Anda di halaman 1dari 51

KEBIJAKAN DAN DESENTRALISASI FISKAL

Kuliah ke…

M. Yusri Zamhuri
KEBIJAKAN DAN DESENTRALISASI FISKAL

Overview:
1. Pendahuluan
2. Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal
3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
4. Keberlanjutan Fiskal dan Kasus Indonesia
5. Penutup
Ad.1. Pendahuluan

Apa itu desentralisasi fiskal ?

 Desentralisasi fiskal, bertalian dengan


bagaimana pengelolaan dan
penganggaran sektor pemerintah.
Pendahuluan cont’d
 Sektor pemerintah mempunyai struktur tingkatan
yang berbeda antar satu negara dengan negara
lain

INDONESIA:
Pemerintah pusat, Propinsi, Kabupaten dan
kota, kecamatan, dan kelurahan/desa

USA:
Federal government, state, local/county
government.
Pendahuluan cont’d
 Pembagian tanggung jawab tentang
pengorganisasian dan penganggaran
berbagai tingkat pemerintahan dari
berbagai negara adalah berbeda.
 Terdapat tiga cara pengorganisasian dan
penganggaran sektor pemerintah pada
negara-negara desentralisasi yaitu
dekonsentrasi (deconcentration), delegasi
(delegation), dan devolusi (devolution).
Pendahuluan cont’d
 Dekonsentrasi adalah proses pemindahan
kewenangan pengambilan keputusan (shifting
decision-making power) dalam struktur
pemerintahan pusat, dari pemerintah pusat
ibukota negara ke pemerintahan pusat yang ada
di daerah (propinsi).
 Delegasi adalah proses pemindahan tanggung
jawab pengeluaran dari pemerintah pusat ke
badan pemerintah yang semi-otonom,
organisasi pihak ketiga yang tidak sepenuhnya
dikontrol oleh pemerintah pusat, namun
akuntabel untuk melaksanakannya.
Pendahuluan cont’d
 Devolusi adalah proses pemindahan
fungsi-fungsi kewenangan pemerintahan
dan pengeluaran (shifting responsibility for
government functions and expenditures)
dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah
Pendahuluan cont’d
 Desentralisasi fiskal adalah konsep
penentuan kewenangan pengambilan
keputusan fiskal, pengaturan tanggung
jawab pada pemerintahan yang lebih
rendah pada sistem pemerintahan
desentralisasi. Dengan demikian, maka
pemerintah daerah memiliki kewenangan
tertentu dalam otonomi fiskal
Pendahuluan cont’d
 Desentralisasi fiscal, kewenangan daerah
untuk mengurus penganggaranya sendiri
dari sumber-sumber kapasitas fiskal
masing-masing. (Setiap daerah memiliki
kapasitas fiskal yang berbeda-beda;
Daerah-daerah yang mempunyai fiscal
gap memerlukan bantuan dari pemerintah
pusat, yang selanjutnya bantuan ini
disebut sebagai dana perimbangan
keuangan.
Pendahuluan cont’d

 Prasyarat penting desentralisasi fiskal


adalah adanya desentralisasi politik.
Ad.2.Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal

Secara berurutan, ada 4 pilar utama


desentralisasi fiskal:

1. Expenditure responsibility
2. Revenue assignment
3. Intergovernmental fiscal transfer
4. Subnational/regional borrowing
Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal cont’d
EXPENDITURE RESPONSIBILITY:
 Fungsi dan tanggung jawab apa yang
diemban oleh setiap tingkatan
pemerintahan ?
 Kunci utama dalam menjawab pertanyaan
tersebut adalan prinsip subsidi
(subsidiarity principle).
Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal cont’d
Dalam “subsidiarity principle” menyebutkan
bahwa terdapat 3 jenis fungsi pemerintah pusat
dapat dilakukan atau 3 aktifitas utama yang
dibiayai oleh pemerintah pusat yaitu:
1. Penentuan barang dan jasa publik yang
bermanfaat langsung secara nasional.
2. Redistribusi pendapatan atau kebijakan yang
berkaitan dengan kebijakan sosial
3. Kegiatan-kegiatan pemerintah yang
mempunyai spillover antar daerah
Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal cont’d
REVENUE ASSIGNMENT:
 Sumber-sumber pendapatan yang mana untuk
membiayai pengeluran
 Penganggaran semestinya sesuai dengan
program/proyek pembangunan yang telah
ditetapkan (finance should follow function)
Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal cont’d
INTERGOVERNMENTAL FISCAL TRANSFERS:
 Disamping sumber-sumber penerimaan asli
daerah sebagai sumber penganggaran
pembangunan di daerah, pemerintah pusat
melalui intergovernmental transfer atau grants
sebagai sumber penganggaran.
 Transfers dapat digunakan untuk berbagai
tujuan; vertical fiscal balance, horizontal fiscal
balance, tujuan spesific nasional
 Vertical fiscal balance ditujukan untuk menjamin
keseimbangan antara kebutuhan fiskal dengan
sumber-sumber fiskal pada berbagai tingkat
pemerintah
Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal cont’d
 Horizontal fiscal balance ditujukan untuk
menjamin keseimbangan sumber-sumber
alokasi antara unit-unit pemerintah pada
tingkat pemerintah yang sama.
 Tujuan spesifik nasional ditujukan untuk
menjamin keseimbangan fiskal akibat
adanya spillover atau externalitas yang
ditimbulkan oleh program pembangunan
yang dilaksanakan.
Pilar-Pilar Desentralisasi Fiskal cont’d
SUBNATIONAL BORROWING
 Keseimbangan fiskal pemerintah daerah
dapat didefinisikan sebagai selisih antara
expenditure responsibility dengan
pendapatan asli daerah dan transfer.
 Jika anggaran pengeluaran tidak cukup dari
sumber pendapatan asli daerah dan sumber
transfer, maka akan mengkibatkan defisit
anggaran daerah, dan untuk menutupi defisit
ini, sumber pinjaman merupakan suatu
alternatif.
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal

 Kebijakan melakukan desentralisasi fiskal


dilakukan atas pertimbangan cost dan benefit
yang ditimbulkannya.

 Potensi keuntungan dari desentralisasi fiskal


antara lain: (moving government closer to the
people)
1. Pelayanan publik yang lebih baik, karena
sesuai dengan kebutuhan lokal.
2. Akuntabilitas pemerintah daerah yang
lebih baik, pelayanan publik yang baik.
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
cont’d
3. Kesedian membayar atas jasa pelayanan
(willingness to pay for service), karena
pelayanan publik yang diberikan sesuai
dengan preferensi lokal.
4. Mendukung pembangunan dari bawah.
5. Meningkatkan mobilisasi penerimaan daerah,
karena pemerintah daerah berada dalam posisi
yang baik dalam meningkatkan sumber
penerimaan tertentu di daerah.
6. Inovasi dalam kegiatan ekonomi, karena
dengan desentralisasi memungkinkan daerah
dapat melakukan eksperimen fiskal.
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi
Fiskal Cont’d
Disisi lain desentralisasi fiskal melahirkan
potensi kerugian:
1. Kontrol pemerintah pusat melahirkan kontrol
yang lebih ketat terhadap kebijakan fiskal,
stabilitas ekonomi, kondisi-kondisi ekonomi
makro.
2. Pemerintah pusat harus mempunyai
kemampuan untuk melakukan distribusi
pendapatan.
3. Secara politik, desentralisasi fiskal dapat
mendorong merenggangkan persatuan
nasional (discourage national unity),
memerlukan otonomi daerah yang luas
(possibly regional independence).
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d
Dari pertimbangan keuntungan dan
kerugian yang dikemukakan sebelumnya,
strategi kebijakan desentralisasi fiskal
dapat dilakukan. Pertimbangan lain adalah
berdasarkan evaluasi pengalaman
negara-negara desentralisasi, serta macth
antara teori dan praktek. (Roy Bahl, 1999)
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 1:
“Desentralisasi fiskal harus dipandang
sebagai sebuah sistem yang
komprehensif”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 2:
“ Finance follows function”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 3:
“Harus ada kemampuan yang kuat oleh
pemerintah pusat untuk memonitor dan
mengevaluasi desentralisasi”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d
Aturan 4:
“Satu intergovernmental system tidak akan
sesuai dengan kebutuhan kota dan desa”,
membutuhkan berbagai variasi
intergovernmental system.
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d
Aturan 5:
“Desentralisasi fiskal memerlukan local
government taxing powers yang signifikan”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 6:
“Pemerintah pusat harus dapat menjalankan
dan menjaga aturan yang dibuatnya”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 7:
“ KIS (Keep it simple)”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 8:
“Desain intergovernmental transfer system
harus sesuai dengan tujuan reformasi
desentralisasi”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d
Aturan 9:
“Desentralisasi fiskal harus
mempertimbangkan tiga tingkatan
pemerintah (pusat, propinsi, dan
kabupaten/kota)”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d

Aturan 10
“Jalankan sistem penganggaran “ a hard
budget constraint”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi Fiskal
Cont’d
Aturan 11:
“Kenali bahwa intergovernmental system
selalu dalam posisi transisi, dan untuk itu
buatlah rencana”
Ad.3. Beberapa Syarat Desentralisasi
Fiskal Cont’d
Aturan 12:
“the must be a champion for fiscal
decentralization”
Fiscal Sustainability
Persoalan mendasar dalam pengeluaran dan
kebijakan fiskal adalah pemerintah dibatasi
oleh anggaran yang tersedia (budget
constraint)

Bilamana selisih antara anggaran yang


tersedia dengan kebutuhan pengeluaran
adalah negatif, maka pemerintah
menghadapi defisit anggaran (budget
deficit), dan sebaliknya positif, maka
pemerintah memiliki kelebihan anggaran
(budget surplus)
Government Budget Constraint Dapat Dijelaskan
Dengan Persamaan Sederhana Berikut:

PtGt – PtTt + (1+r)(Pt-1)(Bt-1) = PtBt + Mt – Mt-1

dimana:
PtGt : Pengeluaran nominal pemerintah pd thn t
PtTt : Penerimaan pajak nominal
PtGt – PtTt : Defisit/surplus anggaran nominal
pada thn t
r : Tingkat suku bunga nominal pembayaran
hutang.
(Pt-1)(Bt-1): Nilai nominal hutang nasional pada
periode t-1 dan t
Government Budget Constraint Cont’d
PtBt : Nilai nominal hutang pada periode t
Mt – Mt-1 : Perubahan pada high-power money
(M0) yang dikeluarkan antara tahun t-1 dan t

Pada sisi kiri persamaan menunjukkan defisit


anggaran yang harus dibiayai, dan pembayaran
bunga dan pokok hutang periode lampau.

Pada sisi kanan persamaan menunjukkan cara


pembiayaan. Pertama, pemerintah dapat
berhutang sebesar PtBt baik dengan surat
hutang dalam negeri maupun dengan pinjaman
luar negeri
Government Budget Constraint Cont’d
Kedua, pemerintah dapat membiayai dengan
meminjam dari bank sentral (mencetak uang)

Selain dari dua cara tersebut, defisit anggaran


umumnya ditutupi dengan tiga sumber
pinjaman:

1. Meminjam dari keseluruhan sistem


perbankan.
2. Non-bank borrowing
3. External borrowing
Meminjam Dari Keseluruhan Sistem Perbankan

Jika bank sentral tidak mengakomodasi


tambahan kredit, maka bank-bank umum
akan mengurangi kredit yang diberikan ke
sektor swasta, akibatnya terjadi crowding out
effect.

Crowding out effect; pembiyaan defisit


pemerintah dengan pinjaman dari bank-bank
umum menyebabkan meningkatnya tingkat
suku bunga, dan pada gilirannya
menurunkan investasi yang berimplikasi
menurunnya pendapatan nasional
Non-Banking Borrowing
Pemerintah menjual surat berharga kepada
masyarakat.

Dapat menghindari resiko inflasi dan krisis


eksternal, namun kebijakan ini juga
mengakibatkan crowding out, sebagai akibat
meningkatnya suku bunga, pada gilirannya
meningkatkan pembayaran di masa
mendatang dan menciptakan defisit baru.
External Borrowing

Pemerintah meminjam dari luar negeri,


menjual surat berharga kepada non-
residents, dan menggunakan cadangan
devisa (nasional).

Pembiyaan defisit anggaran dengan devisa


ada batasnya, dan jika ekspektasi swasta
melampaui batas ini akan terjadi capital flight,
depresiasi nilai tukar dan tekanan inflasi.
Fiscal Sustainability di Indonesia

 Perkembangan perekonomian Indonesia


sebelum dan sesudah krisis menunjukkan
fluktuasi yang sangat tajam.

 Kondisi ini mempunyai implikasi terhadap


masalah dan kebijakan yang dilakukan
pemerintah. Terutama berpengaruh besar
pada kondisi anggaran pemerintah
Kesinambungan Fiskal: Masa Pra-krisis
dan Masa Krisis
Masa Pra-Krisis
Pengelolaan fiskal periode 1991/1992-
1996/1997 menunjukkan kondisi fiskal yang
stabil dan berkelanjutan, ditandai dengan rasio
pinjaman/PDB menurun dari 35% pada tahun
1991/1992 menjadi 23% pada tahun
1996/1997.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah pada
saat tersebut antara lain:
Kesinambungan Fiskal Masa Pra-krisis Cont’d

A. Menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi


dan kondisi ekonomi yang stabil (pertumbuhan
rata-rata 7.8 % per tahun, suku bunga riil 2%,
kombinasi ini memungkinkan tercipta surplus
anggaran dan surplus kesimbangan uang
primer yang dapat digunakan untuk membayar
hutang)

B. Menjaga anggaran memaksimalkan surplus


dan meminimalkan defisit (rata-rata tercipta
surplus rata-rata kurang 1 % dari PDB, dari
1991/1992 – 1996/1997 terjadi peningkatan
pembayaran cicilan hutang pemerintah)
C. Meminimalkan metode pembiyaan defisit
anggaran yang berpotensi menimbulkan
instabilitas makroekonomi

Pada periode 1991/1992-1996/1997, pembiyaan


dari bank sentral tidak digunakan
Masa Krisis

 Kesinambungan fiskal berubah drastis


 Rasio utang meningkat drastis dari 22,7%
pada periode 1996/1997 menjadi 68% pada
periode 1997/1998, sebagai akibat dari
lonjakan hutang luar negeri dari 127,24 triliun
menjadi 425,41 triliun yang disebabkan oleh
depresiasi Rp. yang mencapai 600 %.
 1998/1999 (puncak krisis), pendapatan
negara dan hibah mengalami penurunan
(kontribusi komponen ini menurun 16% pada
tahun 1997/1998, menjadi 14,8% pada tahun
1998/1999 terhadap PDB
Masa Krisis Contd’
 Terjadi peningkatan belanja negara bukan
hanya akibat meningkatnya pembayaran hutang
tetapi juga adanya bantuan kepada masyarakat
(subsidi dan jaring pengaman sosial)

 Pasca krisis, adanya kebutuhan dana untuk


desentralisasi fiskal, penerapan otonomi daerah,
biaya rekapitulasi sektor perbankan, akibatnya
keseimbangan primer menurun dan bernilai
-0.1% PDB 1998-2000
Masa Krisis Contd’

 Pemerintah melakukan pinjaman dalam negeri


dalam bentuk penerbitan obligasi dan surat
hutang negara, yang mengakibatkan beban
hutang semakin membekak

 Pada tahun 1999/2000 rasio hutang terhadap


PDB melebihi PDB itu sendiri (101,2% PDB)

 Membekaknya hutang pemerintah merupakan


ancaman bagi kesinambungan fiskal dan
pemulihan ekonomi nasional
Ringkasan Masalah Yang Mengancam
Kesinambungan Fiskal Pada Masa Krisis
 Terdapat banyak masalah dalam desentralisasi
fiskal antara lain:
1. Penyerahan tanggung jawab pengeluaran,
bila ini tidak jelas maka ada kemungkinan
timbulnya pengeluaran tambahan untuk
menjamin kewajiban pemerintah seperti
ketersediaan bahan pangan utama,
pendidikan, dan kesehatan.

2. Dalam waktu yang bersamaan daerah


memiliki keterbatasan untuk meningkatkan
penerimaan terutama yang bersumber dari
pajak.
Ringkasan Masalah Yang Mengancam
Kesinambungan Fiskal Pada Masa Krisis
(Cont’d)

 Krisis, bersama dengan bencana elnino,


menyebabkan meningkatnya kemiskinan,
akibatnya:
1. Munculnya kebutuhan penyediaan
jaring pengaman sosial.
2. Biaya pengurangan kemiskinan 5 kali
lipat dibandingkan sebelum krisis
3. Subsidi meningkat
Ringkasan Masalah Yang Mengancam
Kesinambungan Fiskal Pada Masa Krisis (Cont’d)

 Kebutuhan good governance untuk mengurangi


korupsi dan perbaikan pelayanan publik yang
memerlukan reformasi pada sektor publik,
implikasinya perlu ada perbaikan kesejahteraan
pegawai negeri.

 Jika pemulihan ekonomi berjalan lambat,


sedangkan faktor ketidakpastian, akan
menyebabkan tingkat pertumbuhan riil lebih
rendah dari tingkat suku bunga rill, akibatnya rasio
pinjaman terhadap PDB meningkat
Penutup

Diskusi

Anda mungkin juga menyukai