Soal :
1. Karena pengaruh budaya yang cukup besar, hak-hak sederajat antara laki-laki dan perempuan
menjadi sulit untuk diraih perempuan. berikan 5 contoh dan berikan analisis yang tajam
terhadap kelima contoh tersebut! Kemudian buatlah kesimpulan dari analisis yang telah
kalian buat dalam rangka mencari solusi atas hal tersebut.
Jawaban :
1. 5 contoh kasus perempuan sulit untuk meraih hak-haknya :
A. Mahasiswa UNSRI diduga di cabuli dosen
Dosen A (34), diduga mencabuli mahasiswa saat bimbingan skripsi. Prilaku dosen
tersebut bukan hanya dicopot dari jabatannya dan sanksi tegas pidana bagi dosen A
atas perbuatan cabulnya. Berawal dari chat tetapi sesampainya mahasiswa di kampus,
dosen itu memberi modus seperti curhat sehingga mahasiswa tersebut bercerita sampai
terbawa suasana dan di situlah dosen mengambil kesempatan dengan memeluk,
mencium dan meminta mahasiswa memegang alat kelamin dosen. Atas peristiwa itu,
dosen tersebut di copot dari jabatannya dan terancam Pasal 289 KUHP dengan
ancaman 9 tahun penjara.
Dari kasus diatas, jadi pendapat saya, mahasiswa sudah mendapatkan haknya sebagai
mahasiswa tingkat akhir akan tetapi dosen tersebut tidak menjalankan tugasnya sebagai
dosen pembimbing. Menurut pasal 5 ayat 1 dan ayatb2 beserta butir - butir yang termuat
dalam Permendikbud riset Nomor 30 Tahun 2021 meliputi :
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.
e. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa
seksual pada korban.
i. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk
melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium atau menggosokkan
bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.
n. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
Pilkada DKI Jakarta tampaknya memang belum ramah untuk calon-calon perempuan.
Dari enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang sudah mendaftarkan diri,
tidak satu pun calon dari kalangan perempuan. Seperti diketahui, ada enam pasangan
cagub/cawagub DKI yang sudah mendaftarkan diri ke KPUD DKI Jakarta, diantaranya
Alex Noerdin - Nono Sampono, Faisal Basri - Biem Benyamin, Hendardji Supanji -
Ahmad Riza Patria dari calon independen, Jokowi - Ahok, Hidayat Nurwahid - Didik
J. Rachbini, Foke - Nachrowi Ramli. Tak ada satu pun partai atau calon independen
yang mencalonkan nama perempuan. Meski sebelumnya sudah sempat beredar nama
yang digadang-gadang untuk maju, yakni Wanda Hamidah dan Hasnaeni si "wanita
emas". Berbedadengan Provinsi Banten yang kini dipimpin oleh seorang wanita, Ratu
Atut Chosiyah. Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah menilai, hal ini terjadi
akibat banyaknya pertimbangan bagi seorang calon perempuan yang ingin bertarung di
pilkada DKI kali ini. Salah satunya adalah seleksi dari partai. "Saya kira bukan banyak
atau tidaknya, tapi lebihkepada bagaimana kesiapan mereka. Banyak perempuan yang
sebenarnya mampu untuk memimpin Jakarta, namun mereka memilih untuk tidak
maju. Itu kan kembali ke pilihanmasing-masing," jelasnya. Karena tak ada calon
perempuan yang maju, Masruchah pun meminta agar calongubernur yang terpilih
kelak, lebih memperhatikan nasib kaum perempuan. Terutama untuk mengatasi
permasalahan yang muncul selama ini. "Ya kita lihat saja selama ini. Pada perubahan
kebijakan angkot, itu baru ada setelah banyak kasus perkosaan, tidak dari awal ada
program yang melindungi. Kita harapkan ada perubahan yang lebih memihak ke
depan"t utupnya. Sementara Wanda Hamidah juga menyesalkan kebijakan partai yang
belum meloloskan adanya calon perempuan. Padahal, seharusnya Jakarta itu dipimpin
oleh seorang perempuan agar lebih baik. "Namanya ibukota kan esensinya ibu,
mestinya yangmembutuhkan sentuhan dan kasih sayang seperti seorang ibu yang
mempunyai banyak anak" jelas politisi PAN ini. Wanda Hamidah sendiri disebut-sebut
sudah mengeluarkan duit tidak sedikit saat bergerilya menjadi calon gubernur atau
calon wakil gubernur DKI Jakarta. Namun sayang, politisi PAN itu tidak terpilih
mewakili partainya. Menanggapi kenyataan ini, Wandaberusaha ikhlas. Wanita yang
kini menjabat sebagai anggota DPRD itu patuh pada keputusan partai. "Nggak apa-apa
saya menghormati dan menerima apa yang menjadi keputusan DPP itu," kata Wanda.
Wanita yang pernah menjadi artis ini menegaskan, calon yangmaju di Pilkada DKI
adalah keputusan partai. Terlebih lagi di DKI Jakarta. Para petinggipartai semua
terlibat dalam keputusan. "Terutama ketua-ketua partai, mungkin bisa tanya kemereka
ya," terangnya. Saat ditanya berapa modal yang sudah keluar selama proses menuju
pencalonan, Wanda tak mau mengungkapkan. Yang pasti, ada biaya operasional yang
harus dikeluarkanselama beberapa bulan ini 'bergerilya' mencari dukungan. "Modal itu
nggak mungkin gak ada. Ada biaya operasional dan lain-lain" imbuh Wanda.Meski
begitu, Wanda tetap mengucapkan selamat pada koleganya Didik J Rachbiniyang
menjadi calon wakil gubernur bersama Hidayat Nurwahid. Dukungan pun akan tetap
disampaikan, khususnya bagi calon-calon yang memiliki rekam jejak bersih dari
korupsi. "Saya tidak akan mendukung kandidat yang justru sudah pernah memimpin
tapi tidak membawa kemaslahatan. Saya juga nggak mendukung kandidat yang
menempatkanperempuan dalam posisi yang tak setara" lanjutnya.
Dalam reportase yang disampaikan Project Multatuli itu, Lydia selaku ibu kandung
menyaksikan sendiri pengakuan ketiga anaknya yang diduga diperkosa oleh ayah
kandungnya, mantan suaminya. Setelah mendengar pengakuan itu, Lydia melaporkan
pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah usia 10 tahun ke
kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A),
Dinas Sosial Luwu Timur. Namun, nahas pihak P2TP2A malah meminta terduga
pelaku datang ke kantor, alih-alih melindungi korban. Merasa dipojokkan dan hasilnya
nihil, Lydia melaporkan kasus dugaan pemerkosaan ini ke Kepolisian Resor (Polres)
Luwu Timur. Visum pun telah dilakukan di Puskesmas dan bahkan dirujuk ke Bidang
Kedokteran dan Kesehatan (Bidokkes) Polda Sulsel, namun tak kunjung membuahkan
hasil dan menduga Lydia punya masalah kejiwaan. Dua bulan sejak ia membuat
pengaduan, polisi menghentikan penyelidikan. Bukan saja tidak mendapatkan
keadilan, Lydia bahkan dituduh punya motif dendam melaporkan mantan suaminya. Ia
juga diserang sebagai orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Serangan ini diduga
dipakai untuk mendelegitimasi laporannya dan segala bukti yang ia kumpulkan
sendirian demi mendukung upayanya mencari keadilan. Tak menyerah sampai di situ,
Lydia pergi ke P2TP2A Makassar dan dirujuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Makassar di akhir Desember 2019. LBH Makassar pun bersedia mendampingi dan
meminta gelar perkara. Akan tetapi, pada 14 April 2020, hasil gelar perkara
menyebutkan Polda Sulsel merekomendasi Polres Luwu Timur untuk tetap
menghentikan proses penyelidikan. Dari sinilah LBH Makassar, melalui Koalisi
Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual terhadap Anak, menjadi penasihat
hukum Lydia. Saat kasus yang dialami anaknya sudah dihentikan oleh Kepolisian
Luwu Timur. LBH Makassar mengirim surat aduan ke sejumlah lembaga pada Juli
2020. Surat tersebut dikirim ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),
Ombudsman, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulsel,
Bupati Luwu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, dan Komnas
Perempuan. Tujuannya LBH Makassar meminta untuk melanjutkan kembali proses
penyelidikan kasus pidana tersebut. 6 Oktober 2020 telah dilaksanakan juga gelar
perkara khusus di Polda Sulsel. Kesimpulan hasil gelar perkara khusus tersebut
direkomendasikan kepada penyidik untuk menghentikan proses penyelidikan, juga
melengkapi administrasi terkait penghentian penyelidikan. Kasus ini kembali mencuat
setelah tulisan tentang kejadian tahun 2019 lalu dibuat Project Multatuli (7/10/2021)
viral di sosial media. Tuntutan untuk melanjutkan penyidikan pun kembali disuarakan.
Kesimpulan
Menurut saya dari 5 kasus yang diceritakan diatas sangat jelas bahwa masih banyaknya
diskriminasi sosial tetang gender di Indonesia, dimana perempuan biasanya tidak
mendapat hak-hak yang sama, yang biasanya diterima oleh laki-laki. Masalah ini
sangat serius karena dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk maju, tetapi masih saja
tidak memperhatikan perbedaan hak yang diterima oleh warganya. Dari kasus diatas
bisa disimpulkan bahwa masih banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual
terhadap perempuan, yang artinya penegakan HAM perempuan belum berjalan dengan
baik, adil dan merata. hak-hak perempuan yang tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan (Hukum Nasional) dapat digali melalui naskah akademisnya
(Academic Draft) sebagai pembentukan hukum yang tumbuh dan berkembang, guna
keadilan dan kepastian hukum untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, sesuai
dengan hak asasi manusia tanpa diskriminasi. Untuk memenuhi kebutuhan hukum bagi
penegak hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, yang tidak membedakan
setiap warganegaranya terutama perempuan (pasal 27 ayat 1 UUD 45), diperlukan
berbagai dokumen dan pemikiran para pakar hukum, bagaimana sebaiknya hukum
nasional mengantisipasi dan menghadapi perubahan-perubahan dimasa mendatang.