Teknologi Informasi
BAB
BAB 22
Problematika
Problematika Hukum
Hukum
Dalam
Dalam Teknologi
Teknologi Informasi
Informasi
1
1. ASPEK HAK CIPTA
2
2. ASPEK MEREK DAGANG
3
3. ASPEK FITNAH & PENCEMARAN NAMA BAIK
4
LANJUTAN.....
5
4. ASPEK PRIVASI
Di banyak negara maju dimana komputer dan internet sudah diaskes oleh mayoritas warganya,
privasi menjadi masalah tersendiri.
Makin seseorang menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin tinggi pula privasi
yang dibutuhkannya.
Ada beberapa persoalan yang bisa muncul dari hal privasi ini :
1. Pertama, informasi personal apa saja yang dapat diberikan kepada orang lain?
2. Lalu apa sajakah pesan informasi pribadi yang tidak perlu diakses orang lain?
3. Apakah dan bagaimana dengan pengiriman informasi pribadi yang anonim ?
6
B. ASAS-ASAS YURIDIKSI CYBER
Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia tidak
memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat
transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.
Menurut Darrel Menthe, dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis yuridikasi, yaitu:
1. Yurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe)
2. Yurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
3. Yurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate)
7
C. ASAS PENENTUAN HUKUM
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku, dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
1. Subjective territoriality: Menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasakan tempat perbuatan
dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2. Objective territoriality: Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama perbuatan itu
terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3. Nationality: Menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
4. Passive nationality: Menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5. Protective principle: Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk menlindungi
kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban
adalah negara atau pemerintah.
6. Universality: Menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidanan dapat dituntut undang-undang hukum
pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia.
8
D. DEFINISI HACKER DAN CRACKER
10
G. MOTIF SERANGAN CRACKER
1) Status Sub-Kultural
2) Untuk mendapatkan akses
3) Balas dendam
4) Alasan politik
5) Alasan ekonomi
6) Kejahilan
11
1. STATUS SUB-KULTURAL
Status SUBKULTURAL dalam dunia CRACKER adalah sebuah gigi atau lebih tepatnya
kita sebut sebagai pencarian jati diri adalah sebuah aktifitas umum dikalangan hacker-
hacker muda untuk menunjukan kemampuannya dan Denial of Service merupakan
aktifitas CRACKER diawal karirnya.
Ryan Cleary (19 tahun), pada 2011 menyerang sistem keamanan Pentagon, CIA, Sony
dan Nintendo. Hal itu dilakukan melalui komputer di dalam kamar. Dia ditangkap oleh
FBI bekerjasama dg Kepolisian Metro London, dikarenakan telah juga melakukan
serangkaian serangan cyber terhadap dua badan musik terkenal Inggris.
12
2. UNTUK MENDAPATKAN AKSES
14
4. ALASAN POLITIK
Muslim Cyber Army (MCA) pada Maret 2018 ditangkap oleh kepolisian stelah
dilakukan pengembangan terkait isu penyerangan ulama oleh orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) yang viral di media sosial. Hasilnya, dari 45 kasus yang diviralkan
kelompok, hanya 3 kasus yang sesuai fakta dan 42 kasus merupakan Hoax.
Empat orang terduga anggota MCA yang ditangkap Polda Jatim. (Liputan6.com)
15
5. ALASAN EKONOMI
16
6. KEJAHILAN
17
F. CLOUD COMPUTING
19