Anda di halaman 1dari 19

“Lembaga Bantuan Hukum”

(Materi Kursus KMMI Unila 2021)

Oleh : Prof. Dr. Maroni, S.H.,M.Hum.


Guru Besar Hukum Pidana FH Unila
Urgensi Bantuan Hukum Di Indonesia

 Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai Tanggung Jawab Negara
dalam UUD 1945, namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 ayat (1) UUD
1945 dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 dapat dijadikan Dasar Konstitusional Bantuan
Hukum di Indonesia.
1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
2. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
3. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menegaskan “Fakir miskin dan anak-anak yang telantar
dipelihara oleh negara”.

 Sedangkan Konsideran UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum pada huruf b
dinyatakan bahwa Negara Bertanggung Jawab terhadap Pemberian Bantuan Hukum bagi
orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;
 Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis, artinya kalau ada persamaan
di hadapan hukum bagi semua orang harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan
(equal treatment) bagi semua orang. Hal ini berkaitan dengan pengertian keadilan;

 Keadilan adalah kesempatan dan perlakuan yang sama untuk setiap orang;

 Melihat pada ketentuan UUD 1945 tersebut, negara berkewajiban menjamin fakir miskin
untuk memperoleh pembelaan baik oleh advokat maupun Pembela Umum melalui suatu
program bantuan hukum.

 Penyelenggaraan Pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya


untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan
melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap
keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
 Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR)).

 Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan
hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi.

 Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1)
kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat.
 
Dasar Hukum Tentang Bantuan Hukum Di Indonesia

 Dasar Hukum Pelaksanaan kegiatan bantuan hukum bagi rakyat miskin ini adalah :
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum;
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum;
4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.01.PR.07.10 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
5. Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.NH-01.HN.03.03 Tahun 2016 Tentang
Lembaga/Organisais Bantuan Hukum Yang Lulus Verifikasi dan Akreditasi Sebagai
Pemberi Bantuan Hukum Periode Tahun 2016 s.d 2018;
Dasar Hukum Tentang Bantuan Hukum Di Provinsi Lampung

 Selain Dasar Hukum Pelaksanaan kegiatan bantuan hukum bagi rakyat miskin secara
nasional seperti tersebut di atas, khusus untuk Provinsi Lampung ditambah beberapa
peraturan yang dikeluarkan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Lampung meliputi:
1. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Lampung
Nomor: W9.738.HN.03.03 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Panitia Penerima Barang
dan Jasa Bantuan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum da Hak Asasi Manusia
Lampung Tahun Anggaran 2016;
2. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Lampung
Nomor : W9.739.HN.03.03 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Panitia Pengawas Daerah
Bantuan Hukum Tahun Anggaran 2016;
3. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Lampung Nomor : SP DIPA-
013.10.2.408829/2016 Tanggal 7 Desember 2015.
Pengertian & Pelaksana Bantuan Hukum

 Berdasarkan Pasal 1 butir 1 dan 2 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum bahwa:
1. Bantuan Hukum adalah Jasa Hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara
cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
3. Pemberi Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi
Kemasyarakatan yang memberi Layanan Bantuan Hukum .

 Sedangkan ketentuan Pasal 1 butir 9 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dinyatakan
bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma
kepada klien yang tidak mampu.

 BANTUAN HUKUM = Jasa Hukum Cuma-Cuma yang diberikan oleh LBH dan Advokat
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
 Berdasarkan ketentuan di atas, Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh
LBH dan Advokat secara Cuma-Cuma kepada orang atau kelompok orang miskin yang
tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yaitu hak atas pangan, sandang,
layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan (Ps
5 ayat (1) UU No. 16 Th 2011).

 Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum (Pencari Keadilan) yang
menghadapi masalah-masalah hukum yang meliputi : keperdataan, pidana, dan tata usaha
negara baik litigasi maupun nonlitigasi.

 Kegiatan bantuan hukum meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela,


dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan
Hukum.
Perkembangan Pelaksanaan Bantuan Hukum Di Indonesia

 Pelaksanaan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo/probono) di Indonesia telah


dimulai pada tahun 1970 yang dilakukan oleh LBH Jakarta yang dipelopori oleh Adnan
Buyung Nasution dan oleh Biro Bantuan Hukum Unpad dan di universitas lainnya di
Indonesia, seperti BKBH Unila berdasarkan Keputusan Menkeh RI No. M.02.UM.09.08
Juncto Keputusan Menkeh RI No. M.01.UM.08.10 Tahun 1981 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Proyek Konsultasi dan Bantuan Hukum melalui Fakultas Hukum Negeri.

 Berdasarkan Keputusan tersebut, di setiap Pengadilan Negeri disediakan dana bagi


terdakwa yang tidak mampu untuk mendapatkan bantuan hukum cuma-cuma yang
diberikan oleh LBH atau Biro Bantuan Hukum yang ada di universitas yang dibiayai oleh
negara yang terakhir besarnya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);

 Namun karena dananya terbatas, maka tidak semua perkara yang terdakwanya miskin
mendapat bantuan hukum cuma-cuma yang ada di PN tersebut; untuk itu diberikan oleh
LBH dan Biro Bantuan Hukum universitas;
 Pelaksanaan Bantuan Hukum yang dilakukan oleh Biro Bantuan Hukum yang berada
khususnya di Universitas Negeri pernah mengalami kebekuan (tidak boleh memberikan
bantuan hukum) sehubungan adanya larangan berdasarkan Pasal 3 ayat (1) point C UU
No. 18 Th 2003 tentang Advokat bahwa “untuk dapat diangkat sebagai advokat harus
memenuhi persyaratan tidak berstatus sebagai PNS atau pejabat negara”.

 Ketentuan tersebut diperkuat lagi dengan ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Th 2003 bahwa
“setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi advokat dan bertindak
seolah-oleh sebagai advokat tetapi bukan advokat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

 Namun ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Th 2003 tersebut telah DIBATALKAN oleh


Mahkamah Konstitusi dalam Perkara No. 006/PUU-II/2004 tanggal 13 Desember 2004.
 Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2011, Bantuan Hukum Cuma-Cuma bersifat WAJIB
diperkuat dengan adanya ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 bahwa :

 Pasal 20, Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari
Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang
ditangani Pemberi Bantuan Hukum.

 Pasal 21, Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari
Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang
ditangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
 
Eksistensi Lembaga Bantuan Hukum

 Pasal 8 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengatur bahwa:


 (1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah
memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berbadan hukum;
b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;
c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. memiliki pengurus; dan
e. memiliki program Bantuan Hukum.
 
Hak Lembaga Bantuan Hukum

 Pasal 9 UU No. 16 Tahun 2013 mengatur bahwa hak Pemberi Bantuan Hukum meliputi:
a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas
hukum;
b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;
c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan
lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;
d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan
Undang-Undang ini;
e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk
kepentingan pembelaan perkara; dan
g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan
selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.
Kewajiban Lembaga Bantuan Hukum

 Pasal 10 UU No. 16 Tahun 2013 mengatur kewajiban Pemberi Bantuan Hukum meliputi:
 a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum;
 b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk pemberian
Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;
 c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal,
dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a;
 d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari
Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang
ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan
e. memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan
syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai
perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
 
 
Kewajiban Lembaga Pemberi Bantuan Hukum

 Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum mengatur bahwa Pemberian Bantuan
Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga
masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus.
 Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum mengatur bahwa
(1) Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang
berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang
direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.
 (2) Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak
memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan
Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.
 (3) Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen, dan mahasiswa
fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan bukti
tertulis pendampingan dari Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 (4) Mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah lulus mata
kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.
Hak Imunitas Pemberi Bantuan Hukum Di Indonesia

 Pasal 11 UU No. 16 Tahun 2013 mengatur bahwa Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat
dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi
tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang
pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan
dan/atau Kode Etik Advokat. (Hak Imunitas)
Contoh: Organisasi Pelaksana Bantuan Hukum di Provinsi Lampung

 Pelaksanaan Bantuan Hukum Prodeo sebagai perwujudan dari amanat Undang-Undang


Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
Kementerian Hukum dan HAM telah meluncurkan Program Bantuan Hukum bagi Kelompok
Orang Miskin yang dilaksanakan oleh 310 (tiga ratus sepuluh) Organisasi Bantuan Hukum
yang terakreditasi secara nasional;

 Untuk Provinsi Lampung pada tahun 2015 sebanyak 7 (tujuh) Organisasi Bantuan Hukum yang
lulus verivikasi dan terakreditasi untuk melaksanakan program bantuan hukum bagi orang
miskin yang pendanaannya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
 Sedangkan pada tahun 2016 dilaksanakan oleh 8 (delapan) Organisasi Bantuan Hukum yaitu:
YLBHI Bandar Lampung, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) wilayah
Lampung, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum SPSI Lampung, Lembaga Konsultasi dan
Bantuan Hukum (LKBH) Fiat Yustisia, Lembaga Bantuan Hukum Negara Semesta (LKBNS),
Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung (BKBH Unila),
LBH Menang Jagad, dan Pos Bantuan Hukum Adin Jakarta Cabang Lampung.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai