Anda di halaman 1dari 31

VERTIGO &

CEPHALGIA
VERTIGO

DEFINISI
Bahasa latin “vertere” yang berarti berputar, dan “igo”
yang berarti kondisi. Sensasi abnormal berupa gerakan
berputar.
Vertigo adalah ilusi ketika seseorang merasa dirinya
bergerak (berputar) terhadap sekitarnya atau lingkungan
yang bergerak terhadap dirinya
KLASIFIKAS
I
• Disfungsi Vestibular
Vertigo Vestibular
(“true” vertigo ) • Perifer
• Sentral

Vertigo non-
• Disfungsi Visual
vestibular (non- • Disfungsi
spinning vertigo)
Proprioseptif
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-Vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang

Faktor Gerakan kepala, perubahan


Stress, hiperventilasi
pencetus posisi

Gejala Mual, muntah, pendengaran Gangguan mata, gangguan


Penyerta menurun, tinnitus somatosensorik
Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah
perubahan posisi Ya Kadang tidak berkaitan
kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Nistagmus horizontal dan
Nistagmus horizontal atau vertical;
Nistagmus rotatoar; ada nistagmus fatigue
tidak ada nistagmus fatigue
5-30 detik
Defisit nervi
cranial atau Tidak ada Kadang disertai ataxia
cerebellum
Seringkali berkurang atau
Pendengaran Biasanya normal
dengan tinnitus
Meniere’s disease Drugs
Labyrinthitis Massa Cerebellar / stroke
Penyebab
Positional vertigo Encephalitis/ abscess otak
Neuroma akustik Insufisiensi Arteri Vertebral
VERTIGO SENTRAL ATAU
PERIFER
Sentral
Melibatkan sruktur SSP
(misal, serebrum, serebellum,
brainstem)
Perifer
Melibatkan struktur
bukan bagian SSP,
paling sering telinga
dalam
PENYEBAB VERTIGO
Cerebro
Vaskuler
ANAMNESIS
Bentuk Ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang, berputar)
Pemicu Keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala
dan tubuh, keletihan, atau lainnya)
Onset Profil waktu (apakah timbulnya akut / perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronik, progresif, atau membaik)
Pendengaran Ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi nervus verstibularis
Riwayat obat Apakah ada penggunaan obat seperti Streptomisin, Kanamisin, Salisilat,
antimalaria, dll yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik
Penyakit penyerta Apakah ada penyakit sistemik seperti Hipertensi, hipotensi, anemia,
penyakit jantung, paru, dan trauma.
PEMERIKSAAN FISIK
ROMBERG’S SIGN
• Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada
mata terbuka badan penderita tetap tegak
• Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup

PAST-POINTING TEST
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita
ke arah lesi.

DIX-HALLPIKE MANUVER
• Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1
menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral :tidak ada periode laten, nistagmus
dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi
tetap seperti semula (non-fatigue)
PEMERIKSAAN FISIK
TATALAKSANA
Nama Obat Dosis Obat
Antihistamin  
Dimenhidrinat 50mg/4-8jam
Prometazin 25mg/4-8jam
Cinarizin 25mg/8jam
Benzodiazepin  
Diazepam 2-5mg/8jam
Klonazepam 0,5mg/4-6jam
Butirofenon  
Haloperidol 0,5-2mg/8jam
Histaminik  
Betahistin 24mg/12jam
CEPHALGIA
DEFINISI
•Rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala
memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk).
•Pendapat lain mengatakan nyeri atau perasaan tidak enak diantara
daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang
sensitif.
ETIOLOGI
•Nyeri kepala penyebabnya multifaktorial, seperti kelainan emosional, cedera kepala,
migraine, demam, kelainan vaskuler intrakranial otot, massa intrakranial, penyakit
mata, telinga /hidung
Tabel Klasifikasi Nyeri Kepala Menurut International Headache Society (HIS) 2013
Klasifikasi Nyeri Kepala Subklasifikasi
Nyeri kepala primer 1. Migren

2. Nyeri kepala tipe tegang

3. Trigeminal autonomic cephalgia (kluster)

4. Nyeri kepala primer lainnya


Nyeri kepala sekunder 1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher

2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskular kranial atau servikal

3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan nonvaskular intrakranial

4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal

5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis

7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur fasial atau
kranial lainnya.

8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik


Neuralgia kranial, sentral, atau nyeri fasial primer dan nyeri kepala lainnya 1. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri fasial

2. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri fasial primer.
MIGREN
Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 hari / ± 72 jam. Nyeri
biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang sampai berat dan diperhebat
oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
ETIOLOGI
Perubahan hormone seperti penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal
siklus menstruasi,
Makanan yaitu terjadi vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat),
vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG),
Stress
Adanya rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan dan bau yang menyengat
baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan,
Faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan dan perubahan pola tidur,
Perubahan lingkungan
Alcohol
Merokok
KLASIFIKASI MIGREN
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren
kronik (transformed).
Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang
mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak,
paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur - angsur lebih dari 4 menit, aura
tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval
bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan
terkena pada periorbital.
Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah
berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala
kronik dengan nyeri setiap hari.
TATALAKSANA
Tatalaksananya berdasarkan terapi abortif. Terapi abortif dapat dibedakan menjadi 2, yaitu terapi
abortif nonspesifik dan terapi abortif spesifik.
Terapi Abortif Nonspesifik:
Terapi ini diperuntukkan bagi pasien dengan serangan migren ringan sampai sedang atau
serangan berat yang berespons baik terhadap obat yang sama.
Berikut ini adalah beberapa obat yang menjadi pilihan:
Parasetamol 500-1000mg tiap 6-8 jam, dosis maksimal 4g/hari
Ibuprofen 400-800mg tiap 6 jam , dosis maksimal 2,4g/hari
Natrium naproksen 275-550mg tiap 2-6 jam, dosis maksimal 1,5g/hari
Kalium diklofenak (powder) 50-100mg/hari dosis tunggal
Steroid seperti deksametason atau metilprednisolon merupakan obat pilihan untuk status
migrenosus.
2. Terapi Abortif Spesifik
A. Obat golongan agonis 5HT (triptans) seperti sumatriptan 6mg subkutan atau sumatriptan 50-100mg peroral.
B. Derivat ergot seperti ergotamine 1-2mg yang dapat diberikan secra oral, subkutan, maupun per rektal.
Terapi abortif dikatakan berhasil jika:
A. Pasien bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan
B. Terdapat perbaikan nyeri kepala dari skala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi skala 1 (ringan) atau 0 (tidak
ada nyeri kepala) sesudah 2 jam.
C. Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan
D. Tidak ada nyeri kepala rekuren atau tidak ada pemakaian obat kembali dalam waktu 24 jam sesudah
pengobatan terakhir berhasil.
Terapi Nonmedikamentosa
Pasien harus menghindari faktor pencetus munculnya migren, seperti:
perubahan pola tidur, makanan atau minuman (monosodium glutamat/MSG,
alkohol), stress, cahaya terang, cahaya kelap-kelip, perubahan cuaca, tempat
yang tinggi (seperti: gunung atau pesawat udara), dan rutinitas sehari-hari
yang dapat memicu serangan migren.
Tension Type Headache (TTH)
KLASIFIKASI
1. Tension-type Headache Episodik yang Infrequent
A. Tension-type headache episodik yang infrequent berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial.
B. Tension-type headache episodik yang infrequent tidak berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial.

2. Tension-type Headache Episodik yang frequent


A. Tension-type headache episodic yang frequent berhubungan dengan nyeri tekan
perikranial.
B. Tension-type headache yang frequent tidak berhubungan dengan nyeri tekan perikranial.
3. Tension-type Headache Kronik
A. Tension-type headache kronik berhubungan dengan nyeri tekan perikranial.
B. Tension-type headache kronik tidak berhubungan dengan nyeri tekan perikranial.

4. Probable Tension-type Headache


Probable tension-type headache episodik yang infrequent.
Probable tension-type headache episodik yang frequent.
Probable tension-type headache kronik.
GEJALA KLINIS

Pada Anamnesis:
Nyeri kepala ini adalah bilateral, menekan atau mengikat, tidak berdenyut dengan
intensitas ringan sampai sedang, serta rasa tegang di sekitar leher dan kepala belakang,
tidak ditemukan adanya mual atau muntah dan akan berlangsung lebih lama. Walaupun
durasinya bisa lebih panjang, nyeri pada TTH tidak seberat migren, sehingga sering
terabaikan.

Pada Pemeriksaan Fisik:


secara umum dan neurologis seharusnya dalam batas normal, untuk menyingkirkan nyeri
kepala sekunder yang memiliki karakteristik TTH. Pada keadaan tertentu dapat ditemukan
adanya trigger point yaitu daerah otot yang tegang, sehingga menimbulkan nyeri tekan di
area leher dan kepala.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis TTH episodik tipe jarang (infrequent) adalah :

1. Sekurang kurangnya terdapat 10 episode serangan dengan rerata <1 hari/bulan (<12 hari/tahun) dan memenuhi kriteria 2-5

2. Nyeri kepala dapat berlangsung 30 menit hingga 7 hari

3. Nyeri kepala memiliki paling tidak 2 gejala khas, yaitu :

 Bilateral

Terasa menekan atau mengikat (bukan berdenyut)

Intensitasnya ringan hingga sedang

Tidak diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga

4. Tidak didapatkan keluhan atau gejala berupa :

Mual atau muntah (walaupun pasien mengeluh anoreksia) Mirip dengan TTH episodik tipe jarang. TTH episodik tipe sering
(frequent) mempunyai frekuensi yang lebih sering pada kriteria pertama,
Fotofobio atau fonobia yaitu paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan
selama paling tidak 3 bulan (12-180 hari/tahun).

5. Tidak berkaitan dengan kelainan lain pada kepala atau organ tubuh lainnya (bukan nyeri kepala sekunder).
TTH kronik adalah :
1. Nyeri kepala yang terjadi > 15 hari/bulan dan berlangsung >3 bulan (> 180 hari/ tahun)

2. Nyeri kepala ini harus memenuhi kriteria berikut:


A. Berlangsung beberapa jam atau secara terus meneurs
B. Nyeri kepala memiliki sekurangnya 2 karakteristik berikut:
o Lokasi bilateral
o Terasa menekan atau mengikat (bukan berdenyut)
o Intensitas ringan hingga sedang (dapat mengganggu aktivitas tetapi pasien masih bisa beraktivitas)
o Tidak memberat dengan aktivitas fisik rutin seperti: berjalan atau naik tanggga

3. Tidak didapatkan:
A. Lebih dari satu keluhan ini, yaitu fotofobia, fonofobia, atau mual.
B. Muntah

4. Tidak berkaitan dengan kelainan lain pada kepala atau organ tubuh lainnya (bukan nyeri kepala sekunder).
TATA LAKSANA
A. Terapi Medikamentosa
Pilihan untuk TTH akut adalah:
1. Analgesik, pilihannya adalah : aspirin 1000mg/hari, parasetamol 1000mg/hari, NSAIDs (naproksen 660-750mg/harri,
ketoprofen 25-50mg/hari, tol-fenamat 200-400mg/hari, asam mefenamat, fenoprofen, ibuprofen 800mg/hari, diklonefak
50-100mg/hari).
Pemberian analgesik dalam waktu lama memiliki efek samping berupa ulkus gaster, ulkus duodenum, penyakit ginjal,
penyakit hepar, dan gangguan fungsi platelet.
2. Kafein (analgesi ajuvan) 65mg.
3. Kombinasi :
 325 mg (aspirin atau asetaminofen) + 40 mg kafein
 Ibuprofen 400mg + kafein
 Aspirin/asetaminofen 500-1000mg + kafein
Terapi Medikamentosa untuk TTH kronik :
1. Antidepresan
Antidepresan jenis trisiklik : amitriptilin. Selain berfungsi sebagai obat analgesik, obat ini juga
digunakan sebagai obat profilaksis TTH.

