●
Ekspansi DOTS bertahap ke seluruh Puskesmas di Indonesia
Tahun1995-1999 ●
Tahun 1999 DOTS dilaksanakan secara menyeluruh di Unit pelayanan Kesehatan
• Implementasi Inovasi strategi DOTS (berhasil mencapai target global deteksi dini dan kesembuhan)
Tahun 2006-2010 • Tantangan baru : peningkatan resistensi obat, koinfeksi TB-HIV dll
DOTS
WHO strategi DOTS (directly observed treatment short
course) dalam penanggulangan TB di negara kita
Strategi DOTS :
1. Komitmen Politik yang kuat
2. Diagnosa dengan pemeriksaan mikroskop terhadap dahak
penderita.
3. Jaminan ketersediaan OAT
4. Pengawasan menelan obat (oleh PMO) secara langsung.
5. Sistem pemantauan untuk supervisi dan evaluasi program
yang baik (melalui sistem pencatatan dan pelaporan)
Prioritas masalah tuberkulosis di Indonesia :
●
Kurangnya pengetahuan tentang Tuberkulosis
●
Merasa sakitnya tidak serius
●
Kurangnya pengetahuan tentang Tuberkulosis
●
Merasa sakitnya tidak serius
Orang dengan Tuberkulosis yang datang ke fasilitas kesehatan tetapi tidak didiagnosis
●
Skrining hanya berdasarkan gejala dan BTA pada pemeriksaan sputum
●
Survey prevalensi TB 2013-2014 → Pemeriksaan Radiologis paru mendeteksi 181 kasus baru tanpa gejala
Lanjutan
Orang yang terdiagnosis Tuberkulosis dan diobati oleh pemberi layanan yang kesehatan
tetapi tidak dilaporkan pada program
●
Tidak tersedianya Dokumentasi data di layanan kesehatan
●
Belum semua layanan kesehatan menyediakan layanan DOTS
●
Tidak ada pemantauan kelengkapan dokumentasi pasien →Tidak ada sistem rutin yang memvalidasi jumlah fasilitas kesehatan yang melapor
Orang dengan pengobatan Tuberkulosis yang terlaporkan tetapi tidak sembuh atau tidak
menyelesaikan pengobatannya
●
Menghentikan pengobatan sebelum dinyatakan sembuh → merasa sudah sembuh/ tidak ada gejala lagi
Orang yang terinfeksi Tuberkulosis atau berisiko tinggi menjadi sakit Tuberkulosis / kambuh
Penanggulangan berdasarkan Perpres RI nomor 67 tahun 2021 (tentang
penanggulangan Tuberkulosis)
Strategi 1. Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota
untuk mendukung percepatan eliminasi tuberkulosis 2030
●
Kebijakan dan regulasi penanggulangan Tuberkulosis secara komprehensif (Contoh : mengembangkan peraturan asuransi kesehatan untuk penderita TB, Kebijakan pembiayaan kesehatan dengan
BPJS serta pembiayaan skrining Ro thoraks untuk diagnosis dapat dilakukan di puskesmas)
●
Pemenuhan SDM kesehatan yang terlatih, penyelenggaraan penanggulangan TB berbasis kewilayahan
Strategi 2. Peningkatan akses layanan tuberkulosis bermutu dan berpihak pada pasien
●
Skrining dan deteksi dini pada kelompok beresiko (lapas, pengungsian, asrama, penduduk daerah kumuh dan miskin dll)
●
Pemenuhan dan penjaminan mutu obat serta dukungan kepatuhan minum obat dan manajemen efek samping obat
●
Pelaksanan sistem rujukan pasien TB mengikuti layanan TB yang ditentukan pemerintah
●
Penyediaan senatorium (fasilitas untuk program layanan kuratif, rehabilittatif dan sosial dalam jangka waktu tertentu)
●
Peningkatan kapasitas petugas dalam penyuluhan, pengendalian resiko, pemberian pengobatan pencegahan TB, memperluas cakupan layanan ILTB (infeksi laten TB) kepada penghuni lapas, pengungsian, asrama, dll)
●
Penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
●
Pemberian obat pencegahan (penderita HIV/AIDS yang terbukti tidak menderita TB, kontak erat → INH 1x sehari selama 6 bulan)
●
Ikut serta tokoh masyarakat
Strategi 4. Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana Tuberkulosis
●
Koordinasi dengan berbagai institusi penelitian untuk mengimplementasikan hasil riset TB
●
Mereview riset tuberkulosis yang layak digunakan sebagai bahan advokasi perbaikan program eliminasi TB
●
Fasilitasi penelitian yang mendukung penanggulangan TB, pengembangan dan inovasi alat diagnostik, obat dan vaksin → percepatan eliminasi TB
Strategi 5. Peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektor lainnya dalam eliminasi
tuberkulosis
●
Meningkatkan upaya komunikasi, informasi dan edukasi TB, memberdayakan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian TB (koordinasi pemerintah pusat dan daerah)
●
Kemitraan dengan masyarakat → mendukung penderita dan mencegah stigma dan diskriminasi
Pencegahan aktif
Imunisasi pasif
Efikasi :
85% saat usia 9 bulan (jadwal
Virus hidup yang dibekukan/ live
imunisasi rutin)
attenuated vaccine
95% usia 12-18 bulan (selama
kampanye)
Anak
Anak yang
yang
menggunakan terapi
menggunakan terapi
steroid
steroid jangka
jangka
panjang
panjang
Anak yang
Anak dengan
menggunakan
kemoterapi imunosupresi
23
IPV
Mopping up :
Kendala Pengendalian Polio
Perlindungan
Perlindungan optimal
optimal terhadap
terhadap difteri
difteri pada
pada masyarakat
masyarakat dapat
dapat dicapai
dicapai dengan
dengan cakupan
cakupan imunisasi
imunisasi rutin,
rutin, baik
baik dasar
dasar
maupun
maupun lanjutan,
lanjutan, yang
yang tinggi
tinggi dan
dan merata.
