Anda di halaman 1dari 30

DEFINISI

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala


baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun
permanen.

SINONIM: Trauma kapitis = cedera kepala = head injury = trauma


kranioserebral = Traumatic Brain Injury.
EPIDEMIOLOGI
Data yang didapat di Indonesia terjadi 55.498 kecelakaan lalu lintas
dimana setiap harinya meninggal sebanyak 34 orang dan 80%
penyebabnya adalah cedera kepala. Data-data yang didapat dari RSCM,
terjadi 96% trauma kapitis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas,
dimana 76% dari padanya terjadi pada usia muda ± 25 tahun.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala adalah kecelakaan
sepeda motor, dan sebagian besar diantaranya tidak menggunakan helm
atau menggunakan helm yang tidak memadai (>85%).
ETIOLOGI
Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu-lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil,
sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda
(misalnya ranting pohon, kayu, dsb), olahraga, korban
kekerasan baik benda tumpul maupun tajam, kecelakaan
kerja, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan olahraga, trauma
tembak, dll.
KLASIFIKASI
Penetrasi Cedera tumpul
duramater
Cedera tembus

Tingkat Minimal
Kesadaran Ringan
Sedang
Berat
Lokasi Lesi Fokal

Lesi Difus

Patologis Komosio
Kontusio
Laserasi serebri
BERDASARKAN PATOLOGI
Komosio serebri Kontusio serebri Laserasio serebri

• Cedera Kepala Ringan • Diartikan sebagai • Jika kerusakan tersebut


(CKR) adalah klasifikasi kerusakan jaringan otak disertai dengan robeknya
berdasarkan pemeriksaan tanpa disertai robeknya piamater.
klinis, sedangkan komosio piamater. Kerusakan
serebri adalah klasifikasi tersebut berupa gabungan
berdasarkan patologi. antara daerah perdarahan
CKR dianalogikan sama (kerusakan pembuluh
darah kecil seperti kapiler,
dengan komosio serebri.
vena, dan arteri), nekrosis
otak dan infark. Terutama
melibatkan puncak-puncak
gyrus karena bagian ini
akan bergesekan dengan
penonjolan dan lekukan
tulang saat terjadi
benturan.
Berdasarkan GCS

Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan Otak


Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologik (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologik (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s/d 6 jam, defisit Abnormal
neurologik (+)

Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit neurologik (+) Abnormal


KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
– LESI FOKAL

Cedera Scalp
• Bentuknya adalah laserasi dan
abrasi
• Penanda penting untuk
menentukan tempat terjadinya
benturan dan dapat memberi
gambaran objek yang
mengenainya
• Laserasi dapat menjadi jalur
masuk infeksi dan sumber
perdarahan.
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI – LESI
FOKAL

Fraktur Basis Cranii


– Fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak.
Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater yang merekat erat pada
dasar tengkorak.
– Fraktur basis cranii dapat menjadi indikasi besarnya energi mekanik yang mengenai
kepala serta mengakibatkan bocornya cairan serebrospinal dan mengisi sinus – sinus
– Trauma langsung biasanya terjadi di daerah oksipital, mastoid, supraorbital, sedangkan
yang tidak langsung biasanya terjadi pada wajah yang selanjutnya kekuataan tenaganya
dihantarkan melalui tulang-tulang wajah atau rahang bawah.
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI –
LESI FOKAL
Fraktur Basis Cranii
Anterior: fraktur tulang frontal,
ethmoid, dan sphenoid, duramater Media: os
melekat petrous yang memanjang Posterior: fraktur
• Rinorea ke telinga tengah kranio-orbita
• Dapat dideteksi dengan adanya • Otorea • Bilateral mastoid
halo atau double ring sign. • Gangguan N.VII dan ekimosis (battle sign)
• Perdarahan bilateral periorbital
N.VIII
ekimosis (racoon eye).
• Anosmia Racoon eye
Halo sign

Battle sign
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
– LESI FOKAL
Kontusio Cerebri
– Cedera yang mengakibatkan
parenkim otak mengalami edema dan
perdarahan.
– Dikarenakan jejas coup dan
countrecoup
Gejala Klinis:
– Muntah
– Sakit kepala
– Penurunan kesadaran
– Gejala neurologis fokal
– Kejang
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI –
LESI FOKAL
Epidural Hematoma (EDH)
• Perdarahan epidural diakibatkan fraktur linear tengkorak, terutama di daerah temporal pars
skuamosa yang menyebabkan robeknya arteri meningea media.
• Akumulasi darah diantara duramater dan tengkorak
Gejala klinis:
– Interval lusid
– Kesadaran semakin menurun
– Tanda peningkatan TIK: Nyeri kepala dan muntah
– Refleks Cushing: penurunan frekuensi nadi, pernapasan, dan peningkatan tekanan darah
– Hemiparesis kontralateral lesi
– Pupil anisokor
– Fraktur daerah temporal
– Refleks Babinski (+) kontralateral lesi
– CT scan: Gambaran hiperdens berbentuk bikonveks atau cembung
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI –
LESI FOKAL
Subdural Hematoma (SDH)
– Perdarahan subdural diakibatkan oleh robeknya vena
jembatan (bridging vein) yang berdekatan sinus sagittal
superior.
– Disebabkan oleh akselerasi dan deselerasi dengan atau
tanpa benturan langsung
– Akumulasi darah pada ruang subdural antara duramater dan
arachnoid
– Sering terjadi pada pasien geriatric  atrofi otak yang dapat
meningkatkan otak bergerak di dalam rongga otak
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI – LESI FOKAL

Subdural Hematoma (SDH)


Gejala Klinis:
– Dapat terjadi akut (<3 hari), subakut (3 hari – 3 minggu), atau kronik
(>3 minggu).
– Mirip dengan epidural
– Nyeri kepala
– Kesadaran menurun atau normal
– Kejang
– Subakut: penurunan fungsi neurologis
– Kronik: perubahan status mental, disfungsi neurologis fokal,
peningkatan TIK, dan kejang fokal. Dapat pula terjadi penurunan
kesadaran yang fluktuatif.
– CT scan: Gambaran hiperdens berbentuk seperti bulan sabit atau
konkaf/cekung.
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI –
LESI FOKAL
Subarachnoid Hematoma (SAH)
– Perdarahan subarachnoid diakibatkan oleh trauma langsung terutama
yang berhubungan dengan kontusio dan laserasi atau robeknya
aneurisma
– Akumulasi darah pada ruang subarachnoid antara arachnoid dan
piamater
– Faktor risiko: hipertensi, merokok, konsumsi alkohol berlebih dan usia.
Gejala Klinis:
– Penurunan kesadaran
– Sakit kepala
– Tanda iritasi meningen (muntah, nuchal rigidity (leher kaku))
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
– LESI FOKAL

Intraventrikular Hematoma (IVH)


– Akibat sekunder dari perdarahan intraserebral pada daerah
ganglia basal dan kontusio serebri.
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI –
LESI FOKAL

Intracerebral Hematoma (ICH)


– Perdarahan intracerebral disebabkan oleh disrupsi
parenkim otak akibat penonjolan patahan tulang dan
menyebabkan pembuluh darah terkait.
– Umumnya terbentuk di daerah ganglia basal,
thalamus dan susbstantia alba bagian sagittal.
– Gejala klinis serupa dengan perdarahan otak lainnya,
seperti rupture anuerisma
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI –
LESI DIFUS

Cedera Aksonal Difus

– Cedera aksonal difus dapat disebabkan oleh adanya akselerasi dan deselerasi cepat kepala serta Gerakan rotasi.
– Selain trauma, dapat disebabkan oleh hipoksia, iskemia, dan hipoglikemia.
– Secara patologi, dicirikan dengan kerusakan akson dan perdarahan petekie.
– Secara klinis pasien kehilangan kesadaran, disabilitas berat dan status vegetatif yang persisten.
– Gambaran CT scan sering tidak menunjukkan kelainan karena kerusakan berada di akson. Dapat dilakukan
pemeriksaan MRI untuk melihat parenkim otak.
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
– LESI DIFUS

Cedera Vaskular Difus


– Akibat besarnya energi mekanik yang
menyebabkam pecahnya pembuluh darah.
– Terdapat perdarahan petekie pada otak tanpa
cedera axonal
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
– LESI DIFUS

Edema dan Iskemia Cerebral


– Edema otak terjadi dari beberapa mekanisme, yaitu vasodilatasi pembuluh darah otak yang
meningkatkan volume darah ke otak, rusaknya sawar otak yang menyebabkan bocornya cairan
(edema vasogenik), dan meningkatnya kandungan air di dalam sel neuron pada sistem saraf pusat
(edema sitotoksik).
– Edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial, dan menurunkan tekanan perfusi otak
sehingga menyebabkan kerusakan otak akibat iskemia.
– TIK yang tinggi dapat menyebabkan herniasi otak.
– Herniasi subfalsin girus singulatum  kompresi arteri serebral anterior
– Herniasi transtentorial  kompresi arteri serebral posterior, girus parahipokampus, dan otak tengah
– Herniasi transtentorial menyebabkan iskemia yang menurunnya fungsi batang otak atau kematian
KLASIFIKASI BERDASARKAN LOKASI
– LESI DIFUS

Edema
DIAGNOSIS:
ANAMNESIS
– Mekanisme cedera kepala: proses, posisi saat kejadian, bagian tubuh pertama yang
terkena, kecepatan, besar kekuatan, obyek menyebabkan cedera.
– Tingkat kesadaran
– Durasi hilang kesadaran.
– Amnesia pascatrauma, kondisi pasien sebelum, saat dan setelah trauma.
– Nyeri kepala
– Gejala neurologis lain: anosmia, kejang, paresis kedua sisi, bingung, diplopia, dan orientasi
pasien terhadap waktu, tempat dan orang. Tanyakan keluar cairan melalui hidung dan
telinga
– Pengunaan obat rutin, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan gaya hidup.
DIAGNOSIS:
PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT scan MRI
– Menurut National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE), Menggambarkan luasnya cedera dan
indikasi CT scan adalah: mendeteksi cedera aksonal.
– Memiliki skor SKG <13 pascacedera.
– Skor SKG 13 atau 14 dua jam pascacedera.
– Curiga fraktur terbuka atau impresi.
– Memiliki tanda fraktur basis kranii.
– Kejang pascacedera.
– Defisit neurologis pascacedera.
– Muntah >1 kali.
– Amnesia tentang kejadian 30 menit sebelum cedera kepala.
TATALAKSANA

Farmakologi
Energensi
Edema sitotoksik: Manitol 20%
Prinsip emergensi dengan survei primer
– ABCD ■ Dosis 1 – 2 g/KgBB dalam waktu ½ - 1 jam
tetes cepat.
– Airway: cervical spine control, chin lift/jaw
■ Setelah 6 jam: 0,5 g/KgBB dalam waktu ½
thrust, bebaskan jalan napas.
- 1 jam tetes cepat.
– Breathing: Oksigenasi, Ventilasi
■ Selanjutnya 12 dan 24 jam: 0,25 g/KgBB
– Circulation: Bleeding control, Resusitasi cairan selama waktu ½ - 1 jam tetes cepat.
– Disability: memeriksa status umum dan fokal
neurologis
TATALAKSANA
Operatif
B. SDH:
A. EDH:
■ SDH luas >40 cc / 5 mm dengan skor SKF <6
– > 40 cc dengan midline shift dan fungsi batang
dan fungsi batang otak baik.
otak baik.
■ SDH tipis dengan penurunan kesadaran.
– >30 cc pada daerah fossa posterior dengan
■ SDH dengan edema serebri/kontusio serebri
tanda penekanan batang otak atau hidrosefalus
disertai midline shift dengan fungsi batang otak
dan fungsi batang otak baik. baik.
– Perdarahan progresif
– Perdarahan tipis dengan penurunan kesadaran.
TATALAKSANA
Operatif

C. ICH:
• Penurunan kesadaran progresif
• Hipertensi, bradikardi, dan gangguan pernapasan (refleks cushing)
• Terjadi perburukan pada suatu konidsi defisit neurologis fokal.

D. Fraktur impresi
E. Fraktur kranii dengan laserasi serebri
F. Fraktur kranii terbuka
G. Edema serebri berat yang disertai dengan tanda peningkatan TIK
Terapi Cedera Kepala Ringan
Indikasi rawat inap CKR:
– Nilai GCS <15
– Orientasi (waktu dan tempat) terganggu, adanya amnesia
– Gejala sakit kepala, muntah, dan vertigo
– Fraktur tulang kepala
– Tidak ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
Lama perawatan minimal 24 jam sampai 3 hari, kecuali terjadi hematoma
intrakranial
Terapi Cedera Kepala Ringan
Tata laksana dan tindak lanjut
– Tirah baring dengan kepala ditinggalkan 20°- 30°, dimana posisi kepala dan dada pada
satu bidang, lamanya disesuaikan dengan keluhan (sakit kepala, muntah, vertigo).
Mobilisasi bertahap harus dilakukan secepatnya
– Simtomatis:
– Analgetik (parasetamol, asam mefenamat), anti vertigo (beta histin mesilat), antiemetik
– Antibiotik jika ada luka (ampicilin 4x500 mg)
– Perawatan luka
– Muntah (+), berikan IVFD NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 1 kolf/12 jam, untuk mencegah
dehidrasi
PROGNOSIS

 Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan
otak yang terjadi.
 Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat
mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan
kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya
ingatan penderita akan pulih Kembali.
PENCEGAHAN
– Yang sangat efektif adalah pendidikan masyarakat
– Penggunaan helm penyelamat dan memadai.
– Penggunaan sabuk keamanan
– Penggunaan kantong udara 550.000 jiwa terselamatkan, 40.000 pengemudi
terhindar dari kerusakan yang serius
– Perilaku pengemudi
– Kecepatan kendaraan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfa AY. Penatalaksanaan Medis (Non-Bedah) Cedera Kepala. In: Basuki A, Dian S.Kegawatdaruratan Neurologi. 2nd Ed. Bandung:
Departemen/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD. 2009. p61-74.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Trauma Kapitis. In: Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM. 2006. p1-18.
3. Japardi I. Cedera Kepala: Memahami Aspek-aspek Penting dalam PengelolaanPenderita Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. 2004.
p1-154.
4. Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In: Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 th Ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. p1006-1042

5. Ginsberg L. Bedah Saraf: Cedera Kepala dan Tumor Otak. In: Lecture Notes: Neurologi. 8th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. p114-117
6. Kasan U. Jurnal Cedera Kepala. Available at:
http://images.neurosurg.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SZQ@KQoKCDUAAGkRGyM1/CEDERA%20KEPALA.DOC?
key=neurosurg:journal:9&nmid=198747111. Accessed on: September 23 2017.
7. RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Komosio Cerebri, CKR, CKS, CKB. In: Panduan Pelayanan Medis Departemen Neurologi. Pusat
Penerbitan Bagian Neurologi FKUI/RSCM. 2007. p51-58
8. Mayo Clinic. Traumatic brain injury. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/traumatic-brain-injury/DS00552. Accessed on September
23 2017.
9. Lombardo MC. Cedera Sistem Saraf Pusat. In: In: Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 th Ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. p1067-1077
10. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Cedera Kepala. In: Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. 2009. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. p12-18

Anda mungkin juga menyukai