Anda di halaman 1dari 37

Penyelidikan Epidemiologi

(PE) di Lapangan (Puskesmas)


Anisa Catur Wijayanti, SKM., M.Epid.
Prodi Kesehatan Masyarakat
FIK - UMS
Penyelidikan Epidemiologi
• Penyelidikan Epidemiologi kegiatan penyelidikan atau survey yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau penyakit secara lebih menyeluruh.
• Tujuan Penyelidikan Epidemiologi :
1. Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya,
2. Mendapatkan gambaran klinis dari suatu penyakit,
3. Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology,
4. Mendapatkan informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi,
• Dari ke empat tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu
penanggulangan atau pencegahan dari penyakit itu.
• Hal-hal yang penting untuk diketahui: Konsep terjadinya penyakit, Natural history of disease,
Dinamika penularan atau mekanisme penularan, Aspek lingkungan, Aspek administratif dan
manajerial, Informasi yang dibutuhkan dalam PE berbeda untuk setiap penyakit, Aktifitas /
kegiatan PE secara spesifik berbeda untuk tiap penyakit.
SURVEY EPIDEMIOLOGI
• Survei yang diadakan untuk mendapatkan gambaran tentang
penyebaran penyakit yang terdapat pada masyarakat dan factor –
factor lain yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit tersebut.

• Kegunaan Survei ini, yaitu:


1. Mendapatkan diagnosis status kesehatan Masyarakat
2. Menjelaskan penyebab & riwayat penyakit
3. Memberikan kontribusi pada evaluasi kesehatan
PENYELIDIKAN WABAH
• PENYELIDIKAN WABAH
• Merupakan usaha pelacakan KLB atau wabah.

• WABAH ????

• Tujuan ;
• Mengadakan penanggulangan dan pencegahan penyakit
1. Untuk mengadakan penelitian dan pelatihan
2. Untuk mencegah bertambahnya atau meluasnya kasus
3. Untuk menentukan besarnya wabah serta menentukan populasi yang terancam shingga dpt dirancang
penanggulangannya yg tepat
4. Untuk kpentingan perancangan program
5. Untuk kepentingan umum, politik, dan hukum
Contoh Penerapan Penyelidikan
Epidemiologi
Penyakit Malaria
• Penularan Anopheles.
• Intensitas  berhubungan dengan parasit, vektor, tuan rumah manusia, dan
lingkungan.

• Sekitar 20 spesies Anopheles yang berbeda di seluruh dunia. Semua gigitan spesies
vektor di malam hari.
• Berkembang biak di air tawar dangkal seperti genangan air, sawah, dll.

• Penyebaran penyakit lebih sering di tempat-tempat dimana nyamuk mempunyai


panjang hidup relatif (sehingga parasit memiliki waktu untuk berkembang di dalam
tubuh nyamuk) dan lebih memilih untuk menggigit manusia daripada hewan.
Penyakit Malaria
• Penularan tergantung pada : (WHO)
• Kekebalan manusia, kondisi iklim yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan
kelangsungan hidup nyamuk, seperti curah hujan, pola suhu dan kelembaban.
• Di banyak tempat, penyebaran penyakit bersifat musiman, dengan puncak
selama dan sesudah musim hujan.
• Epidemi malaria dapat terjadi jika iklim dan kondisi tiba-tiba mendukung
penyebaran di daerah-daerah dimana orang memiliki kekebalan sedikit atau
tidak ada untuk malaria.
• Mereka juga dapat terjadi ketika orang-orang dengan kekebalan rendah
pindah ke area dengan penyebaran malaria yang tinggi, misalnya untuk
mencari pekerjaan, atau sebagai pengungsi.
Penyakit Malaria
• Dari konsep terjadinya penyakit malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita
dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, dengan:

1. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.


• Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang
dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena Malaria. Dan membandingkan
dengan insiden penyakit Malaria itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

• 2. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu,


tempat dan orang.
• Kapan penderita mulai merasa sakit malaria  (waktu), dimana mereka mendapat infeksi
penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).
Penyakit Malaria
• 3. Pemeriksaan sampel darah penderita,  mengetahui jenis plasmodium penyebab penyakit
malaria, dilakukan  pengambilan darah terhadap masyarakat yang mengalami gejala klinis.

• 4. Wawancara dengan penderita, mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya


penyakit malaria, seperti status gizi sebelum terkena, imunitas

• 5. Pemerikasaan Lingkungan sekitar


• a. Pemeriksaan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk, dilakukan di daerah tempat penderita
tinggalmengetahui nyamuk apa yang hidup di lingkungan tersebut.

• b. Pemeriksaan habitat nyamuk,  mencari tempat Anopheles sp. bertelur dan berkembang
sampai menjadi dewasa.
• 6. Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang
didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit malaria
yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi malaria, cara
penularan serta faktor yang berperan.

• 7. Melakukan tindakan penanggulangan


• Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit
malaria. Melakukan surveilence terhadap penyakit malaria dan faktor
lain yang berhubungan dengan malaria. Dan menentukan cara
pencegahan penyakit malaria dimasa akan datang.
Penyakit Tuberkulosis Paru
• Tuberculosis  infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi.

• Mycobacterium tuberculosis  kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru /


berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Infeksi primer terjadi
setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis.

• Pada sebagian besar kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi
kuman, sebagian kecil kuman dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh
buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga host
akan sakit beberapa bulan kemudian.
Penyakit Tuberkulosis Paru
• Keluhan yang dirasakan oleh pasien TB dapat bervariasi/terkadang ditemukan banyak pasien dengan TB paru
tanpa keluhan sama sekali.

• Keluhan yang biasa ditemukan pada pasien dengan TB paru :diantaranya demam, batuk dengan/tanpa darah,
sesak napas, nyeri dada, malaise. Gejala batuk pada pasien dengan TB banyak ditemukan.

• Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.

• Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yaitu : setelah setelah berminggu-minggu/ berbulan-bulan peradangan
dimulai.

• Sifat batuk dapat dimulai dari batuk kering dan setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif yang
menghasilkan sputum. Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapatnya pembuluh darah yang
pecah.
Penyakit Tuberkulosis Paru
• Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan :
• 1.  Reservour, sumber dan penularan. Manusia : reservoar paling umum, sekret saluran
pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.

• 2.  Masa inkubasi. Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan
waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa
tahun.

• 3.  Masa dapat menular. Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang
dibatukkan atau dibersinkan.

• 4.  Immunitas. Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi
diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
Penyakit Tuberkulosis Paru
• Dari konsep terjadinya penyakit TB paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat
melakukan kegiatan PE, dengan:
• 1. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan. Apakah peristiwa itu
termasuk KLB di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah
itu terkena TB Paru. Dan membandingkan dengan insiden penyakit TB paru itu pada
minggu/bulan/tahun sebelumnya.
• 2. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat
dan orang (Segitiga Epidemiologi).
• Kapan penderita mulai merasa sakit TB paru  (waktu), dimana mereka mendapat infeksi
penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).

• 3. Pemeriksaan sampel darah dan dahak penderita, dengan mengambil sampel dan di uji di
lab, memastikan bahwa pasien + menderita TB paru.
Penyakit Tuberkulosis Paru
• 4. Wawancara dengan penderita, mengetahui hal-hal yang menyebabkan
terjadinya penyakit TB paru (status gizi sebelum terkena, apakah gizi tercukupi
sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.

• 5. Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik


waktu/tempat terjadinya penyakit TB paru, tetapi mereka tidak
sakit/terkontrol,untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan
dilakukan.

• 6. Pemerikasaan Lingkungan sekitar, tujuannya agar bakteri penyebab TB


paru tidak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan itu.
Penyakit Tuberkulosis Paru
• 7. Melakukan hipotesa atas data yang didapatkan. Hipotesis
menerangkan pola penyakit TB paru yang sesuai dengan sifat
penyakit, sumber infeksi TB paru, cara penularan serta faktor yang
berperan.

• 8. Melakukan tindakan penanggulangan, menentukan cara


penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit TB paru.
Melakukan surveilence terhadap penyakit TB paru dan faktor lain
yang berhubungan dengan TB paru. Menentukan cara pencegahan
penyakit TB paru dimasa akan datang
Langkah-Langkah Penyelidikan Epidemiologi
DBD (PE DBD) dan Kriteria Fokus
• Dalam upaya kewaspadaan dini dan respon kejadian penyakit DBD  perlu
dilakukan PE DBD  mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD
lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah
sekitar tempat tinggal penderita, langkah-langkah pelaksanaan PE DBD di
Puskesmas, sebagai berikut:
• 1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
Puskesmas/Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku Catatan Harian.
• 2. Menyiapkan peralatan survei seperti tensimeter, senter, formulir PE, dan
surat tugas.
• 3. Memberitahukan kepada Lurah/Kades dan Ketua RW/RT setempat bahwa
di wilayahnya ada tersangka/penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
PE DBD
• 4. Pelaksanaan PE sebagai berikut :
a.Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan
wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya
penderita infeksi dengue lainnya (sudah ada konfirmasi dari RS atau
unit yankes lainnya), dan penderita demam saat itu dalam kurun
waktu 1 minggu sebelumnya.

