oleh Wirdanengsih
Dosen FIS UNP
Konsekuensi realita
3, Pandangan peran
Perempuan belum muncul menjadi
kepemimpinan daerah kecuali tingkat
5. Politik kekerabatan
nagari
Tidak mengurus kepentingan publik, tidak pernah menjadi penghulu, penghulu adalah
Perempuan memiliki harta, garis keturunan tokoh sentral dalam adat Minangkabau
Ini menggambarkan bahwa masyarakat lokal ,patriaki dengan mengungkapkan yang
ibu, dan partisipatif dalam keputusan layak menjadi pemimpin adlaah laki-laki dalam tataran eksekutor
Pendapat ninik mamak
tentang politik perempuan minangkabau
Setuju berpolitik namun harus selalu berpegang teguh
pada adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Adat memang tidak melarang perempuan untuk aktif
dalam politik publik tapi ninik mamak
memperbolehkan dengan syarat yang berat antara lain;
menjunjung tinggi adat dan syarak, tidak melupakan
rumah tangga, suami dan anak, dan menenggang
orang kampung, famili dan keluarga
,
Pandangan perempuan minangkabau
sebagai pengontrol kekuasaan
Keengganan perempuan Minangkabau memasuki ranah politik disebabkan oleh sikap dan pandangan
terhadap politik yang menganggap pimpinan politik formal itu tidak begitu penting; yang terpenting adalah
kontrol dan penentu. Dan hadir dalam balai adat untuk musyawarah menurunkan derajat mereka. Selanjutnya
dengan menjadi pemimpin, mereka merasa melangkahi ninik mamak yang dianggap melanggar alur dan
patut. Semua ini mempengaruhi faktor diri (self), sehingga menyebabkan perempuan kurang berminat pada
politik, gagap memasuki dunia publik dan daya juangnya rendah.
Keterlibatan perempuan sangat terkait dengan kompetensi, minat, kemampuan, dan kesadaran politik, yang
diiringi dengan memasuki jaringan sosial atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang membentuk mind
perempuan itu. Mereka menganggap siapa yang mempimpin tidak begitu penting dan menganggap politik itu
bukan dunia mereka.
Pengaruh kepemimpinan politik pasca reformasi : Politik kekerabatan
4
Terkait keterpilihan perempuan di DPR RI era pasca reformasi
Keberhasilan perempuan untuk duduk di parlemen sekarang ini tak lain karena
mendapatkan fasilitas dan dukungan dari kaum laki-laki di sekitar mereka.
Kemandirian mereka untuk mendapatkan kursi di parlemen masih perlu
dipertanyakan. Ini juga berarti bahwa sistem matrilineal pada etnis Minangkabau
tak sepenuhnya memberi keleluasaan bagi perempuan untuk berkiprah di sektor
publik, namun bukan tidak boleh, boleh dengan beberapa syarat yang harus
dilakukan diantaranya seizin dan dukungan para anggota laki-laki terdekat
mereka.
Penutup