2. Antiansietas
Golongan obat ini digunakan untuk penyembuhan maupun pencegahan TTH. Obat ini terutama
diberikan pada pasien dengan kormobid ansietas. Golongan antiansietas yang sering digunakan
adalah benzodiaepin.
B. Terapi Nonmedikamentosa
1. Edukasi : menjeaskan sedikit patofisiologi TTH secara sederhana serta pengobatan yang diperlukan. Memastikan pasien
mengetahui bahwa TTH bukanlah penyakit serius seperti tumor otak, perdarahan otak. Hal ini akan mengurangi ketegangan
pasien.
2. Kontrol diet.
3. Terapi fisik :
 Latihan postur dan posisi
 Kompres panas/dingin
 Akupuntur transcutaenus electrical stimulation (TENS)

4. Hindari pemakaian harian obat analegsik, sedatif dan ergotamine.


5. Manajemen stress, konseling, terapi relaksasi, atau terapi kognitif-sikap.
CLUSTER HEADACHE
FAKTOR RISIKO
Seperti alkohol, riwayat trauma, dan operasi kepala, merokok, serta adanya stressor.

KLASIFIKASI
Terdapat dua jenis CH, yaitu:
1. CH episodik, merupakan serangan nyeri kepala klaster yang terjadi periodic dan berlangsung tujuh hari
sampai satu tahun. Setiap periode dipisahkan oleh periode bebas nyeri yang akan berlangsung satu bulan
atau lebih lama.

2. CH kronik, merupakan serangan nyeri kepala klaster yang terjadi selama lebih dari satu tahun tanpa
remisi atau disertai remisi namun berlangsung hanya kurang dari satu bulan.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik cluster headache adalah:
A. Terdapat minimal 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D
B. Nyeri hebat atau sangat hebat di orbita, supraorbital, dan atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-
180 menit bila tidak diobati.
C. Nyeri kepala disertai setidaknya satu dari gejala berikut:
1) Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2) Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3) Edema palpebral ipsilateral
4) Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5) Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6) Perasaan gelisah atau agitasi
D. Serangan-serangan tersebut mempunyai frekuensi: dari 1 kali setiap 2 hari sampai 8 kali per hari
E. Tidak berikaitan dengan gangguan lain
TATA LAKSANA
Pada prinsipnya tata laksana nyeri kepala kluster bertujuan untuk menekan periode serangan, menghentikan serangan
akut, mengurangi frekuensi serangan, serta mengurangi berat atau intensitas serangan.

Terapi untuk serangan akut nyeri kepala klaster:


1. Inhalasi oksigen 100% 7 L/menit selama 15 menit dengan sungkup
2. Dihidroergotamin (DHE) 0,5-1,5mg secara intravena akan mengurangi nyeri dalam 10 menit. Pemberian melalui
intramuscular atau nasal memiliki awitan lebih lama.
3. Sumatriptan injeksi subkutan 6mg akan mengurangi nyeri dalam waktu 5-15 menit. Dapat diulang setelah 24 jam.
Sumatriptan nasal spray 20mg juga dapat diberikan, tetapi kurang efektif jika dibandingkan sumatriptan injeksi
subkutan. Efek sampingnya adalah pusing, letih, parestesia, dan kelemahan di wajah.
4. Anestesi local 1 mL lidokain 4% yang diteteskan pada kapas kemudian kapas diletakkan di tiap lubang hidung
selama 5 menit.

Anda mungkin juga menyukai