.
Selain kemampuan arus, transistor/fet
switcher harus mempunyai frekuensi kerja
yang cukup untuk diperkerjakan sebagai
switcher.
 Rangkaian Error Amp/detector berfungsi sebagai stabiliser tegangan
output. Cara kerjanya adalah membandingkan tegangan output (diambil
dari lilitan sekunder trafo) dengan tegangan referensi yang stabil. Jika
tegangan output terlalu tinggi, rangkaian ini akan
mengendalikan/memberitahu rangkaian primer/switching utama untuk
segera menurunkan tegangan. Kunci dari AutoVoltage berada pada blok
ini.
Tegangan sekunder yang dihasilkan dinaikkan dengan cara melebarkan
pulsa, dan sebaliknya untuk menurunkan tegangan output dengan cara
menyempitkan pulsa yang masuk ke switcher (penswitch=TR/FET final).
Jika Error Amp gagal/tidak ada, rangkaian smps akan ‘dipaksa’ untuk
menswitch (mengkonsletkan) lilitan primer dengan lama yang melebihi
kemampuan switcher, akibatnya TR/FET final akan rusak.
Lokasi rangkaian error amp dapat ditemukan di bagian primer
(nyetrum/hot) atau bisa ditemukan di bagian sekunder (non hot area).
Pada model-model smps terdahulu, sering dijumpai pada primer, pada
smps yang lebih baru dapat dijumpai pada bagian sekunder (non hot area)
dengan menggunakan optocoupler (mis. PC817, P721, P621 dll) sebagai
lintasan sekaligus isolator rangkaian Error Amp. Sanken Error (SE090,
SE115) merupakan IC error amp yang sering dipakai pada smps saat ini.
SE090, SE110, SE115 dan SE lainnya merupakan buatan Sanken/Allegro
Semiconductor.
 Jika diartikan secara harfiah, snubber=mencerca, memang sedikit salah
kaprah, tapi sebenarnya memang tujuannya begitu. Pada sistem smps,
trafo diswitch (diberi tegangan sesaat olah TR/FET final) dengan lama
tertentu, kemudian TR/FET akan melepaskan (meng-off-kan) trafo.
Ketika diberi tegangan, inti transformer menjadi magnet sesaat hingga
trafo di-off-kan. Ketika trafo di-off-kan, trafo akan men-transform energi
magnet ke lilitan sekunder hingga trafo di-on-kan lagi begitu seterusnya.
Tidak seluruh energi/magnet dalam trafo dapat dipindah semuanya
(akibat tidak sempurnanya trafo=efisiensi trafo) mengakibatkan masih
adanya magnet yang ‘ngendon’ di dalam inti trafo. Energi magnet yang
ngendon tersebut secara langsung masuk ke TR/FET melalui kaki
kolektor/drain dengan tegangan mungkin lebih tinggi dari kemampuan
kerja tr/fet final. Fungsi utama dari snubber circuit adalah untuk
menghilangkan/mengkonsletkan tegangan tersebut (mempercepat
demagnetisasi). Selain itu, snubber juga dipakai untuk
menentukan/mengadjust frekuensi kerja trafo. Karena sifat ‘mencerca’
kerja smps tersebut akhirnya disebut snubber circuit.
Ciri utama snubber circuit adalah tersusun dari kombinasi C dan R (dalam
beberapa jenis terdapat dioda) yang dipasang secara paralel terhadap
lilitan primer trafo.
 Tegangan pada sekunder transformator
bukan dalam bentuk AC, melainkan DC yang
berbentuk pulsa. tegangan yang muncul pada
sekunder trafo disearahkan dan difilter untuk
menghasilkan tegangan DC sekunder.
Karakteristik penyearah/dioda harus
mempunyai berjenis fast rectifier. Misalnya
UF4002 (bukan 1N4002). Fast rectifier
dimaksudkan untuk mampu menyearahkan
pulsa dengan frekuensi tinggi. Elko perata
cukup menggunakan ukuran beberapa ratus
uF, karena frekuensi tegangan yang keluar
dari trafo cukup tinggi (tergantung frekuensi
kerja smps).
 Blok proteksi yang penting untuk
kesempurnaan smps antara lain : 1. OVP
(over voltage protector) berfungsi untuk
mendeteksi tegangan yang berlebihan. Blok
ini akan mengoffkan smps jika terdeteksi
tegangan yang lebih. 2. OCP (Over Current
Protection), berfungsi untuk mendeteksi
beban lebih, smps akan off jika terdeteksi
pemakaian lebih pada bebannya. 3. OHP
(over heat protection), jika terlalu panas,
smps akan shutdown dengan sendirinya

Anda mungkin juga menyukai