Anda di halaman 1dari 3

Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan,

saya akan mati dengan rasa bahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu
mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri.

-R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Om Swastiastu, Namo Budaya, Shalom, Salam


Kebajikan.

Yang terhormat Pimpinan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Tangerang,
selaku penyelenggara dan penyedia acara,

Yang saya hormati, seluruh audience yang menjadi representasi dari komunitas/lembaganya
masing-masing, dengan beragam perbedaan suku, ras, dan agama namun diintegrasikan oleh
Semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Perkenalkan, saya NURUL INTAN mahasiswi Semester 3 pada Prodi Ilmu Politik UI. Saya tahu
bahwa dari segi pengalaman, sosok perempuan inspirasi di hadapan saya ini jauh lebih banyak
dibandingkan saya yang baru lahir tahun 2003. Oleh karena itu, pada kesempatakan kali ini saya
tidak akan menggurui. Saya hanya ingin berbagi pandangan, melalui materi yang akan saya
sampaikan dengan judul “Menuju 77 Tahun Indonesia Merdeka: Seberapa Penting
Partisipasi Perempuan Dalam Mewujudkan Kemajuan Bangsa?”

Hadirin yang saya hormati,

Perlu diakui bahwa saat ini kesempatan perempuan untuk terlibat dalam berbagai bidang
kehidupan, sudah sangat terbuka lebar. Terutama, jika dibandingkan dengan masa kolonial. Hal
tersebut, merupakan buah hasil perjuangan R.A Kartini dan pejuang perempuan lainnya untuk
memperjuangkan hak-hak perempuan dan menyamaratakan posisinya. Perempuan posisinya
bukan lagi di belakang, di depan, tapi disamping. Artinya, kita sejajar dengan laki-laki. Meskipun
demikian, hadirin. Sampai saat ini, masih banyak perempuan yang belum berhasil mengakses
kesempatan yang besar tersebut. Salah satu faktor penyebabnya adalah mindset, atau pola pikir.
Ya, perlu kita akui bersama bahwa masih banyak pemikiran-pemikiran kolonial yang berlaku di
masyarakat sehingga membatasi ruang gerak perempuan. Pemikiran bahwa percuma sekolah
tinggi-tinggi, perempuan akhirnya juga ke dapur. Ada juga kalimat, perempuan tidak perlu berkarir
karena nanti dibawa oleh suami setelah menikah.

Saya juga punya cerita menarik yang didapatkan dari teman saya, ketika mengikuti kelas feminism.
Dia bercerita bahwa sebelum dia masuk di jurusan ilmu politik, orang tuanya sangat mengekang
keputusannya tersebut. Katanya ilmu politik itu jurusan untuk laki-laki, peluang kerjanya sulit bagi
perempuan, dan juga berbahaya untuk perempuan. Saat itu orang tuanya merekomendasikan
memilih jurusan keguruan, setelah lulus jadi guru, jadi PNS, menikah, pensiun, dan fokus urus
suami dan anak. Respon yang diberikan oleh orang tuanya ini berbeda dengan respon yang
diberikan untuk abangnya. Abangnya memilih jurusan keperawatan yang identik sebagai ranah
perempuan, tapi orang tuanya mendukung tanpa ada bantahan apapun. Lalu mengapa, lelaki bebas
membuat keputusan tapi perempuan tidak? Ya, kita akui itu sebagai bentuk kekhawatiran seorang
ibu kepada anaknya. Akan tetapi, dapat dibayangkan jika mindset seperti ini terus diadopsi maka
akan menjadi penghambat dalam proses memajukan perempuan. Perempuan penting bergabung di
politik, bergabung partai, jadi anggota legislatif, eksekutif, atau pun yudikatif.

Hadirin yang saya hormati,

Tanpa adanya suara dan peran perempuan di pemerintahan, maka tidak akan ada PERMEN PPPA
Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan
Berbasis Gender Dalam Bencana. Tidak akan ada UU TPKS untuk melindungi manusia dari
kekerasan seksual, terutama perempuan sebagai golongan yang rentan. Tidak akan ada pula,
pengajuan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang isinya berpihak kepada perempuan.
Tanpa keterlibatan perempuan pula, apakah akan ada UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan
UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang mana UU ini mengatur bahwa harus terdapat
30 persen perempuan yang dicalonkan dalam daftar anggota parlemen.

Muncul pertanyaan, apakah laki-laki tidak mampu menjadi wakil kita untuk menyuarakan suara
perempuan di pemerintahan? Mampu, hanya saja tidak selamanya relevan karena laki-laki tidak
selalu memahami bagaimana posisi dan perasaan perempuan. Artinya, kita (perempuan) yang
merasakan maka kita yang harus mengajukan. Ini juga membuktikan, pentingnya peran perempuan
dalam berbagai sektor (sosial/politik) untuk mewujudkan regulasi dan kebijakan yang ramah
perempuan.
Hadirin yang saya hormati,

Saya sempat bertanya kepada panitia, siapa audiencenya nanti? Jawabannya perempuan
perwakilan dari partai, komunitas, dan lembaga-lembaga lainnya. Artinya, hadirin yang hadir
disini adalah orang yang memiliki akses untuk melakukan advokasi kebijakan publik. Memiliki
akses yang cukup untuk berpartisipasi mewujudkan kebijakan dan program yang ramah terhadap
perempuan. Menjadi wakil bagi para perempuan yang belum sadar, betapa penting suara mereka
dalam menghapuskan praktik diskriminasi terhadap perempuan. Oleh karena itu, hadirin yang
hadir pada kesempatan kali ini memiliki sebuah privilege yang harus dimaksimalkan. Hal ini
karena masih ada orang-orang yang mempertanyakan peran perempuan. Misalnya, di DPR. Jumlah
anggota DPR sebanyak 575, dan 120 anggota diantaranya atau setara 20,8% berasal dari kalangan
perempuan. Akan tetapi, Ketua DPR RI Ibu Puan Maharani menyatakan “perempuan banyak di
DPR, tapi eksistensinya masih belum terlihat”. Maka dari itu, partisipasi kita (perempuan) harus
ditingkatkan karena suara kita sangat berharga sebagai pertimbangan sebelum menetapkan sebuah
kebijakan,

Terakhir, hadirin. Marilah kita merasa bangga karena terlahir sebagai seorang perempuan.
Perempuan itu istimewa, perempuan bisa menjadi apa saja. Bisa menjadi orang yang lemah, sangat
kuat, bahkan perempuan pun hampir mampu mengerjakan semua pekerjaan laki-laki. Kita juga
harus bangga karena pernah memiliki presiden perempuan, ketua DPR RI perempuan, Gubernur,
Wali Kota, Bupati, dan pejabat lainnya yang berasal dari kaum perempuan. Kesempatan kita untuk
terlibat dalam segala bidang kehidupan semakin terbuka lebar, mari bersama mengambil bagian
untuk kemajuan perempuan Indonesia. Bersama kita ubah image perempuan yang selalu
dikategorikan sebagai golongan rentan, menjadi golongan berdaya. Perempuan berdaya, negara
sejahtera!

Terima kasih

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai