Raja
Keraman
individu
Kerajaan di Nusantara tumbuh dari bawah (desa/wanua), tapi berbeda dengan karakteristik asli
desa yang demokratis, kerajaan bersifat absolut, otoritarian, dan sentralistis (konsentrik).
Pembagian wilayah kerajaan selain bersifat konsentrik (dengan istana sebagai pusatnya) juga
bersifat dikotomis pusat dan pinggiran; negara agung (keraton) dan manca negara (pesisir).
Kuthagara (kota) dan desa.
Raja harus selalu menjaga kesetiaan daerah melalui:
a)Perjalanan keliling ke semua daerah secara teratur;
b)Menempatkan agen terpercaya dan mata-mata di semua daerah;
c)Mengangkat putera pejabat lokal sebagai abdi keraton;
d)Menempatkan anggota keluarga dalam posisi penting;
e)Menarik pejabat daerah yang dianggap akan membelot untuk ditempatkan di keraton sehingga
mudah diawasi.
Masuknya ajaran islam yang egaliter mengubah pola struktur masyarakat feodal yang hirarkhis
karena kelas bangsawan yang secara ekonomis kuat masih terkonsentrasi di keraton, sedangkan
massa rakyat berada dalam kondisi ekonomis yang jauh lebih lemah dan tidak berbentuk kelas
menengah yang mandiri.
Karakteristik sistem pemerintahan daearh pada masa kerajaan Nusantara, yaitu:
a)Sumber legitimasi kekuasaan raja adalah keturunan atau wahyu;
b)Raja adalah penjaga kesatuan, penjaga dunia, pemelihara alam semesta, pelindung kerajaan
dan kawulanya (patrimonial);
c)Keputusan pemerintah dirumuskan mutlak oleh raja, peraturan bersifat lisan (tidak tertulis),
sehingga dapat berubah setiap saat tergantung pada kepentingan raja;
d)Jabatan pemerintah dipegang oleh suatu elit secara personal dan paternalistik atas dasar
keturunan dan kekerabatan;
e)Pejabat birokrasi bertugas menjaga ketentraman raja dan keluarganya, karenanya berorientasi
pada penguasa (bukan rakyat);
f) Para pejabat memperoleh gaji berupa tanah jabata; dan
g)Keraton menjadi pusat patronase gaya hidup, kesenian, dan kemakmuran.