b.Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan


pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet untuk mencari
kemungkinan adanya suspek infeksi dengue.
PE DBD
c. Melakukan pemeriksaan jentik TPA
dan tempat-tempat lain yang dapat
menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk aedes baik di dalam maupun di
luar rumah/bangunan.
d. Kegiatan PE  radius 100 mdari lokasi
tempat tinggal penderita.
e. Bila penderita siswa sekolah dan pekerja,
maka selain dilakukan di rumah
penderita tersebut, PE juga dilakukan di
sekolah/tempat kerja penderita.
PE DBD
• Sedangkan penanggulangan fokus : pemberantasan nyamuk penular DBD yang
dilaksanakan mencakup radius minimal 200 m dengan melakukan PSN 3M plus,
larvasida selektif, penyuluhan dan/atau pengasapan/fogging dan/atau
pengabutan dingin (ULV) menggunakan insektisida yang masih berlaku dan
efektif sesuai rekomendasi WHOPES dan/atau Komisi Pestisida. Penanggulangan
fokus  untuk membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB.

• Kriteria Fogging Fokus harus memenuhi 2 kriteria berikut :


• 1. Bila ditemukan 1 atau lebih penderita infeksi dengue lainnya dan/ada >3
suspek/tersangka infeksi dengue, dan
• 2. Ditemukan jentik (>5%) dari rumah/bangunan yang diperiksa.
Lampiran 1 : Formulir PE tersangka DBD Lampiran 2 : Surat Hasil PE DBD
Lampiran 3 : Surat Penanggulangan DBD Lampiran 4 : Bagan Penanggulangan Seperlunya
Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus DBD
Penyelidikan Epidemiologi Dan Penanggulangan KLB
MERS-COV

Apabila ditemukan 1 kasus MERS-CoV


konfirmasi maka dinyatakan sebagai
KLB, dan dilakukan PE lebih lanjut serta
pengendalian sesuai hasil penyelidikan.
Tujuan PE KLB
Mengetahui besar masalah KLB dan
mencegah penyebaran yang lebih luas.
Sedangkan tujuan Khusus, antara lain:
 Karakteristik epidemiologi, klinis dan
virus.
 Mengidentifikasi faktor risiko.
 Mengetahui kasus tambahan untuk
menilai keefektifan penularan dari
manusia ke manusia.
 Memberikan rekomendasi upaya
penanggulangan
Langkah PE KLB

1 Konfirmasi awal KLB : Petugas surveilans/penanggung jawab surveilans


Puskesmas/Dinkes melakukan konfirmasi awal  memastikan terjadinya
KLB MERS-CoV dengan cara wawancara ke petugas puskesmas/dokter yang
menangani kasus.

2. Pelaporan segera: Mengirimkan laporan W1 dan telp/ SMS ke Dinkes Kab/


Kota dalam waktu < 24 jam, kemudian diteruskan oleh Dinkes Kab/ kota
melalui sms gateway atau ke Posko KLB.

3. Persiapan penyelidikan: 
a. Persiapan lapangan, menginformasikan kepada petugas kesehatan di
lokasi dimana terdapat kasus;
b. Persiapan formulir penyelidikan;
c.  Persiapan Tim Penyelidikan;
d.  Persiapan logistik dan obat-obatan;
e.  Persiapan pengambilan spesimen.
4. Penyelidikan epidemiologi :
Identifikasi kasus:

Melakukan kunjungan wawancara ke tempat


dimana kasus dirawat termasuk
dokter/petugas medis yang melakukan
perawatan, dengan menggunakan formulir
investigasi yang sudah disiapkan sebelumnya.
Informasi yang perlu digali antara lain :

Identitas dan karakteristik kasus:


Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat tempat tinggal,
kerja, atau sekolah, Pekerjaan);
Gejala dan tanda – tanda penyakit, Riwayat
perjalanan penyakit, termasuk komplikasi yang
terjadi;
Pengobatan yang sudah didapat, hasil – hasil
pemeriksaan laboratorium dan radiologis yang
sudah dilakukan;
Identifikasi faktor risiko;
 Riwayat Penyakit
penyerta;
 Potensi pajanan dalam 14
hari sebelum timbul gejala
sakit.
 Perjalanan ke daerah
terjangkit.
 Kontak dengan kasus
MERS-CoV atau ISPA berat.
 Dirawat di sarana
pelayanan kesehatan.
 Pajanan dengan hewan
(jenis hewan dan kontak).
 Konsumsi bahan makanan
mentah / belum diolah.
 Informasi rinci tentang
waktu, durasi, dan
intensitas pajanan dan
jenis kontak.
Identifikasi kontak kasus dengan menggunakan formulir
yang telah disiapkan sebelumnya.

Selama penyelidikan:
 Mmelakukan identifikasi
siapa saja yang telah
melakukan kontak erat
dengan kasus yang sedang
diselidiki.
 Pelacakan dilakukan
terutama di lingkungan
sarana pelayanan
Kesehatan, anggota
keluarga/ rumah tangga,
tempat kerja, sekolah, dan
lingkungan sosial.
 Identifikasi juga: Waktu
kontak terakhir, Bentuk/
jenis kontak, Lama
(durasi) kontak, Frekuensi
kontak.
.
Pemantauan:
 Kontak erat selama 14 hari
setelah kontak terakhir dengan
kasus, baik suspek, probable,
maupun konfirmasi. →gejala
pneumonia Catat tanggal
kontak mulai sakit, tingkat
keparahan, perjalanan penyakit;
 Kontak erat → gejala
pneumonia harus diambil
spesimennya untuk diperiksa
secara molekuler dengan
polymerase chain reaction
(PCR) dan serologis.
 Identifikasi dan pengamatan ini
dilakukan untuk mendeteksi
bukti penularan dari manusia ke
manusia, perkiraan angka
serangan sekunder, durasi masa
infektivitas, dan masa in ku basi
Pengambilan spesimen
Untuk keperluan
diagnostik infeksi MERS-
CoV, spesimen klinis yang
diperlukan adalah
spesimen saluran
pernapasan bagian
bawah, seperti dahak
(sputum), bilasan
bronkhoalveolar, yang
berdasarkan bukti yang
ada saat ini, lebih baik
daripada yang berasal
dari saluran pernapasan
atas (nasofaring/
orofaring).
Pengambilan spesimen
dilakukan oleh tenaga/
tekhnisi laboratorium yang
berpengalaman dan untuk
dahak/ sputum, petugas
harus dapat memastikan
bahwa yang diambil
adalah benar – benar
dahak, bukan air liur.
Tata cara pengambilan,
penyimpanan dan
pengiriman specimen
sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan dan
dikirim ke ke Pusat
Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan (BTDK)
Balitbangkes.
Penanggulangan Awal

Ketika penyelidikan sedang berlangsung petugas sudah harus


memulai upaya – upaya pengendalian pendahuluan dalam
rangka mencegah terjadinya penyebaran penyakit kewilayah
yang lebih luas. Upaya ini dilakukan berdasarkan pada hasil PE
yang dilakukan saat itu.
Meskipun saat ini belum ada obat – obatan termasuk vaksin
yang dapat menghambat perkembangan virus tetapi upaya
melokalisir penyebaran infeksi dapat dilakukan dengan
menerapkan prinsip – prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi mulai dari yang sederhana yaitu mencuci tangan
sebelum dan setelah kontak dengan/ merawat kasus,
pengelolaan limbah yang baik bahkan sampai isolasi kasus
Upaya – upaya tersebut dilakukan terhadap orang, masyarakat maupun
lingkungan, antara lain dengan:

 Menjaga kebersihan/ hygiene tangan, saluran pernapasan.


 Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.
 Sedapat mungkin membatasi kontak dengan kasus yang sedang
diselidiki dan bila tak terhindarkan buat jarak dengan kasus.
Isolasi kasus dirumah.
 Asupan gizi yang baik guna meningkatkan daya tahan tubuh.
 Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit.

Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran


penyakit dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi
dan karantina.
1. Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan seorang
penderita agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama penderita atau
tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain.
Isolasi dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas, rumah atau tempat lain sesuai
dengan kebutuhan.

2. Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu


wilayah agar terhindar dari penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan oleh bupati/
walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan
epidemiologi.

3. Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke daerah
rawan untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit. Karantina ditetapkan
oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan
indikasi medis dan epidemiologi.
Pengolahan dan analisis data
Setiap selesai melakukan penyelidikan KLB, dilakukan pengolahan dan analisis data
untuk mengambil kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.

Penulisan laporan
Setelah selesai melakukan penyelidikan epidemiologi maka dibuat laporan tertulis
hasil Investigasi dan perkembangan KLB meliputi:
1. Latar belakang dan tujuan
2. Metodologi
3. Hasil penyelidikan epidemiologi meliputi : a. Data umum;  b. Analisis kasus
MERS-CoV berupa gambaran karakteristik kasus menurut variabel epidemiologi
(waktu kejadian, tempat dan orang);  c. Analisis faktor risiko;  d. Analisis kontak
kasus;  e. Hasil pemeriksaan laboratorium;  f. Upaya yang sudah dilakukan
seperti tatalaksana kasus, pemeriksaan laboratorium, tindakan pengendalian
faktor lingkungan dan sebagainya.
4.  Kesimpulan dan rekomendasi.

Sumber:
Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi
Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-
CoV), Dirjend P2PL, Kemenkes RI, 2013.
-end-

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai