Npm : 1785210015 Sosialisasi dan interaksi siswa • Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya bersosialisasi dengan orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk sosialisasi. Bisa berupa interaksi antar individu, interaksi individu dengan kelompok, dan interaksi antar kelompok. Sedangkan syarat terjadinya interaksi sosial adalah terjadi kontak sosial dan terjadi komunikas • Murray dan McClelland (dalam Walgito, 2002:57) mengatakan bahwa individu mempunyai motif atau dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada individu, maka individu akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi. Dengan demikian, maka akan terjadilah interaksi antara individu satu dengan individu yang lain. • Menurut Corey (2009) pendekatan behavioral berupa assertive training ini bisa diterapkan terutama pada situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Pendapat tersebut didukung oleh Fauzan (2007) yang menyatakan bahwa assertive training merupakan latihan keterampilan sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung. Interaksi Sosial • Interaksi Sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Menurut Soekanto (2010: 53), interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama • Newcomb (dalam Santoso, 2010:163) mengatakan bahwa interaksi sosial adalah peristiwa yang kompleks, termasuk tingkah laku yang berupa rangsangan dan reaksi keduanya, dan yang mungkin mempunyai satu arti sebagai rangsangan dan yang lain sebagai reaksi. • Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu kontak sosial dan adanya komunikasi. Seperti yang dikemukakan Soekanto (2010:58) yang menyatakan bahwa syarat terjadinya interaksi sosial adalah kontak sosial dan komunikasi. Sosialisasi dan interaksi Anak – anak yang cacat sering kurang mampu bersosialisasi dengan orang lain atau kurang mampu menanggapi secara tepat situasi social yang berkembang namun munculnya masalah ini karena mungkin karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berintraksi Pembelajaran Afektif • Meningkatkan kemampuan fisik dan mental anak sering menimbulkan meningkatkanya keyakinan/rasa percaya diri , perilaku yang lebih asertif dan meningkatnya rasa harga diri PANDANGAN PARA AHLI MENGENAI PEMBELAJARAN AFEKTIF • a. Menurut Mc Paul. Dia menganggap pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional, pembelajaran moral siswa adalah pembentukan keperibadian, bukan pengembangan intelektual. • b. Menurut Kohlberg moral manusia berkembang melalui tiga tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari 2 (dua) tahap. • c. Menurut John Dewey dan Jean Pinget, berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses Restrukturisasi kognitif yang berlangsung serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu. • d. Menurut Dooglas Graham (Golu). Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya. STRATEGI PEMBELAJARAN- PEMBELAJARAN AFEKTIF • A. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetai juga bertujuan untuk mencapai dimensi lainya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit di ukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. • B. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap Sikap (afektif) erat kaitanya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifat-sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak layak, pandangan seseorang tentang semua itu, nilai pada dasarnya adalah setandar perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan kepada siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. • Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sisytem nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan di arahkan. Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukan gejala senang atau tidak senang, suka atau tidak suka • Goul (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut : Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya. Pengembangan dominant efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik. Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina.