LINTAS BUDAYA
PENGERTIAN DAN SEJARAH
KONSELING LINTAS BUDAYA
1905110153 1905125005
1905112332 1905112817
A. PENGERTIAN
A.PENGERTIAN
KONSELING LINTAS
BUDAYA
Dalam pandangan Rendon perbedaan budaya bisa
terjadi pada rasa tau etnik yang sama apapun
berbeda. Oleh sebab itu, definisi konseling lintas
budaya yang dapat dijadikan rujukan adalah sebagai
berikut. Konseling lintas budaya adalah berbagai
hubungan konseling yang melibatkan para peserta
yang berbeda etnik atau kelompok-kelompok
minoritas; atau hubungan konseling yang melibatkan
konselor dan konseli yang secara rasial dan etnik
sama, tetapi memiliki perbedaan budaya dikarenakan
variabel-variabel lain seperti seks, orientasi seksual,
faktor sosio-ekonomik, dan usia
3 ELEMEN DALAM KONSELING LINTAS BUDAYA
1 2 3 4
UNTUK KONSELOR
UNTUK PEMAHAMAN
KONSELI
UNTUK PROSS
KONSELING
D. FAKTOR PENGHAMBAT
KONSELING LINTAS BUDAYA
BAHASA
.Hambatan ini bisa dijumpai jika konselor menghadapi klien yang memungkinkan
menguasai bahasa lain, tingkat penguasaan budayanya kurang. Keadaan di Indonesia
sering konselor menguasai bahasa daerahnya disamping bahasa Indonesia.
NILAI
.
Nilai ikatan budaya merupakan suatu penghambat pada konseling lintas budaya.
Konselor secara tidak sadar memaksakan nilai-nilai meraka pada klien minoritas
(Belkin, 1984) misalnya perbedaan nilai budaya tentang sikap terbuka
STREOTIP
. Streotip adalah opini/pendapat yang terlalu disederhanakan dan tidak disertai
penilaian/ kritikan (Brown dan Srebarus, 1988). Stereotip merupakan generelisasi
mengenai orang-orang dari kelompok lain dimana seseorang member defenisi dahulu
baru mengamati
KELAS SOSIAL
Didalam masyarakat terdapat kelas sosial atas (atas-atas, atas-menengah, atas
bawah); menengah (menengah atas, menengah-menengah, menengah bawah); dan
bawah (bawah atas, bawah menegah, bawah-bawah).
SUKU DAN BANGSA
Banyak perhatian diberikan pada perbedaan budaya pada suku/bangsa minoritas dan
pengaruh perbedaan ini pada masalah- masalah yang berhubungan dengan konseling
JENIS KELAMIN
.
Perbedaan jenis kelamin antara konselor dengan klien juga merupakan penghambat
proses konseling.
USIA
.
Proses konseling tidak hanya untuk anak-anak usia remaja. Perkembangan berikutnya
konseling melayani segala usia, dan anak- anak sampai usia tua.
GAYA HIDUP
Profesi konseling sudah mencapai posisi semua minta individu dan masyarakat
dilayani dengan lebih efektif di dalam budaya majemuk, yang menggap sahnya
berbagai gaya hidup.
E. MODEL KONSELING LINTAS BUDAYA
1.MODEL BERPUSAT PADA BUDAYA
Palmer and Laungani berpendapat bahwa budaya-budaya
barat menekankan individualism, kognitivisme, bebas, dan
materialism. Sedangkan budaya timur menekankan
comunalisme, emosionalisme, determinisme, dan
spiritualisme. Konsep-konsep ini bersifat kontinum tidak
dikhotomus.
3. MODEL ETRNOMEDIKAL
Model etrnomedikal pertama kali diajukan oleh Ahmed
s
e nt Fraser (1979) yang dalam perkembangannya
ont dilanjutkan oleh Alladin (1993), model ini merupakan
C alat konseling transkultural yang berorientasi pada
paradigma memfasilitasi dialog therapeutic dan
peningkatan sensitifitas transkultural.
2. MODEL INTREGATIF
Menurut Jones dalam Palmer dan Laungani, pada
kenyataannya sungguh sulit untuk memisahkan
pengaruh semua kelas variabel tersebut.
Menurutnya, yang menjadi kunci keberhasilan
konseling adalah asesmen yang tepat terhadap
pengalaman-pengalaman budaya tradisioanal
sebagai suatu sumber perkembangan pribadi.
B. SEJARAH
Isu-isu tentang antar atau lintas budaya yang disebut juga
multibudaya meningkat dalam dekade 1960-an, yang
selanjutnya melatari kesadaran bangsa Amerika pada
dekade 1980-an. Namun, rupanya kesadaran itu disertai
dengan kemunculan kembali sikap-sikap rasialis yang
memecah-belah secara meningkat pula (Hansen, L. S.,
1997:41). Hal ini menjelaskan pandangan, bahwa
dibutuhkan pendekatan baru untuk kehidupan pada abad-
21, baik yang melingkup pendidikan bagi orang biasa
maupun profesional dalam bidang lintas serta keragaman
budaya.
JURNALTERKAIT
Judul: Konseling Lintas Budaya dan Agama (Nilai-Nilai pada
Masyarakat Suku Batak dalam Melakukan Pendampingan terhadap
Disabilitas)
Kesimpulan: Nilai-nilai masyarakat suku Batak melalui Hagabeon dan Dalihan Na
Tolu, memberi satu model konseling lintas budaya bahwa disabilitas atau difabel
merupakan manusia yang memiliki keterbatasan aktivitas dan pembahasan partisipasi
yang membutuhkan hidup yang dimanusiakan. Disabilitas atau diffabel adalah
fenomena kompleks, Bukan kutukan atau karma atas dosa keluarga, melainkan karya
paling agung dari Allah.
KELOMPOK 1 :
MASRO FATIL KHASANAH (1905112817)
RAHMI RAMADHANI (1905112332)
SALSABILA ROSMA NURLINDHA (1905125005)
WIDYA PERMATA SARI (1905110153)