Kelompok 4:
A2 B2 D2
C2
-+ Au
+- Au
AI AI
Perlu diingat bahwa energi yg dimiliki akan semakin mengecil pada setiap pengulangan.
Apabila tidak ditambah energi dari luar, oscilasi akan cenderung berhenti. Arus Oscilasi
dihasilkan oleh terlepasnya muatan kondensator melalui suatu induktance yg rendah
tahanannya.
b. Frekuensi Oscilasi
• Satu gerakan ayunan adalah gerak dari satu posisi kembali ke posisi yg sama. (Satu gerak ayunan = cycle)
• Frekuensi Oscilasi adalah jumlah cycle dalam satu satuan waktu, dinyatakan dlm cycle/detik.
• Benda berayun akan memiliki frekuensi tertentu yg nilainya tergantung pd panjang tali. Tali pendek frekuensi akan tinggi dan
suatu pemberat akan beroscilasi pada frekuensi tertentu.
• Frekuensi oscilasi tergantung pd sifat fisik dari sistem Oscilasi tersebut & merupakan suatu faktor tetap untuk suatu sistem.
Frekuensi arus oscilasi akan tergantung pd sifat frekuensinya yg terdiri atas kapasitas kondensator dan nilai Induktance dari
coilnya.
• Kapasitas kondensator kecil menampung muatan yg sedikit jika muatan dilepaskan melalui sirkuitnya muatan cepat
habis dgn waktu yg singkat frekuensi akan tinggi.
• Arus induksi kecil setiap aliran arus akan pendek waktunya Frekuensi tinggi
Formula Oscilasi:
• METODE KUMPARAN
• METODE KONDENSOR FIELD
(KABEL/ SPOEL/ MAGNETODE
Sumber elektromagnetik pada Pada kumparan-kumparan medan
prinsipnya terdiri dari medan listrik
magnet lebih kuat di dalam & di sekitar
(E) yang dihasilkan oleh plat metal
electrode & medan magnet yang dibandingkan degan di luar kumparan.
dihasilkan oleh magnetode (H). Sedangkan kumparan medan listriknya
Magnetode dapat berupa kumparan yang melawan arah arus, lebih kuat di
kawat. dekat atau didalam kumparan
dibandingkan dengan as kumparan
yang nilainya nol. Distribusi medan
elektromagnetik yang dihasilkan oleh
kumparan terbesar pada jaringgan yang
superfisial jika pemasangannya
dililitkan.
3. Distribusi Temperature
Distribusi temperatur dalam jaringan ditentukan oleh 2 hal :
1. Dissipasi (Kerapatan massa EEM)
2. SAR = rata2 daya absorbsi tiap jaringan berbeda
Secara umum perubahan panas dalam jarigan ditentukan oleh kerapatan massa EEM (daya kondensi
listrik dalam Jaringan) yg didissipasikan dengan formula :
P 12 .E 2 (W/m3 )
● Keterangan :
● E = Intensitas arus listrik (medan listrik)
● P = Kerapatan massa energi elektromagnetik (EEM)
● = Jenis konduksi jaringan
Untuk pemakaian tipe kondensator & kumparan induksi, maka kecepatan absorbsi (kekuatan rata-rata
daya dissipasi) diberikan dengan satuan (W/kg), sebanding dgn intensitas arus listrik (medan listrik)
pangkat dua dan berbanding terbalik dgn kecepatan rata-rata EEM (P) dengan formula :
Keterangan :
2
E
H
H = Kecepatan absorbsi (kekuatan rata-rata daya dissipasi)
E = Intensitas arus listrik (medan listrik)
P P = Kerapatan massa EEM
Namun karena tiap-tiap jaringan mempunyai daya dissipasi yg berbeda, maka akan menghasilkan
absortion rate spesifik yg berbeda pada tiap-tiap jaringan dengan formula :
Keterangan :
2
1 .E SAR = Spesifik Absortion Rate
SAR (W/kg) E = Intensitas arus listrik (medan listrik)
2 P P = Kerapatan massa EEM
= Jenis konduksi jaringan
Pada kondensor field, komponen medan listrik diantara kedua platmempunyai nilai kuat,
sedangkan di sekitarnya lemah.
Jika elektrode-elektrode dipasang pada masing-masing sisi bagian tubuh, maka akan timbul
panas yg terjadi dalam Jaringan karena pemberian EEM melalui proses Dissipasi.
● Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat (collagen
kulit, tendon, ligamen & kapsul sendi) karena
penurunan viskositas matriks jaringan ikat.
● Jaringan otot
meningkatkan elastisitas jaringan otot,
menurunkan tonus otot dgn normalisasi
nocisensorik.
● Jaringan saraf
meningkatkan elastisitas pembungkus &
konduktivitas saraf,meningkatkan treshold.
FIDE (FISIKA DASAR)
PADA SWD PADA MWD
1. Migrasi ionen
2. Rotasi dipols
3. Distorsi isolator
Beberapa peristiwa bio-fisika di dalam jaringan akibat EKE dan IKE:
1. Pengaruh EEM HFC terhadap termosensor (lokal dan central termosensor)
a. CEM merangsang termosensor lokal maupun central (kulit dan hipotalamus)
b. IEM tidak merangsang termosensor central dengan posisi optimal pulse, dapat
merangsang termosensor lokal sehingga penderita merasakan hangat (mitis)
2. Pengaruh EEM HFC terhadap struktur artikular :
a. CEM menaikkan temperature sendi sekitar 36°C, akibatnya enzim sendi akan
terangsang sehingga tulang rawan sendi akan rusak (aus-congulasi dari jaringan yang
lain)
b. IEM hanya dapat meningkatkan temperature sendi paling maksimal 33°C, sehingga
tidak merusak tulang rawan sendi
3. Reaksi lokal jaringan terhadap kenaikan temperature 1°C dari temperature basal
pada tiap jaringan lunak. Kenaikan temperature seperti ini hanya dapat dicapai dengan
IEM
1. Shortwave Diathermy
Unit diatermi gelombang pendek pada dasarnya adalah pemancar radio. Komisi Komunikasi
Federal (FCC) menetapkan tiga frekuensi untuk unit diatermi gelombang pendek: 27,12 MHz
dengan panjang gelombang 11 m, yang paling banyak digunakan; 13,56 MHz dengan panjang
gelombang 22 m; dan 40,68 MHz dengan panjang gelombang 7,5 m, yang jarang digunakan.Unit
diatermi gelombang pendek terdiri dari catu daya yang menyediakan daya ke osilator frekuensi
radio. Osilator frekuensi radio ini memberikan osilasi yang stabil dan bebas drift pada frekuensi
yang diperlukan.
a. Efek Fisiologis
1. Jika terjadi kenaikan temperature jaringan 1-2ºC dari tcmperature basal tiap jaringan akan
menimbulkan:
a. Reaksi lokal : perbaikan metabolic lokal (homeostatic lokal vasomotion) sekitar 13%
b. Reaksi umum jika terjadi peningkatan temperature darah lebih dari 37,5ºC dan sendi lebih
dari 33ºC maka central perifer thermostat bekerja bersama-sama agar suhu basal tetap terjamin
dengan jalan:
• Vasodilatasi via saraf simpatis
• Sekresi 10 kali lipat
• Menekan kerja chemo-thermogenesis (adrenaline dan bhyroxine)
2. Peningkatan elastisitas jaringan collagen bertambah 5-10 kali lipat lebih baik, karena viscositas
matrix collagen menurun dan homeostatic local meningkat
3. Penguluran capsul lebih mudah tanpa merusak struktur jaringan sendi
4. Aktivitas noxe menurun (nyeri berkurang) akibat sedative efek, serta relaksasi otot bertambah
baik, via jasa system saraf
5. Elastisitas pembungkus jaringan saraf bertambah baik sehingga meningkatkan exitabilitas saraf
6. Meningkatkan suplai oksigen ke jaringan.
IEM 27 Mhz lebih efektif meningkatkan temperature basal 1-2ºC tiap jaringan dibandingkan dengan CEM 27
Mhz.
b. Bio-Therapeutik Reaction (reaksi penyembuhan Iuka)
Reaksi penyembuhan (healing procces) disebut juga neurogenic inflammation; misalnya peningkatan
reaksi radang, vasodilatasi di dalam area cedera dan vasocontriksi disekitar cedera, poriferasi
dll. Peranan EM 27 Mhz di sini adalah memacu rekasi radang, proliferasi collagen dan sicatrix, serta
mengurangi nyeri pada fase kronik. Adapun fase-fase Neurogenic inflammasi adalah:
2. Microwave Diathermy
Diatermi gelombang mikro memiliki dua frekuensi yang ditetapkan FCC di negara ini, 2456 dan
915 MHz. Unit diatermi gelombang mikro menghasilkan medan listrik yang kuat dan medan
magnet yang relatif kecil. Pemanasan disebabkan oleh vibrasi intramolekular dari molekul-molekul
yang polaritasnya tinggi. MWD sendiri memiliki panjang gelombang 12,25 cm.
a. Efek Fisiologis
1. Perubahan panas/temperatur
• Metabolisme sel sel lokal sekitar 13% tiap kenaikan temperatur I derajat C, namun
penetrasi dangkal hanya sekitar 3 cm dan aplikasinya lokal
• Timbul respon panas pada sisi kontralateral dari segmen yang sama
• Penetrasi dan perubahan temperatur lebih terkontasi pada jaringan otot sebab jaringan
otot lebih banyak mengandung cairan/darah (MWD lebih banyak diserap oleh
jaringan yang banyak mengandung cairan)
2. Meningkatkan elastisitas jaringan ikat 5-10 kali lebih baik seperti jaringan kulit, otot,
tendon, ligamen, dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas jaringan.(terbatas pada
jaringan ikat yang Ietak kedalaman ± 3 cm)
3. Menurunkan tonus otot Iewat normalisasi nocisensorik kecuali hypertonik otot akibat
emosional.
4. Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf, konduktifitas saraf, dan meningkatkan
ambang rangsang, serta memberikan efek sedatif pada saraf sensorik
5. Meningkatkan suplai oksigen ke jaringan.
b. Efek Terapeutik
1. Penyembuhan luka/trauma pada jaringan lunak
Meningkatkan proses reparasi jaringan sec. fisiologis.
(ada beberapa pendapat bahwa pada fase remodelling dianjurkan untuk menggunakan CEM)
2. Nyeri, hipertoni, dan gangguan vaskularisasi
Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, perbaikan sistem metabolisme
3. Kontraktur jaringan lemak
Dengan peningkatan elastisitas jaringan lemak, maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan
untuk persiapan terapi latihan
4. Gangguan konduktifitas jaringan saraf
Jika elastisitas & treshold jaringan saraf semakin membaik maka konduktivitas jaringan saraf membaik
pula, prosesnya lewat efek
c. Efek-efek lain dari MWD
1) Efek Umum
Merasa lemah badan, pusing, mengantuk (jarang terjadi)
2) Jaringan Darah & Lymphe
• Leucopeni awal setelah itu diikuti dengan leukositosis (jarang terjadi)
• Penurunan kadar gula darah sedangkan pengobatan pada daerah pankreas dapat
meningkatkan kadar gula darah (jarang terjadi)
Indikasi , kontraindikasi , dan
metode teknik
Dewi masitoh
INDIKASI SWD DAN MWD
Penggunaan SWD dan MWD diterapkan pada fase penyembuhan luka .
SWD MWD
Kondisi peradangan dan kondisi Selektif pemanasan otot ( jaringan
sehabis trauma ( trauma pada kolagen ) , spasme otot , kelainan saraf
musculoskeletal ) , adanya keluhan perifer ( neuralgia neuritis )
nyeri pada system musculoskeletal
( kondisi ketegangan ,
pemendekan , perlengketan otot
jaringan lunak ) .
KONTRAINDIKASI SWD DAN MWD
Logam dalam tubuh Setelah menjalani terapi rontgen
Gangguan sensibilitas
Neuropathi
Transqualiser
SWD MWD
Kondisi peradangan dan kondisi Selektif pemanasan otot ( jaringan
sehabis trauma ( trauma pada kolagen ) , spasme otot , kelainan saraf
musculoskeletal ) , adanya keluhan perifer ( neuralgia neuritis )
nyeri pada system musculoskeletal
( kondisi ketegangan ,
pemendekan , perlengketan otot
jaringan lunak ) .
Hal – hal yang harus diperhatikan pada penggunaan alat SWD dan MWD :
1. Penggunaannya tidak boleh nyeri bahkan tidak bolelh menyebabkan panas yang berlebihan
2. Penggunaannya tidak boleh sampai timbul panas apabila terdapat kemungkinan dapat
diperkirakan ada gangguan sirkulasi darah sehingga tidak dapat menyebarkan panas yang
terjadi .
TEKNIK SWD DAN MWD
Pada penggunaan alat , maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut :
● Ukuran electrode / magnetode yang sesuai dengan area yang akan diberikan terapi
● Jarak antara electrode dengan kulit
● Posisi electrode dengan area yang akan diberikan terapi
● Teknik pemasangan electrode :
- Coplanar : elektroda berdampingan disisi sama dengan elektroda adequate , pemanasan
superficial , jarak antara kedua elektroda lebih lebar dengan daripada elektroda
- Contraplanar : penetrasi panas kejaringan lebih dalam , dipermukaan berlawanan dengan
bagian terapi
- Trough and trough : Untuk local dan dalam
- cross – fire : Untuk suatu daerah organ yang berongga / pelvis
-Monopolar : untuk jaringan local dan dangkal
- Cable method : yang dituju daerah atau anggota berupa silinder memanjang .
● Mengontrol suhu kulit pasien selama penggunaan alat agar tidak menimbulkan panas yang
berlebih
TEKNIK SWD DAN MWD
TEKNIK APLIKASI SWD :
● Pre pemanaan alat 5 – 10 menit , jarak antara elektroda dengan pasien 5 – 10 cm/jengkal
● Durasi 15-30 menit
● Intensitas sesuai dengan aktualitas patologi
● Posisikan pasien senyaman mungkin , terbebas dari pakaian dan logam
● Melakukan tes sensabilitas
● Pasang elektroda
● Pasien tidak boleh bergerak
● Intensitas dipertahankan sesuai dengan toleransi pasien
● Setelah selesai , alat dikembalikan pada posisi semula serta semua tombol dikembalikan ke
posisi nol
● Evaluasi pasien dengan memeriksa reaksi yang terjadi setelah penggunaan alat .
TEKNIK SWD DAN MWD
TEKNIK APLIKASI MWD:
● Persiapan alat , test , pre pemanasan 5 – 10 menit , jarak kurang dari 10 cm dari kulit
● Bebaskan pasien dari pakaian dan logam
● Posisikan pasien senyaman mungkin
● Lakukan tes sensasibilitas
● Jarak 5- 10 cm
● Durasi 20-30 menit
● Alat 2456 MHz
● Dosis intensitas ditentukan oleh aktualitas patofisiologis
● Intensitas dipertahankan sesuai dengan toleransi pasien
● Setelah selesai , alat dikembalikan pada posisi semula serta semua tombol dikembalikan ke
posisi nol
● Evaluasi pasien dengan memeriksa reaksi yang terjadi setelah penggunaan alat .
References
● Aras, D., & Andi, B. A. (2017). Sumber Fisis. CV. Physio Sakti.
● Prentice, W. E. (2011). Therapeutic modalities in rehabilitation
(4th ed.). McGraw Hill Professional
● Sudarsini. (2017). Fisioterapi. Malang, ID: Penerbit gunung
samudera.
● Munawwarah, M., Wahyuddin, & Abddurosyid. (n.d.). Modul
praktikum. Mata Kuliah Elektrofisika dan Sumber Fisis.
Retrieved from https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Course-944-7_0009.Image.Marked.pdf