merata. Cakupan
Cakupan harus
harus mencapai
mencapai minimal
minimal 95%,
95%, merata
merata di
di setiap
setiap
kabupaten/kota
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KLB DIFTERI
Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus
dengan program imunisasi nasional. Difteri.
Semua kasus Difteri harus dilakukan Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit
penyelidikan epidemiologi. dan dirawat di ruang isolasi.
Langkah Penanggulangan Difteri
Setiap suspek Difteri → penyelidikan epidemiologi (PE) Rrujukan segera kasus Difteri ke Rumah Sakit untuk
dan mencari kasus tambahan dan kontak mendapatkan pengobatan dan perawatan
DTa Tdap
P
DTP DT dan Td
Tdap (Tetanus, difteri, dan aselular
•Mengandung sel bakteri
●
•Vaksin DTaP (toksoid difteri (D), •Vaksin DT (toksoid difteri pertusis) sedangkan (Tetanus dan difteri)
toksoid tetanus (T), dan antigen pertusis utuh dengan diberikan setelah anak mendapatkan
●
bakteri pertusis (aP). (D) dan tetanus (T) ) serangkaian vaksinasi DTaP atau DT awal
ribuan antigen →
•Vaksin DTaP mengandung •Khusus untuk anak yang secara lengkap (lalu diulangi lagi setiap 10
tidak utuh, atau sedikit antigen demam, merah, bengkak, orang dewasa yang belum pernah
yang dibutuhkan saja → minim dan nyeri pada bekas terhadap vaksin pertusis. mendapatkan vaksin difteri ketika usia
efek samping suntikan. •Pengganti vaksin DTaP anak-anak, petugas medis di rumah sakit,
dan wanita hamil.
Tujuan Khusus
Sasaran
Angka Prevalensi < 20% Angka Prevalensi 20 – <50% Angka Prevalensi > 50%
Pengobatan Selektif Pengobatan Masal 1 x pertahun Pengobatan Masal 2 x per tahun
Obat-obatan yang
aman dan efektif
tersedia untuk
Kegiatan
Promosi kesehatan
●
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala Cacingan serta
cara penularan dan pencegahannya;
Surveilans Cacingan
●
Penemuan kasus Cacingan (aktif : melalui pendekatan dengan masyarakat/ keluarga serta penjaringan disekolah; pasif: laporan dari
masyarakat)
●
Survei faktor risiko (kuesioner untuk anak sekolah)
●
Survei prevalensi Cacingan (pemeriksaan tinja anak sekolah)
Pengendalian faktor risiko
●
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Penanganan Penderita
●
Pengobatan di fasilitas kesehatan
●
dilaksanakan dua kali dalam 1 (satu) tahun untuk daerah kabupaten/kota dengan prevalensi tinggi dan satu kali dalam 1 (satu) tahun untuk daerah kabupaten/kota dengan prevalensi sedang
●
diikuti dengan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
●
Obat harus diminum di depan petugas dan tidak boleh dibawa pulang.
Upaya Integrasi Pemberian Obat Cacing
1. Kebersihan Perorangan
Cuci tangan pakai sabun pada 5 waktu penting (setelah
BAB, membersihkan anak yang BAB, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum makan, setelah memegang/menyentuh
hewan), menggunakan air bersih, mandi, memotong dan
membersihkan kuku, memakai alas kaki, mentup makanan
2.Kebersihan Lingkungan
Buang air besar di jamban, membuang sampah pada
tempatnya, drainase air limbah, menjaga kebersihan rumah,
sekolah.
Keuntungan Minum Obat
Cacing
Keuntungan Program Pengobatan Cacingan
(1) US Annual Report 2003, (2) Stoltzfus 2004, (3) Stoltzfus 1997, (4) Bleakley 2003
Manfaat Program Pengendalian Kecacingan
● Sumber Daya Manusia yang berkualitas – produktif ; jangka pendek dan jangka
panjang
● Menurunkan prevalensi kecacingan, melalui pengobatan, untuk mencegah dampak
kecacingan (Persistent Malnourish Stunting)