Tinggi akan memberikan masalah sosial baru di masyarakat sehingga terjadinya keresahan
sosial dalam masyarakat.
Kalo sudah seperti ini, seharusnya disekolah-sekolah ada pendidikan seksualnya, tapi bukan
untuk mempelajari bagaimana cara berhubungan intim melainkan mempelajari secara
mendalam mengenai itu hingga kedampak biologis dan sosialnya. Manusia adalah mahluk
yang belajar, dan karena itu manusia semakin tau dia akan semakin mengerti mana yang baik
dan benar untuk dirinya. Bukan dengan mengadakan tes keperawanan yang sebenarnya tidak
penting untuk dilakukan. Ujar Pembantu Dekan I jurusan Psikologi UMA ini menambahkan.
Pendapat mengenai inipun banyak menuai pro dan kontra bergulir dari masyarakat yang
mendengarkan kabar tes keperawanan untuk syarat masuk sekolah, seperti halnya penolakan
banyak dilakukan dari berbagai pihak seperti hal yang diungkapkan IR (24) aktivis salah satu
organanisasi yang bergerak di bidang keagamaan mengungkapkan itulah buah kapitalis yang
membebaskan remaja untuk berbuat apa saja termasuk seks bebas, yang mengetahui wanita
perawan atau tidak seharusnya Cuma suami kita sajakan, pendidikan itu untuk menuntut ilmu
bukan untuk tes perawan. Pendidikan itu tempat untuk menuntut ilmu dan merubah pribadi
menjadi lebih baik, semua orang berhak mendapatkan pendidikan, jadi jika ada tes
keperawanan untuk masuk ke lembaga pendidikan itu bukan solusi untuk remaja saat
sekarang ini.
Berbeda halnya dengan pendapat yang diungkapkan YU (20) mahasiswa Psikologi UMA tes
keperawanan untuk anak SMA dan Perguruan Tinggi itu sah-sah saja dalam situasi saat ini, itu
boleh-boleh saja karena pergaulan pada saat ini terlalu bebas.
Sama halnya dengan pendapat yang diungkapkan mahasiswa Unimed jurusan bagus biar
para remaja tidak terlalu bebas. Dengan adanya tes perawan itu menjadikan filter dan para
remaja tidak berani untuk melakukan seks bebas. Karena mulai dari perempuanlah itu
bermula, jadi kita harus sadar apa yang harus kita jaga.
Masalah perawan atau tidak perawan sebenarnya bukanlah solusi menjadikan negera ini baik.
Tidak sedikit kerugian yang akan diakibatkan oleh tes keperawanan tersebut bila betul-betul
diterapkan oleh pemerintah, seperti kerugian psikologis, sosiologis, dan ekonomis. Dampak
secara sosiologis saja, para remaja akan menjaga jarak untuk berinteraksi dengan teman
sebayanya akibat adanya stigma negatif (aib) tidak lagi perawan. Itu membuatkan trauma dan
secara psikologis juga cenderung murung, malu, menutup diri sehingga tidak dapat lagi
mengembangkan potensi dirinya secara maksimal untuk berpartisipasi di masyarakat. Secara
ekonomis, remaja yang berpredikat tidak lagi perawan akan dipandang rendah di masyarakat
sehingga tidak lagi dihargai sebagai perempuan yang layak dihargai. Tidak kalah pentingnya
adalah ia akan mendapatkan predikat wanita nakal, murahan, brengsek, sampah masyarakat,
dan julukan merendahkan lainnya. Padahal penting diingat bahwasannya kepintaran seseorang
bukanlah dari dia masih perawan atau tidaknya saja.
Merdeka.com - Kemarin muncul wacana dari Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera
Selatan untuk mengadakan tes keperawanan terhadap siswa sekolah. Rencana itu akan
dipraktikkan tahun depan. Tapi baru diusulkan, wacana sudah menuai banyak kritik.
Lalu bagaimana sih cara memeriksa keperawanan itu?
Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi, Wimpie Pangkahila mengatakan, bicara keperawanan
itu sebelumnya harus ada kesepakatan soal definisi perawan, apakah seorang perempuan
pernah atau tidak melakukan hubungan seksual, atau semata-mata karena selaput dara robek
atau tidak.
Sebab, dia melanjutkan, kalau definisi yang dipakai itu pernah atau tidak melakukan
hubungan seksual, berarti tes keperawanan itu tidak ada hubungannya dengan selaput dara
yang robek. Misalnya dia melakukan masturbasi pakai alat atau jari hingga selaput dara robek,
tapi tidak pernah berhubungan seksual.
"Terus dites. Dan si perempuan jawab, saya perawan karena tidak pernah melakukan
hubungan seksual. Terus dia tidak diterima sekolah karena selaput daranya robek, kan kasihan
cewek-cewek itu nanti. Kasihan mereka yang pernah masturbasi pakai alat atau jari," kata
Wimpie sambil tertawa.
Padahal, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu melanjutkan, tes
keperawanan di situ kan menyangkut perilaku. Misalnya perempuan dites apakah perilakunya
buruk karena pernah melakukan hubungan seks bebas atau tidak. "Karena menyangkut
perilaku (seks bebas), tidak ada kaitannya dengan selaput dara," terangnya.
Kemudian, soal cara pemeriksaan selaput dara. Wimpie mengatakan, tidak semua dokter tahu
bagaimana cara memeriksa selaput dara itu. Seandainya tes sudah dilakukan, apa sekolah
yakin begitu saja, padahal untuk mengetahui itu butuh verifikasi pendapat lain (second
opinion).
"Jadi yang memeriksa ini siapa? Dokter? Memangnya semua dokter tahu? Apa benar dokter
pasti benar pemeriksaannya? Terus bagaimana dengan second opinion-nya. Misalnya ada
pasien datang, kalau tes keperawanan salah masak harus diulang-ulang? Karena tidak semua
dokter tahu tentang seksualitas," ujarnya.
Berikut ini beberapa cara tes keperawanan menurut Dokter Wimpie di rumah sakit.
1. Buka celana.
2. Wanita tidak sedang menstruasi.
3. Wanita diminta berbaring di tempat tidur, dengan posisi seperti orang sedang melahirkan.
4. Kemudian dokter membuka kelamin, di sana bisa dilihat selaput dara robek atau tidak
(untuk melihat ini butuh pengetahuan dan ketelitian tinggi, karena tidak semua dokter tahu
dengan benar bila tidak ahlinya).
5. Jika selaput dara masih utuh, maka akan terlihat selaput tipis yang menutupi dinding dan
bibir vagina.
6. Untuk melihat itu bisa dengan mata telanjang.
Namun demikian, Wimpie mengatakan tidak adil jika keperawanan wanita selalu dibesarbesarkan, sementara tidak demikian dengan masalah keperjakaan pria. Keperjakaan tidak bisa
dibuktikan sama sekali meski si pria sudah pernah berhubungan seksual berulang kali, kecuali
dengan pengakuan.
"Untuk mengetahui perawan atau tidak dan perjaka atau tidak, itu satu, pengakuan. Karena ini
kaitannya dengan perilaku," ujarnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-cara-mengetes-keperawanan.html