Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang Munculnya

Hukum Pidana Khusus


• Proses kriminalisasi perbuatan tertentu dalam masyarakat
• UU yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap
perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu
masyarakat, sedangkan untuk merubah UU yang telah ada
dianggap banyak memakan waktu.
• Adanya suatu keadaan yang mendesak sehingga perlu
diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera
mengatasinya.
• Adanya suatu perbuatan yang khusus, dimana apabila
digunakan proses yang telah ada akan mengalami kesulitan
dalam pembuktiannya.
Hubungan Hukum Pidana Khusus
dan KUHP
• Pasal 103 KUHP
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab
VIII Buku ini juga berlaku bagi perbuatan-
perbuatan yang oleh ketentuan perundang-
undangan lain diancam dengan pidana, kecuali
jika oleh Undang-Undang ditentukan lain’
• Lex specialis derogat legi generali
Sumber Hukum Pidana Khusus
• KUHP
• KUHAP
• UU Darurat No 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan TPE
• UU No 25 Tahun 2009 tentang Narkotika
• UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
• UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
• UU No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
• PERPU RI No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme
• UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pengganti
Undang-undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme menjadi undang-undang
• UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan
• UU No 31 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
administrative penal law
Hukum pidana berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan hukum
administrasi.
• Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
• Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
• Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
• Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
• Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1960
tentang Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah untuk Tanaman-
tanaman Tertentu
• Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
• Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tntang Wajib Daftar Perusahaan
• Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi
Ultimum Remedium

hukum pidana merupakan suatu


sarana terakhir apabila sanksi lain
tidak lagi mempan
Batas-batas Penggunaan Hukum Pidana (1)

1. sebab-sebab kejahatan yang demikian kompleks berada di


luar jangkauan hukum pidana;
2. hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub-sistem)
dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi
masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan
kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah
sosio-psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-
kultural, dan sebagainya);
3. penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan
hanya merupakan ‘kurieren am sympton’, oleh karena itu
hukum pidana hanya merupakan ‘pengobatan simptomatik’
dan bukan ‘pengobatan kausatif’;
Batas-batas Penggunaan Hukum Pidana (2)

4. sanksi hukum pidana merupakan ‘remedium’ yang


mengandung sifat kontradiktif / paradoksal dan
mengandung unsur-unsur serta efek samping yang negatif;
5. sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan
individual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional;
6. keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan
sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperatif;
7. bekerjanya / berfungsinya hukum pidana memerlukan
sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih
menuntut ‘biaya tinggi’.

Anda mungkin juga menyukai