Anda di halaman 1dari 25

Tutor : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA

AUDITING 1
EKSI 4308
( 3 SKS )
Penulis : Sumiyana dkk.
Tutor : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA

MODUL 8

Konsep Materialitas dan


Risiko Audit
KB.1. Konsep Materialitas

A. MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan.
1.Konsep Materialitas
Financial Accounting Standars Board mendefinisikan materialitas (materiality) sebagai:
 
Besarnya suatu pengabaian salah saji informasi akuntansi yang dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan seseorang yang mengandalkan
informasi tersebut mungkin berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah
saji tersebut.
 
SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Audit memberikan panduan bagi auditor dalam
mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit
atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia.
• Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing,
khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin
dalam laporan auditor bentuk baku.

• Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu


dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta
dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.

• Jumlah yang material antara satu entitas dan entitas lainnya adalah berbeda-
beda. Sehingga auditor diharapkan memahami betul dari segi pergerakan bisnis
entitas, sifat serta ukuran entitas bukan disamakan dengan entitas lain meskipun
bergerak pada bisnis yang sama.

• Konsep materialitas ini penting karena auditor tidak dapat menjamin kepada
klien atau pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan auditan tersebut
akurat. Hal tersebut disebabkan oleh auditor tidak memeriksa seluruh transaksi.
Hanya berdasarkan sampling saja.
Gambar 8.1.
Langkah-langkah dalam Menentukan Materialitas

Menetapkan pertimbangan
Langkah pendahuluan tentang materialitas
1
Merencanakan
luas pengujian

Langkah Mengalokasikan pertimbangan


2 pendahuluan tentang materialitas ke
segmen-segmen

Langkah Mengestimasi total salah saji dalam


3 segmen

Langkah Memperkirakan salah saji gabungan Mengevaluasi


4 hasil-hasil

Langkah Membandingkan salah saji gabungan


5 dengan pertimbangan pendahuluan
atau yang direvisi tentang
materialitas

Sumber: Arens (2006)


2. Pertimbangan Pendahuluan atas Materialitas

• Penilaian ini seringkali disebut sebagai materialitas perencanaan (planning


materialiy). Materialitas ini berbeda dari tingkat meterialitas yang digunakan
pada penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan audit, karena :
(1) situasi yang ada di sekitarnya mungkin berubah
(2)informasi tambahan klien yang diperoleh selama pelaksanaan audit.
Contoh pada awalnya auditor meragukan keberlangsungan usaha klien.
Namun, ternyata selama audit berlangsung klien memperoleh sumber
pembelanjaan untuk melanjutkan usahanya, sehingga bisa dipastikan
bahwa solvabilitas klien menjadi meningkat pada tahun tersebut. Pada
kasus ini tentu saja pada akhirnya auditor menentukan tingkat materialitas
yang lebih tinggi ketimbang sebelumnya (pada materialitas perencanaan).
Boynton (2006) merumuskan bahwa pada perencanaan audit,
auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat sebagai berikut :
1.Tingkat laporan keuangan, karena opini auditor atas kewajaran
meluas sampai ke laporan keuangan secara keseluruhan.
2.Tingkat saldo akun, karena auditor menguji saldo akun dalam
memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan
keuangan.

3.Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan

Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality)


adalah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang
cukup penting untuk mencegah laporan disajikan secara wajar
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum (PABU).
Boynton (2006) menyimpulkan bahwa, pada perencanaan audit,
auditor harus mengakui bahwa terdapat lebih dari satu tingkat
materialitas yang berhubungan dengan laporan keuangan. Setiap
laporan pada kenyataannya, dapat memiliki beberapa tingkatan.

Bagi laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan dengan total


pendapatan, laba operasi, laba sebelum pajak, atau laba bersih.
Bagi neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva
lancar, modal kerja, atau ekuitas pemegang saham. Perlu diingat
bahwa, materialitas memiliki hubungan terbalik dengan bukti audit.

Semakin kecil tingkat materialitas yang ditetapkan oleh auditor,


maka semakin banyak pula bukti yang diperlukan. Sebaliknya,
semakin besar tingkat materialitas yang ditentukan, maka semakin
sedikit bukti yang diperlukan.
Pertimbangan materialitas juga melibatkan pertimbangan kualitatif dan
kuantitatif. Berikut ini disajikan contoh kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan
oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.
1.Faktor kualitatif, hubungan salah saji dengan jumlah kunci dalam laporan,
dalam bentuk:
a.laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan;
b.total aktiva dalam neraca;
c.total ekuitas pemegang saham dalam neraca.
2.Faktor kualitatif, dalam bentuk:
a.kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum;
b.kemungkinan terjadinya kecurangan;
c.syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada
tingkat minimum tertentu;
d.adanya gangguan dalam kecenderungan pertumbuhan laba;
e.sikap manajemen atas integritas laporan keuangan.
4. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun

Materialitas saldo akun (account balance materiality) adalah salah saji minimum
yang dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap salah saji
material. Salah saji tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat
ditolerir (tolerable misstatement).

Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan


dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya
saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan
jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pamakai informasi
keuangan.

Saldo akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas lebih saji


(overstatement) dalam akun tersebut. Oleh karena itu, akun dengan saldo
yang lebih kecil dibandingkan dengan materialitas seringkali disebut tidak
material terhadap risiko salah saji. Namun, tidak terdapat batasan terhadap
jumlah saldo akun yang diduga kurang saji (understatement) yang mungkin
secara individual tidak material, atau dapat melampaui batas materialitasnya.
Auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas pada saldo akun
dan materialitas pada tingkat laporan keuangan ketika membuat pertimbangan
atas materialitas pada tingkat saldo akun.

Pertimbangan ini harus mengarahkan auditor bahwa apabila ditemukan akun


individu tidak mengandung salah saji secara material, namun ketika digabungkan
akun tersebut mengandung salah saji yang material terhadap laporan keuangan
secara keseluruhan.

5.Mengalokasikan Pertimbangan Pendahuluan

Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan atas materialitas ke seluruh


segmen-segmen yang salah saji dapat ditoleransi perlu dilakukan. Dalam
melakukan alokasi materialitas, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memverifikasi akun tersebut.
6. Mengestimasi Salah Saji

Mengestimasi salah saji dilakukan dengan cara membandingkannya dengan


pertimbangan pendahuluan. Ketika melaksanakan prosedur audit untuk
setiap segmen audit, auditor membuat kertas kerja untuk mencatat semua
salah saji yang ditemukan.

Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun dapat dibedakan menjadi dua jenis
(Arens, 2006), yakni salah saji yang diketahui dan salah saji yang mungkin
terjadi. Salah saji yang diketahui (known misstatement) adalah salah saji
dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor.
Tabel 8.2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Materialitas Perencanaan

Faktor utama yang mempengaruhi keputusan atas Menentukan tingkatan salah saji yang dapat
materialitas keseluruhan dan salah saji yang dapat mempengaruhi alasan seseorang yang mempercayai
ditoleransi laporan keuangan tersebut
faktor kedua yang mempengaruhi keputusan terhadap Pertimbangan biaya-manfaat. Pengalokasian jumlah salah
materialitas keseluruhan dan salah saji yang dapat saji yang dapat ditoleransi kepada akun yang
ditoleransi membutuhkan biaya audit yang mahal (namun tidak lebih
mempengaruhi alasan seseorang yang mempercayai
laporan keuangan tersebut)

Sumber : Boynton (2006)


7. Hubungan antara Materialitas dan Bukti Audit

Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan


auditor terhadap kecukupan bukti audit. Perlu diingat, jumlah bukti audit memiliki
hubungan terbalik dengan materialitas. Semakin kecil tingkat materialitas yang
ditetapkan, maka diperlukan bukti audit yang banyak. Namun sebaliknya, apabila
tingkat materialitas yang ditetapkan adalah besar maka, bukti audit yang diperlukan
adalah sedikit.

B. RISIKO AUDIT
 
SPAP Seksi 312 mendefinisikan risiko audit sebagai risiko yang terjadi dalam hal
auditor tanpa disadari tidak mampu memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Standar pekerjaan lapangan yang kedua mengharuskan auditor memahami entitas


dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji
yang material dalam laporan keuangan klien. Auditor menggunakan model risiko audit
untuk mengidentifikasi lebih jauh salah saji yang potensial dalam laporan keuangan
secara keseluruhan serta saldo akun khusus, kelas transaksi, dan pengungkapan
dalam hal salah saji paling mungkin terjadi (Arens, 2006).
1. Penentuan Risiko Kecurangan

Pada pembahasan kali ini dibahas sedikit terhadap kecurangan (fraud) karena risiko audit memiliki
keterkaitan dengan risiko kecurangan. Auditor tidak dapat menemukan adanya salah saji material
pada laporan keuangan entitas mungkin saja disebabkan oleh adanya praktik kecurangan dalam
entitas tersebut. Oleh karena itu, sebelum kita membahas model risiko audit dan jenis-jenis risiko
audit, sebaiknya kita mengenali dulu apa yang dimaksud dengan praktik kecurangan (fraud) itu.

Meskipun kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum, kepentingan auditor secara
khusus berkaitan dengan tindakan curang yang menyebabkan salah saji material dalam laporan
keuangan (SA Seksi 312).

2. Definisi Kecurangan
Menurut SA Seksi 316, salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah
saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk
mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut
tindakan seperti:
• manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang
menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan;
• representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau
informasi signifikan;
• salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara
penyajian, atau pengungkapan.
SA 316 mengungkapkan hal-hal menyebabkan kecurangan itu
terjadi. Kecurangan seringkali menyangkut hal berikut ini :
1.Suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan
kecurangan.
2.Suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan
kecurangan.

3. PENGGELAPAN ASET

Survei KPMG pada Tahun 2003 memberikan hasil bahwa masalah


yang berfrekuensi tinggi seperti kecurangan vendor (kebanyakan
melalui kolusi pegawai), kecurangan pegawai, manajemen dan
perbuatan jahat pegawai, dan kecurangan komputer. Tujuan dari
perilaku ini selalu kepada penggelapan aset (Boynton, 2006).
Auditor tidak dapat memperoleh keyakinan absolut bahwa salah saji material dalam
laporan keuangan dapat terdeteksi, hal itu disebabkan oleh berikut ini :
•Aspek penyembunyian kegiatan kecurangan termasuk fakta bahwa kecurangan
seringkali mencakup kolusi atau pemalsuan dokumentasi, dan
•Kebutuhan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam mengidentifikasi
dan mengevaluasi faktor risiko kecurangan dan kondisi lain, walaupun audit yang
direncanakan dan dilaksanakan dengan baik mungkin tidak dapat terdeteksi salah
saji material yang diakibatkan oleh kecurangan.

4. Pengauditan untuk Kecurangan

SA Seksi 316 menyebutkan bahwa jika auditor telah menentukan bahwa salah saji
merupakan atau mungkin merupakan kecurangan, namun dampaknya tidak
material terhadap laporan keuangan, meskipun demikian auditor harus
mengevaluasi implikasinya, terutama yang berkaitan dengan posisi dalam
organisasi orang atau orang-orang yang terlibat.
Auditor harus menilai kembali penaksiran salah saji material sebagai akibat dari
kecurangan dan dampaknya terhadap:
a.sifat, saat, dan luasnya pengujian terhadap saldo dan transaksi;
b.penentuan efektivitas pengendalian bila risiko pengendalian ditaksir di bawah
maksimum;
c.penugasan personel sesuai dengan tuntutan keadaan tersebut.

Jika kecurangan tersebut berdampak material terhadap laporan keuangan atau auditor
tidak dapat menentukan apakah salah saji akibat kecurangan itu berdampak material
maka auditor harus (SA Seksi 316) :
a.mempertimbangkan implikasi terhadap aspek audit yang lain;
b.membicarakan masalah tersebut dan pendekatan untuk menyelidiki lebih lanjut dengan
tingkat manajemen yang semestinya, yaitu paling tidak satu tingkat di atas orang yang
terlibat dan dengan manajemen senior;
c.mencoba memperoleh bukti audit tambahan untuk menentukan apakah kecurangan
material telah terjadi atau kemungkinan telah terjadi, dan jika demikian, dampaknya
terhadap laporan keuangan dan laporan auditor atas laporan keuangan tersebut;
d.jika berlaku, menyarankan klien untuk berkonsultasi dengan penasihat hukumnya.
5. Model Risiko Audit
Model risiko audit membantu auditor untuk memutuskan seberapa banyak dan jenis bukti apa
yang harus mereka kumpulkan dalam setiap siklusnya. Model risiko audit yang digunakan adalah
sebagai berikut (Arens, 2006):

PDR = AAR
IR x CR

di mana:
PDR = risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk)
AAR = risiko audit yang dapat diterima (acceptabel audit risk)
IR = risiko inheren (inherent risk)
CR = risiko pengendalian (control risk)
Contoh pengkalkulasian
IR = 100%
CR = 100%
AAR = 5%
PDR atau 5%
6. Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
Risiko audit, seperti materialitas dibagi menjadi dua bagian:
a. risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan
sebagai keseluruhan;
b. risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual
yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
 
7. Risiko Audit Keseluruhan
Pada tahap perencanaan audit, auditor harus menentukan risiko audit
keseluruhan yang direncanakan (overall planned audit risk), yang
merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam
menyatakan pendapat wajar atas laporan keuangan padahal
mengandung salah saji material.
8. Jenis-jenis Risiko
Risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk)
 risiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen menjadi gagal untuk mendeteksi salah saji yang
melebihi salah saji yang dapat ditoleransi (Arens, 2006).

Risiko bawaan
 adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, dengan mengasumsikan tidak
terdapat pengendalian (Boynton, 2006). Penilaian risiko bawaan memerlukan pertimbangan
terhadap hal-hal yang mungkin memiliki dampak mendalam terhadap asersi-asersi untuk semua
atau pada akun tertentu.

Risiko pengendalian (control risk)


 adalah risiko bahwa salah saji material yang dapat terjadi di dalam suatu asersi tidak dapat
dicegah atau dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian inheren entitas.

Risiko audit yang dapat diterima (acceptabel audit risk)


 adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tanpa
pengecualian telah dikeluarkan (Arens, 2006).
9. Perbedaan antara Risiko-Risiko dalam Model Risiko
Audit
• Menurut Arens (2006), ada perbedaan yang penting dalam
hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko
dalam model risiko audit
• Untuk risiko audit yang dapat diterima, auditor
memutuskan risiko yang bersedia diambil kantor akuntan
publik bahwa laporan keuangan disalah sajikan setelah
audit selesai, berdasarkan faktor-faktor yang terkait
dengan klien tertentu
KB.2. Menilai Resiko Audit
A. MENILAI RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA
• Auditor sebaiknya harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi suatu audit selama perencanaan
audit. Pertama, auditor memutuskan risiko penugasan dan kemudian menggunakan risiko penugasan dan kemudian
menggunakan risiko penugasan ini untuk memodifikasi risiko audit yang dapat diterima (Arens, 2006).

• Risiko penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau kantor akuntan publik dapat menderita kerugian
setelah audit selesai, walaupun laporan audit sudah benar (Arens, 2006).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima adalah sebagai berikut (Arens, 2006) :
1. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan.
Ada beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik terhadap derajat ketergantungan pemakai ekstern pada laporan
keuangan.
a. Ukuran klien.
b. Distribusi kepemilikan.
c. Sifat dan jumlah kewajiban.
2. Kemungkinan bahwa klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit dikeluarkan.
Namun, ada beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik bahwa probabilitasnya meningkat:
a. Posisi likuiditas.
b. Laba (rugi) tahun-tahun sebelumnya.
c. Metode pembiayaan pertumbuhan. Jika klien demikian mengandalkan
d. Sifat operasi klien.
e. Kompetensi manajemen.
3. Evaluasi auditor atas integritas manajemen.
Gambar 8.2.
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko dengan Risiko dan Risiko dengan Bukti yang Direncanakan

Faktor-faktor yang
Risiko Bukti audit
mempengaruhi risiko

 Ketergantungan pemakai
Risiko audit
eksternal
 Kemungkinan kegagalan yang dapat
keuangan diterima
 Integritas managemen

 Sifat bisnis
 Hasil audit sebelumnya
L L T
 Penugasan awal versus penugasan
berulang
 Pihak-pihak yang terkait Risiko T Risiko T Bukti audit
 Transaksi nonrutin bawaan deteksi yang

direncanakan
Pertimbangan yang diperlukan terencana
 Unsur-unsur populasi
 Faktor-faktor yang berkaitan
dengan salah saji yang T L
timbuklakibat pelaporan yang
curang *
 Kerentanan asset terhadap
penggelapan *

Risiko
 Efektivitas pengendalian internal pengendalian
 Rencana pengandalan

L = hubungan langsung; T = Hubungan terbalik


*) faktor risiko kecurangan. Mungkin juga mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima dan risiko pengendalian
Sumber: Arens (2006)
Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing. Sebagian besar auditor lebih
mengkhawatirkan hal yang terakhir, karena underauditing membuat kantor akuntan publik rentan terhadap kewajiban hukum serta hilangnya reputasi
professional. Oleh karena berusaha menghindari underauditing, para auditor umumnya menilai risiko secara konservatif. Pada Tabel 8-8 ini
digambarkan pengukuran umum yang biasanya digunakan oleh auditor.

Tabel 8.3.
Hubungan Risiko dengan Bukti

Risiko Deteksi yang Jumlah Bukti yang


Situasi Risiko Audit yang Dapat Diterima Risiko Bawaan Risiko Pengendalian
Direncanakan Dibutuhkan

1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah

2 Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang

3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi

4 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

5 Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang

Sumber: Arens (2006)

Anda mungkin juga menyukai