Anda di halaman 1dari 10

PANCASILA SEBAGAI

DASAR
PENGEMBANGAN ILMU
PENGERTIAN
• Para ilmuwan dalam pengembangan ilmu tidak konsisten akan janji awal ditemukan ilmu, yaitu untuk
mencerdaskan manusia, memartabatkan manusia dan mensejahterakan manusia. Sehingga sekarang
pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuannya sendiri menimbulkan
ketegangan-ketegangan antara ilmu (teknologi) dan masyarakat. Problematika keilmuan dapat segera
diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai
ini harus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip kehidupan
masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-
nilai Pancasila
ILMU DAN PERSPEKTIF HISTORIS
• Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap dari jaman Yunani Kuno, abad tengah, abad
modern, sampai abad Kontemporer.
• Masa Yunani Kuno (abad ke 6 SM - 6M) saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu pengetahuan
identik dengan filsafat memiliki corak mitrologis dengan filsuf besar: Socrates, Plato dan Aristoteles
mengembangkan filsafat yang semula bersifat mitologis berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang
meliputi berbagai macam bidang.
• Memasuki abad tengah (abad ke 5 M), para filsuf arab tidak kalah penting, seperti al Kindi, al farabi,
ibnu sina, ibnu rusyd, al gazali.
• Abad modern (abad ke 18 – 19 M) melalui tokohnya: copernicus, galileo galilei, johanes kepler,
versalius, isaac newtown, auguste comte.
• Abad kontemporer (abad ke 20 – sekarang) teori relativitas einstein yang telah merombak filsafat
newton; teori kuantum.
ASPEK PENTING DALAM ILMU PENGETAHUAN

• Aspek fenomenal menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memanifestasikan dalam


bentuk masyarakat, proses dan produk yang terdapat unsur-unsur (Koento Wibisono,
1985) seperti:
• sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui
• objek sasaran ini terus menerus dipertanyakan dengan suatu cara tertentu tanpa mengenal
titik henti
• Ada alasan dan motivasi mengapa terus menerus dipertanyakan
• Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem
PILAR-PILAR PENYANGGA BAGI EKSISTENSI
ILMU PENGETAHUAN
• Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya yang berfungsi sebagai peyangga, penguat, dan bersifat
integratif serta saling mempersyaratkan. Pilar tersebut:
• Pilar ontologi
• Menyangkut problematika tentang keberadaan dengan aspek kuantitas dan kualitas. Pengalaman ontologis dapat
memberikan landasan bagi penyusunan asumsi, dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan
multidisipliner.
• Pilar epistemologi
• Menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenara,
proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi
• Pilar aksiologi
• Berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan, penerapan atau
pengembangan ilmu.
PRINSIP BERPIKIR ILMIAH

• Objektif: cara memandang masalah apa adanya


• Rasional: menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
• Logis: berpikir dengan menggunakan azas logika/ runtut/ konsisten, implikatif
• Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khasdalam setiap
berfikir dan bertindak
• Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas
yang jelas dan saling terkait satu sama lain
MASALAH NILAI DALAM IPTEK

• beberapa alasan Pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan iptek dalam kehidupan
bangsa Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut:
• Pertama, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih percepatan
pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu
mendapat perhatian yang serius. Penggalian tambang batubara, minyak, biji besi, emas, dan
lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan menggunakan teknologi canggih
mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka generasi yang
akan datang, menerima resiko kehidupan yang rawan bencana lantaran kerusakan lingkungan
dapat memicu terjadinya bencana, seperti longsor, banjir, pencemaran akibat limbah, dan
seterusnya.
• Kedua, penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat
menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang
berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis.
Artinya, penggunaan benda-benda teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia
dewasa ini telah menggantikan peran nilai-nilai luhur yang diyakini dapat menciptakan
kepribadian manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan religius.
Selain itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerus dan digantikan sifat individualistis,
dehumanis, pragmatis, bahkan cenderung sekuler.
• Ketiga, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah
mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti: sikap bersahaja digantikan dengan
gaya hidup bermewah-mewah, konsumerisme; solidaritas sosial digantikan dengan
semangat individualistis; musyawarah untuk mufakat digantikan dengan voting, dan
seterusnya

Anda mungkin juga menyukai