PEMERINTAHAN DAERAH Pergeseran Makna Pelaksanaan Pemerintahan Daerah Pergeseran Makna dalam Kaidah Konstitusi/UUD
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17
Agustus 1945, sejak awal memang sudah disepakati untuk didirikan sebagai negara yang menganut paham "unitaris" dengan sendi "desentralisasi". Secara tersirat hal tersebut termaktub dalam kaidah Pasal 18 UUD 1945, yang jiwa pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia. Menurut Bagir Manan, Finkelsthein, dan Hatta, hubungan pusat dengan daerah dalam negara ini merupakan masalah yang harus diatur dalam konstitusi. Hubungan ini berkaitan dengan masalah penerapan desentralisasi dalam mengakomodasi peran daerah otonom di Indonesia. NKRI di proklamasikan, hukum dasar (konstitusi) yang dipakai adalah ; Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Konstitusi ini mengamanatkan sistem pemerintahan "negara kesatuan" dengan mengedepankan desentralisasi, dalam pelaksanaannya memberikan justifikasi secara tidak langsung mengenai adanya pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Amanat konstitusi direalisasikan dalam suatu undang-undang organik, supaya implementasi kekuasaan dan kewenangan daerah-daerah otonom mendapat landasan hukum yang konkret Pasal 18 dalam perumusan dan penyusunan konstitusi/UUD 1945 melalui proses perdebatan yang alot dan panjang, berkenaan adanya keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang berdasar atas hukum, paham demokrasi dan penetapan sendi desentralisasi dalam kerangka negara kesatuan yang akan didirikan. Kaidah Pasal 18 sebelum disahkannya UUD 1945, menempatkan ketentuan mengenai pemerintahan daerah dalam Pasal 17 Rancangan UUD Republik Indonesia Tahun 1945. Perdebatan diawali pada sidang PPKI untuk membahas Rancangan UUD, Dr. Amir Syarifuddin menekankan pentingnya dekonsentrasi dan penataan susunan pemerintahan daerah di luar pulau Jawa. Sementara, Ratulangi, pemberian hak seluas-luasnya kepada daerah, tetapi dalam bingkai NKRI, sedangkan Supomo menekankan penyerahan urusan rumah tangga kepada daerah melalui mekanisme perundang-undangan. Hasil rumusan dan susunan UUD yang dibuat oleh BPUPKI, kemudian dijadikan pembahasan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Di sinilah awal munculnya gagasan dan pendekatan kekuasan, kewenangan dan urusan rumah tangga pemerintah daerah. Pembahasan dalam rapat PPKI, gagasan desentralisasi dan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah kembali mencuat, dengan pemberian hak seluas-luasnya kepada daerah. Gagasan mengenai bentuk formal penyerahan kewenangan dalam landasan hukum untuk mengurus yang menjadi urusan pemerintahan di daerah. Rapat PPKI yang di selenggarakan pada tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan rumusan gagasan pelaksanaan pemerintahan di daerah dengan sendi desentralisasi dan dekonsentrasi dengan bentuk otonomi seluas-luasnya diberikan kepada daerah-daerah. Gagasan ini dijiwai oleh gagasan negara yang akan didirikan dengan bersendikan pada negara hukum, demokrasi, dan penguatan kedaulatan rakyat. Dasar permusyawaratan dalam kaidah Pasal 18 UUD 1945 bersendikan paham demokrasi secara menyeluruh, baik pemerintahan di tingkat pusat maupun pemerintahan di tingkat daerah. Paham demokrasi berkaitan langsung dengan pengejawantahan perwujudan sendi kedaulatan rakyat. Yang bersinergi dalam pelaksanaan pemerintahan desentralisasi. Di mana, penjabaran desentralisasi ini memberikan wujud kewenangan daerah (rakyat) dalam mengurus dan mengatur pemerintahan sendiri di daerah. Paham kerakyatan yang merupakan salah satu jiwa dalam UUD 1945, memberikan dasar pelaksanaan pemerintahan sampai di tingkat daerah, harus mengikutsertakan rakyat dalam segala aspek penyelenggaraan negara melalui wadah penguatan sendi desentralisasi. Keterlibatan rakyat secara langsung diwujudkan dalam penyerahan atau pelimpahan kekuasaan dan kewenangan, tugas dan tanggungjawab untuk mengatur dan mengurus sendiri kepentingan rumah tangga daerah masing-masing. Penyerahan kewenangan ini diaplikasikan dalam kebebasan untuk melakukan berbagai prakarsa (inisiatif) sebagai ciri kemandirian (zelfstandigheid) dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara positif.