Anda di halaman 1dari 5

Nama Anggota :

1. Jonathan William Juan Carlo Agustinus (2052011002)


2. Agrevina Mutiara Gusti Suhunan (2052011027)
3. Trinivo Tanouchi (2052011044)
4. Vivi (2052011046)
5. Intan Gita Karini (2052011051)
Tugas 2 Kelompok Konstitusi & HAM

Soal :
1. Karena pengaruh budaya yang cukup besar, hak-hak sederajat antara laki-laki dan perempuan
menjadi sulit untuk diraih perempuan. berikan 5 contoh dan berikan analisis yang tajam
terhadap kelima contoh tersebut! Kemudian buatlah kesimpulan dari analisis yang telah
kalian buat dalam rangka mencari solusi atas hal tersebut.

Jawaban :
1. 5 contoh kasus perempuan sulit untuk meraih hak-haknya :
A. Mahasiswa UNSRI diduga di cabuli dosen

Dosen A (34), diduga mencabuli mahasiswa saat bimbingan skripsi. Prilaku dosen
tersebut bukan hanya dicopot dari jabatannya dan sanksi tegas pidana bagi dosen A
atas perbuatan cabulnya. Berawal dari chat tetapi sesampainya mahasiswa di kampus,
dosen itu memberi modus seperti curhat sehingga mahasiswa tersebut bercerita sampai
terbawa suasana dan di situlah dosen mengambil kesempatan dengan memeluk,
mencium dan meminta mahasiswa memegang alat kelamin dosen. Atas peristiwa itu,
dosen tersebut di copot dari jabatannya dan terancam Pasal 289 KUHP dengan
ancaman 9 tahun penjara.

Dari kasus diatas, jadi pendapat saya, mahasiswa sudah mendapatkan haknya sebagai
mahasiswa tingkat akhir akan tetapi dosen tersebut tidak menjalankan tugasnya sebagai
dosen pembimbing. Menurut pasal 5 ayat 1 dan ayatb2 beserta butir - butir yang termuat
dalam Permendikbud riset Nomor 30 Tahun 2021 meliputi :
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban.
e. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa
seksual pada korban.
i. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk
melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium atau menggosokkan
bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.
n. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.

B. Calon Perempuan Tergusur dari Pilkada DKI Jakarta

Pilkada DKI Jakarta tampaknya memang belum ramah untuk calon-calon perempuan.
Dari enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang sudah mendaftarkan diri,
tidak satu pun calon dari kalangan perempuan. Seperti diketahui, ada enam pasangan
cagub/cawagub DKI yang sudah mendaftarkan diri ke KPUD DKI Jakarta, diantaranya
Alex Noerdin - Nono Sampono, Faisal Basri - Biem Benyamin, Hendardji Supanji -
Ahmad Riza Patria dari calon independen, Jokowi - Ahok, Hidayat Nurwahid - Didik
J. Rachbini, Foke - Nachrowi Ramli. Tak ada satu pun partai atau calon independen
yang mencalonkan nama perempuan. Meski sebelumnya sudah sempat beredar nama
yang digadang-gadang untuk maju, yakni Wanda Hamidah dan Hasnaeni si "wanita
emas". Berbedadengan Provinsi Banten yang kini dipimpin oleh seorang wanita, Ratu
Atut Chosiyah. Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah menilai, hal ini terjadi
akibat banyaknya pertimbangan bagi seorang calon perempuan yang ingin bertarung di
pilkada DKI kali ini. Salah satunya adalah seleksi dari partai. "Saya kira bukan banyak
atau tidaknya, tapi lebihkepada bagaimana kesiapan mereka. Banyak perempuan yang
sebenarnya mampu untuk memimpin Jakarta, namun mereka memilih untuk tidak
maju. Itu kan kembali ke pilihanmasing-masing," jelasnya. Karena tak ada calon
perempuan yang maju, Masruchah pun meminta agar calongubernur yang terpilih
kelak, lebih memperhatikan nasib kaum perempuan. Terutama untuk mengatasi
permasalahan yang muncul selama ini. "Ya kita lihat saja selama ini. Pada perubahan
kebijakan angkot, itu baru ada setelah banyak kasus perkosaan, tidak dari awal ada
program yang melindungi. Kita harapkan ada perubahan yang lebih memihak ke
depan"t utupnya. Sementara Wanda Hamidah juga menyesalkan kebijakan partai yang
belum meloloskan adanya calon perempuan. Padahal, seharusnya Jakarta itu dipimpin
oleh seorang perempuan agar lebih baik. "Namanya ibukota kan esensinya ibu,
mestinya yangmembutuhkan sentuhan dan kasih sayang seperti seorang ibu yang
mempunyai banyak anak" jelas politisi PAN ini. Wanda Hamidah sendiri disebut-sebut
sudah mengeluarkan duit tidak sedikit saat bergerilya menjadi calon gubernur atau
calon wakil gubernur DKI Jakarta. Namun sayang, politisi PAN itu tidak terpilih
mewakili partainya. Menanggapi kenyataan ini, Wandaberusaha ikhlas. Wanita yang
kini menjabat sebagai anggota DPRD itu patuh pada keputusan partai. "Nggak apa-apa
saya menghormati dan menerima apa yang menjadi keputusan DPP itu," kata Wanda.
Wanita yang pernah menjadi artis ini menegaskan, calon yangmaju di Pilkada DKI
adalah keputusan partai. Terlebih lagi di DKI Jakarta. Para petinggipartai semua
terlibat dalam keputusan. "Terutama ketua-ketua partai, mungkin bisa tanya kemereka
ya," terangnya. Saat ditanya berapa modal yang sudah keluar selama proses menuju
pencalonan, Wanda tak mau mengungkapkan. Yang pasti, ada biaya operasional yang
harus dikeluarkanselama beberapa bulan ini 'bergerilya' mencari dukungan. "Modal itu
nggak mungkin gak ada. Ada biaya operasional dan lain-lain" imbuh Wanda.Meski
begitu, Wanda tetap mengucapkan selamat pada koleganya Didik J Rachbiniyang
menjadi calon wakil gubernur bersama Hidayat Nurwahid. Dukungan pun akan tetap
disampaikan, khususnya bagi calon-calon yang memiliki rekam jejak bersih dari
korupsi. "Saya tidak akan mendukung kandidat yang justru sudah pernah memimpin
tapi tidak membawa kemaslahatan. Saya juga nggak mendukung kandidat yang
menempatkanperempuan dalam posisi yang tak setara" lanjutnya.

C. Beberapa cerita dari korban diskriminasi masalah gender di dunia kerja.

Buruh perempuan masih menghadapi berbagai masalah kekerasan berbasis gender di


lingkungan kerja. Bentuk kekerasan ini muncul dalam berbagai wujud. Ketua Umum
Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih mengatakan, pelecehan seksual
termasuk dalam kategori kekerasan berbasis gender. Ia mengatakan, FLBP telah
melakukan sebuah penelitian yang didasarkan pada wawancara langsung kepada
korban. Setidaknya sudah ada 25 kasus pelecehan seksual yang terjadi sejak tahun
2012. "Beberapa waktu lalu kita lakukan penelitian dengan pendeketan persuasif.
Sebenarnya ada enggak sih korban pelecehan di tempat kerja? Lalu diperoleh informasi
ada 25 kasus di 25 perusahaan di zona industri. Ini hal yang mengejutkan. Satu saja
kasus harus kita hadapi dan menjadi tanggung jawab bersama," kata Jumisih.
Pernyataan ini disampaikannya saat acara peluncuran Sekolah Buruh Perempuan di
Aula Balai Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Utara, Jalan Plumpang Semper, Koja,
Jakarta Utara, Sabtu (17/12/2016). "Kami di FDLP mendekati dan menyampaikan
hasil itu di Kawasan Berikat Nusantara. Dari situ kami buat kesepakatan tertulis, pihak
kawasan akan mendukung penghapusan pelecehan di tempat kerja. Kami bersama
pihak kawasan launching plang yang bertuliskan 'kawasan bebas dari pelecehan
seksual'. Ini tindakan preventif kita agar tidak ada korban kelanjutan," ujar Jumisih.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemulihan mental terhadap korban.
Jumisih mengatakan banyak buruh perempuan yang tidak menyadari hal itu
dikarenakan tidak tahu dan atas dasar ketakutan. Luviana seorang mantan reporter dari
stasiun televisi swasta juga mengatakan kekerasan berbasis gender juga terjadi di
industri media. Ia mengatakan ada diskriminasi dalam perlakuan terhadap sesama
jurnalis wanita. "Saya ceritakan kalau dalam hal jurnalis. Ada juga perbedaan
perlakuan di antara buruh perempuan. Bagaimana perlakuan reporter di lapangan
dengan presenter di studio itu berbeda. Presenter di studio mendapatkan fasilitas yang
baik seperti spa dan salon. Sementara reporter di lapangan mengurus diri mereka
sendiri," kata Luviana yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta.
Meski begitu, presenter di studio juga mengalami wujud kekerasan lainnya. Luviana
mengatakan, presenter wanita akan sangat dibatasi dalam makan. Bahkan ada seorang
presenter yang sehari hanya dibolehkan makan selembar roti tawar agar tidak
mengalami masalah berat badan. Hal lain diceritakan oleh seorang guru, Retno
Listyarty yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru
Indonesia. Retno mengatakan, sangat sulit bagi seorang guru perempuan untuk menjadi
pemimpin di sekolah. "Di sekolah tempat saya mengajar, mayoritas guru adalah
perempuan. Cuma ada 7 orang guru pria. Tapi tetap saja kepala sekolahnya dari kaum
pria," kata Retno. Retno mengatakan, secara umum tidak ada perbedaan yang menjadi
tantangan bagi guru dan buruh perempuan. Hal ini termasuk dalam kesulitan
berorganisasi. Menurutnya, sebagai seorang perempuan berorganisasi mempunyai
kerumitan tersendiri. Karena selain harus aktif dalam organisasi, seorang perempuan
juga harus mengurus masalah rumah tangga. Menurut saya dari 3 kasus yang
diceritakan diatas sangat jelas bahwa masih banyaknya diskriminasi sosial tetang
gender di Indonesia, khususnya di dunia pekerjaan, dimana perempuan biasanya tidak
mendapat hak-hak yang sama, yang biasanya diterima oleh laki-laki. Masalah ini
sangat serius karena dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk maju, tetapi masih saja
tidak memperhatikan perbedaan hak yang diterima oleh warganya.

D. Kasus Pemerkosaan Anak Kandung Di Daerah Luwu Timur

Dalam reportase yang disampaikan Project Multatuli itu, Lydia selaku ibu kandung
menyaksikan sendiri pengakuan ketiga anaknya yang diduga diperkosa oleh ayah
kandungnya, mantan suaminya. Setelah mendengar pengakuan itu, Lydia melaporkan
pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah usia 10 tahun ke
kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A),
Dinas Sosial Luwu Timur. Namun, nahas pihak P2TP2A malah meminta terduga
pelaku datang ke kantor, alih-alih melindungi korban. Merasa dipojokkan dan hasilnya
nihil, Lydia melaporkan kasus dugaan pemerkosaan ini ke Kepolisian Resor (Polres)
Luwu Timur. Visum pun telah dilakukan di Puskesmas dan bahkan dirujuk ke Bidang
Kedokteran dan Kesehatan (Bidokkes) Polda Sulsel, namun tak kunjung membuahkan
hasil dan menduga Lydia punya masalah kejiwaan. Dua bulan sejak ia membuat
pengaduan, polisi menghentikan penyelidikan. Bukan saja tidak mendapatkan
keadilan, Lydia bahkan dituduh punya motif dendam melaporkan mantan suaminya. Ia
juga diserang sebagai orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Serangan ini diduga
dipakai untuk mendelegitimasi laporannya dan segala bukti yang ia kumpulkan
sendirian demi mendukung upayanya mencari keadilan. Tak menyerah sampai di situ,
Lydia pergi ke P2TP2A Makassar dan dirujuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Makassar di akhir Desember 2019. LBH Makassar pun bersedia mendampingi dan
meminta gelar perkara. Akan tetapi, pada 14 April 2020, hasil gelar perkara
menyebutkan Polda Sulsel merekomendasi Polres Luwu Timur untuk tetap
menghentikan proses penyelidikan. Dari sinilah LBH Makassar, melalui Koalisi
Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual terhadap Anak, menjadi penasihat
hukum Lydia. Saat kasus yang dialami anaknya sudah dihentikan oleh Kepolisian
Luwu Timur. LBH Makassar mengirim surat aduan ke sejumlah lembaga pada Juli
2020. Surat tersebut dikirim ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),
Ombudsman, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulsel,
Bupati Luwu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, dan Komnas
Perempuan. Tujuannya LBH Makassar meminta untuk melanjutkan kembali proses
penyelidikan kasus pidana tersebut. 6 Oktober 2020 telah dilaksanakan juga gelar
perkara khusus di Polda Sulsel. Kesimpulan hasil gelar perkara khusus tersebut
direkomendasikan kepada penyidik untuk menghentikan proses penyelidikan, juga
melengkapi administrasi terkait penghentian penyelidikan. Kasus ini kembali mencuat
setelah tulisan tentang kejadian tahun 2019 lalu dibuat Project Multatuli (7/10/2021)
viral di sosial media. Tuntutan untuk melanjutkan penyidikan pun kembali disuarakan.

E. Kasus kekerasan pada rumah tangga

Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan terhadap seseorang terutama


perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, menurut pasal 1 UU PKDRT.
Salah satu hal yang membuat tindakan kekerasan pada perempuan ini masih menjamur
adalah adanya nilai-nilai yang diyakini masyarakat yakni perihal budaya patriarki.
Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tindak kekerasan
pada perempuan ini tidak hanya mengacu pada kekerasan fisik, namun terdapat jenis
kekerasan lainnya, yakni : 1. Kekerasan emosional Kekerasan emosional merupakan
tindakan yang menyebabkan korban ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Selain tindakan berupa cacian dan makian, tanda perilaku kasar pada
perempuan dalam rumah tangga yang menyerang psikisi ini juga berupa pelarangan,
pemaksaan, dan isolasi sosial. 2. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Tindakan yang termasuk
pada kekerasan fisik meliputi menampar, memukul, meludahi, menarik rambut
(menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, melukai dengan senjata, dan
sebagainya. 3. Kekerasan seksual Kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup rumah
tangga umumnya adalah tindakan pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan seksual.
Perlu diketahui, pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki oleh
istri juga termasuk dalam kekerasan seksual. 4. Kekerasan ekonomi Kekerasan
ekonomi ini juga biasa disebut dengan kekerasan penelantaran rumah tangga. Jenis
kekerasan ini berhubungan dengan memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan. Tindakan kekerasan ini dapat berupa tidak memberikan nafkah,
membatasi finansial korban dengan tidak wajar, atau bahkan menguasai penghasilan
pasangan sepenuhnya.

Kesimpulan

Menurut saya dari 5 kasus yang diceritakan diatas sangat jelas bahwa masih banyaknya
diskriminasi sosial tetang gender di Indonesia, dimana perempuan biasanya tidak
mendapat hak-hak yang sama, yang biasanya diterima oleh laki-laki. Masalah ini
sangat serius karena dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk maju, tetapi masih saja
tidak memperhatikan perbedaan hak yang diterima oleh warganya. Dari kasus diatas
bisa disimpulkan bahwa masih banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual
terhadap perempuan, yang artinya penegakan HAM perempuan belum berjalan dengan
baik, adil dan merata. hak-hak perempuan yang tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan (Hukum Nasional) dapat digali melalui naskah akademisnya
(Academic Draft) sebagai pembentukan hukum yang tumbuh dan berkembang, guna
keadilan dan kepastian hukum untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, sesuai
dengan hak asasi manusia tanpa diskriminasi. Untuk memenuhi kebutuhan hukum bagi
penegak hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, yang tidak membedakan
setiap warganegaranya terutama perempuan (pasal 27 ayat 1 UUD 45), diperlukan
berbagai dokumen dan pemikiran para pakar hukum, bagaimana sebaiknya hukum
nasional mengantisipasi dan menghadapi perubahan-perubahan dimasa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai