Anda di halaman 1dari 29

SPINA BIFIDA

Dokter Pembimbing : dr. Abdurrahman Mouza, M.Ked, Sp.BS (K)


DEFINISI
Spina Bifida adalah istilah umum untuk kondisi neurologis yang dihasilkan dari kegagalan
penutupan tabung saraf dari berbagai tingkat selama perkembangan janin. Hal ini dapat
menyebabkan disfungsi neurologis yang signifikan dan dapat menyebabkan keterbatasan
fungsional di masa dewasa yang mempengaruhi kualitas hidup.

Spina bifida adalah kelainan kongenital di mana tulang belakang terbelah (bifid) sebagai
akibat kegagalan penutupan tabung saraf embrio, selama minggu keempat pasca
pembuahan. Dalam bentuknya yang paling umum dan paling parah, myelomeningocele
(MMC; juga disebut spina bifida terbuka atau spina bifida aperta), sumsum tulang
belakang terbuka ke arah punggung, membentuk plakoda di bagian belakang janin atau
bayi baru lahir yang sering bertumpu pada kantung meningeal ( kemudian diberi nama
spina bifida cystica)

Brea CM, Munakomi S. 2021. Spina Bifida. In: StatPearls . Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021. Accessed 19 Oktober 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559265/

Copp AJ, Adzick NS, Chitty LS, Fletcher JM, Holmbeck GN, Shaw GM. 2015. Spina bifida. Nat Rev Dis Primers. Vol 1:15007. Published 2015 Apr 30.
doi:10.1038/nrdp.2015.7
ETIOLOGI
ETIOLOGI
• Etiologi pada kebanyakan kasus myelomeningocele adalah multifactorial termasuk genetik, ras, lingkungan
termasuk nutrisi, khususnya asupan asam folat, adalah kuncinya. Setidaknya setengah kasus neural tube
defects berhubungan dengan defisiensi asam folat. US Public Health Service (USPHS) dan CDC
merekomendasikan asupan asam folat dengan dosis 0.4 mg (400 mcg) per hari untuk wanita hamil.

• Faktor sitoplasma, pewarisan poligenik, penyimpangan kromosom, dan pengaruh lingkungan (misalnya,
teratogen) semuanya dianggap sebagai kemungkinan penyebab.

• Kromosom yang berhubungan dengan abnormalitas ini termasuk trisomy 13 dan 18, triploidy, dan single-
gene mutation.

• Obat-obatan : Antiepileptic (khususnya Valproate dan Carbamazepine)

Foster M. Spina Bifida: Background, Pathophysiology, Etiology. Emedicine.medscape.com. 2018. Accessed 19 October 2021, Available from: https://emedicine.medscape.com/article/311113-
overview#a1
KLASIFIKASI
SPINA BIFIDA OKULTA

 Spina bifida sebenarnya tidak mengacu pada spina bifida occulta, yang
mungkin ada pada sejumlah besar orang dewasa yang sehat.
 Beberapa berpendapat bahwa itu dapat ditemukan pada sepertiga
orang dewasa yang sehat jika studi pencitraan digunakan untuk
menganalisis lengkungan vertebra posterior.
 Foster MR. 2020. Spina Bifida. Accessed 19 october 2021. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview#a1
Spina Bifida Okulta

Jahangir Moini, Pirouz Piran, in Functional and Clinical Neuroanatomy, 2020


Campbell, J.W. Spina Bifida Occulta. KidsHealth. Accessed 19 October 2021, available at https://kidshealth.org/en/parents/spina-bifida-occulta.html
SPINA BIFIDA CYSTICA
• Dalam kondisi ini, tulang belakang menjadi bifid dan kista terbentuk. Meningokel,
pembengkakan kistik pada dura dan arachnoid, menonjol melalui defek spina bifida di
lengkung vertebra.

• Spina bifida cystica menyebabkan masalah ketika jaringan tali pusat meluas ke meningokel,
dalam hal ini kista disebut myelomeningocele.

• Bentuk lain dari spina bifida cystica, jenis yang paling parah sebenarnya, adalah varietas
myelocele, atau myeloschisis, di mana pelat saraf terbuka ditutupi secara sekunder oleh epitel
dan pelat saraf telah menyebar ke permukaan.

• Foster MR. 2020. Spina Bifida. Accessed 19 october 2021. Available at https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview#a1
SYRINGOMENINGOCELE

• Syringomeningocele adalah bentuk lain dari spina bifida. Kata Yunani syrinx, yang
berarti tabung atau piring, digabungkan dengan meninx (selaput) dan kele (tumor).
• Dengan demikian, istilah tersebut menggambarkan pusat berongga, dengan cairan
tulang belakang yang terhubung dengan kanal sentral medula spinalis yang tertutup
oleh membran dengan sedikit substansi korda

• Foster MR. 2020. Spina Bifida. Accessed 19 october 2021. Available at


https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview#a1
Spina Bifida Meningocele

Jahangir Moini, Pirouz Piran, in Functional and Clinical Neuroanatomy, 2020


SYRINGOMYELOCELE DAN SYRINGOMYELIA
• Syringomyelocele adalah jenis spina bifida di mana penonjolan membran dan
sumsum tulang belakang menyebabkan peningkatan cairan di saluran pusat,
melemahkan jaringan tali pusat terhadap kantung berdinding tipis.
• Syringomyelia, atau hydrosyringomyelia, adalah adanya rongga di sumsum tulang
belakang, yang mungkin dihasilkan dari pemecahan formasi baru gliomatous

• Foster MR. 2020. Spina Bifida. Accessed 19 october 2021. Available at https://emedicine.medscape.com/article/311113-
overview#a1
Spina Bifida Myelomeningocele

Jahangir Moini, Pirouz Piran, in Functional and Clinical Neuroanatomy, 2020


Spina Bifida. CDC. 2021. Accessed 19 October 2021, available at
https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/surveillancemanual/quick-reference-handbook/spinaBifida.html
PATOGENESIS
Patogenesis
Embriogenesis
Tuba neural (neural tube) terbentuk sejak hari ke-22 pasca fertilisasi yang terdiri dari dua tahapan,
antara lain tahap neurulasi primer dan sekunder. Pada proses neurulasi primer tuba neural menutup
secara bidireksional dari otak belakang mengarah ke tulang belakang. Pada hari ke-24, proses neurulasi
primer selesai menutup hingga lubang bumbung (neuropore) rostral dan pada hari ke-26, lubang
bumbung menutup hingga sakral atas, tepatnya pada bagian lubang bumbung kaudal.
Neurulasi sekunder atau disebut pula sebagai tahap kanalisasi terjadi setelah tahap primer selesai.
Pada tahap ini terjadi perubahan sel blastema mesenkim yang bersifat pluripoten menjadi sel epitel
padat berbentuk batang yang mengalami kanalisasi pada bagian dorsal. Proses ini membentuk tuba
neural sekunder di bagian sakral bawah dan koksigeus, usus belakang (hind gut), saluran genitourinaria
bawah, dan filum terminale.

1. Copp A, Adzick N, Chitty L, Fletcher J, Holmbeck G, Shaw G. Spina bifida. Nature Reviews Disease Primers. 2015;1(1):1-18.
2. Wang H, Wiener J, Ross S, Routh J. Emergent Care Patterns in Patients with Spina Bifida: A Case-Control Study. Journal of Urology. 2015;193(1):268-273.
Patogenesis (Lanjutan)
Terdapat beberapa jenis spina bifida yang berbeda tergantung waktu atau tahap neurulasi yang
mengalami gangguan. Kegagalan fusi lipatan neural pada titik tengah dorsal dapat menyebabkan defek
yang bersifat terbuka atau mengekspos lempeng saraf (neural plate). Biasanya penderita yang
mengalami kondisi tersebut akan mengalami gangguan fungsi neurologis yang parah. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi gangguan fungsi neurologis adalah pemeriksaan nervus
kranialis.
Gangguan pada proses neurulasi sekunder biasa terjadi apabila tuba neural gagal terpisah dengan
jaringan non neural lainnya. Hal ini menyebabkan kelainan spina bifida yang tertutup oleh jaringan kulit
atau biasa disebut sebagai spina bifida okulta.
Penderita spina bifida kerap kali menderita gangguan fungsi neurologis akibat proses neurodegenerasi
sel saraf yang disebabkan oleh paparan tuba neural yang terbuka dengan cairan ketuban. Paparan air
ketuban yang berkepanjangan pada sel saraf menyebabkan perdarahan sel yang berujung pada
terputusnya sambungan akson, serta kematian sel.

1. Copp A, Adzick N, Chitty L, Fletcher J, Holmbeck G, Shaw G. Spina bifida. Nature Reviews Disease Primers. 2015;1(1):1-18.
2. Wang H, Wiener J, Ross S, Routh J. Emergent Care Patterns in Patients with Spina Bifida: A Case-Control Study. Journal of Urology. 2015;193(1):268-273.
GEJALA
Gejala
• Gangguan vesika urinaria dan Usus (inkontinensia)
• Disfungsi Seksual
• Kelemahan dan kehilangan sensasi dibawah defek
• Inabilitas menggerakkan anggota gerak (paralysis) dan gangguan
kognitif
• Malformasi orthopedic (club feet atau gangguan lutut atau panggul

Children Hospital of Philadelphia. 2021, diakses tanggal 19 Oktober 2021, tersedia di : https://www.chop.edu/conditions-
diseases/spina-bifida
DIAGNOSIS
Anamnesis
- Pola makan selama kehamilan, kebiasaan ibu saat hamil, riwayat konsumsi suplemen asam folat , riwayat konsumsi obat
antiepilepsi seperti asam valproat, serta riwayat penyakit penyerta yang dialami oleh ibu.
- Riwayat keluarga dan kehamilan sebelumnya juga perlu ditanyakan pada ibu terkait dengan peningkatan risiko terjadinya
kondisi spina bifida pada anak yang lahir dari ibu dengan riwayat melahirkan anak dengan kondisi spina bifida atau neural
tube defect lain sebelumnya atau anggota keluarga mengalami kondisi yang serupa.
- Setelah bayi lahir, orang tua biasa akan mengeluhkan adanya benjolan, cekungan, atau kelainan kulit lainnya pada daerah
garis tengah vertebra atau punggung. Bayi biasa akan tampak letargi, sulit makan, disertai dengan inkoordinasi gerakan
mata, gangguan perkembangan, dan keluhan neurologis lain.
- Seiring dengan berjalannya usia, anak dengan spina bifida biasanya lebih sering mengalami enuresis nokturnal dan
disfungsi saluran kemih. Oleh karena itu, penderita lebih sering mengalami infeksi saluran kemih berulang, penyakit ginjal
kronis, dan hipertensi. Keluhan lainnya yang dapat ditemukan, seperti adanya perubahan perilaku, peningkatan
spastisitas, dan deformitas tulang maupun ekstremitas yang berdampak pada gangguan gerakan.

1. Foster M. Spina Bifida: Background, Pathophysiology, Etiology. Emedicine.medscape.com. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview
2. Komolafe E, Ogunbameru I, Onyia C, Owagbemi O, Ige-Orhionkpaibima F. Letter to the Editor. Family history of neural tube defects. Journal of Neurosurgery: Pediatrics.
2018;21(3):337-338.
3. Dupépé E, Patel D, Rocque B, Hopson B, Arynchyna A, Bishop E et al. Surveillance survey of family history in children with neural tube defects. Journal of Neurosurgery:
Pediatrics. 2017;19(6):690-695.
4. Yavuz A, Bayar G, Kilinc M, Sariogullari U. The Relationship Between Nocturnal Enuresis and Spina Bifida Okulta: A Prospective Controlled Trial. Urology. 2018;120:216-
221.
5. Ortiz T, Velazquez N, Ding L, Routh J, Wiener J, Seed P et al. Predominant bacteria and patterns of antibiotic susceptibility in urinary tract infection in children with spina
Pemeriksaan Fisik Tabel 1. Gejala Neurologis Berdasarkan Lokasi Lesi
Sumber : dr. Giovanni Gilberta, 2019
- Pada pemeriksaan awal, inspeksi kulit penting sebagai petunjuk
Lokasi
untuk menegakkan diagnosis spina bifida. Inspeksi dilakukan Lesi
Pemeriksaan Neurologis
untuk melihat keberadaan abnormalitas kulit, terutama pada
- Terganggunya fungsi ekstremitas atas, tanpa keterlibatan
garis tengah punggung. Biasa dijumpai adanya benjolan yang Torakal ekstremitas bawah
tertutup atau tidak tertutup kulit, cekungan, hiperpigmentasi, - Memiliki keterkaitan dengan gangguan kognitif
atau rambut di daerah kulit tersebut.
- Pemeriksaan neurologis secara lengkap perlu dilakukan pada - Hilangnya gerakan ekstensi dan abduksi pinggul
penderita dan biasanya akan menunjukkan gangguan, baik pada Lumbar
- Hilangnya semua gerakan lutut dan pergelangan kaki
motorik, sensorik, atau saraf kranial tergantung lokasi lesi yang atas
- Perubahan kekuatan fleksor dan adduktor pinggul yang
terkena. Pemeriksaan juga menunjukkan adanya lesi bervariasi
pada upper dan lower motor neuron. Lesi pada torakal biasanya
menunjukkan gejala dominan pada ekstremitas atas dan leher,
- Hilangnya gerakan plantar fleksor pergelangan kaki
sedangkan lesi pada lumbar dan sakral akan memberikan Lumbar
- Perubahan kekuatan hamstring lateral, abduktor pinggul, dan
bawah
gangguan pada ekstremitas bawah. [4,29] dorsifleksor pergelangan kaki yang bervariasi
- Penderita juga kerap kali menunjukkan adanya tanda
peningkatan intrakranial akibat hidrosefalus. Hal ini ditunjukkan Sakral Kekuatan fleksor plantar pergelangan kaki bervariasi
dengan adanya fontanel yang menonjol, delikan mata ke atas
(sunset eye sign), dan peningkatan lingkar kepala yang 1. Foster M. Spina Bifida: Background, Pathophysiology, Etiology. Emedicine.medscape.com.
didapatkan dari hasil pengukuran. Peningkatan tekanan 2.
2018. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview
Piper R, Pike M, Harrington R, Magdum S. Chiari malformations: principles of diagnosis and
intrakranial juga ditunjukkan dengan papiledema dalam 3.
management. BMJ. 2019:l1159.
Sepulveda W, Wong A, Sepulveda F, Alcalde J, Devoto J, Otayza F. Prenatal diagnosis of spina
pemeriksaan funduskopi. [2,29] bifida: from intracranial translucency to intrauterine surgery. Child's Nervous System.
2017;33(7):1083-1099.
Diagnosis Banding
- Sakrokoksigeal Teratoma : tumor sel germinal yang berasal dari sisa sel totipotensial dan berlokasi di presakral. 
- Sakral Agenesis : Sakral agenesis adalah kelainan kongenital yang ditandai dengan adanya kelainan osteologi dari tulang
belakang, dimana bagian sakral tidak terbentuk akibat gangguan perkembangan yang menyebabkan defisiensi mesoderm
kaudal.
- Diastematomyelia : Suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan adanya medula spinalis yang terpisah secara
abnormal ke arah longitudinal. 

-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Biokimia
- Prenatal Morphology Ultrasonografi (USG)
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
- Computed Tomography Scan (CT-Scan)
- Pemeriksaan Urine

1. Foster M. Spina Bifida: Background, Pathophysiology, Etiology. Emedicine.medscape.com. 2018. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/311113-overview
2. Piper R, Pike M, Harrington R, Magdum S. Chiari malformations: principles of diagnosis and management. BMJ. 2019:l1159.
3. Sepulveda W, Wong A, Sepulveda F, Alcalde J, Devoto J, Otayza F. Prenatal diagnosis of spina bifida: from intracranial translucency to intrauterine surgery. Child's Nervous System. 2017;33(7):1083-1099.
4. Egloff A, Bulas D. Magnetic Resonance Imaging Evaluation of Fetal Neural Tube Defects. Seminars in Ultrasound, CT and MRI. 2015;36(6):487-500.
5. Dias M, Partington M. Congenital Brain and Spinal Cord Malformations and Their Associated Cutaneous Markers. PEDIATRICS. 2015;136(4):e1105-e1119.
6. Upasani V, Ketwaroo P, Estroff J, Warf B, Emans J, Glotzbecker M. Prenatal diagnosis and assessment of congenital spinal anomalies: Review for prenatal counseling. World Journal of Orthopedics. 2016;7(7):406.
7. Ladenhauf H, Brandtner M, Schimke C, Ardelean M, Metzger R. Sacrococcygeal Teratoma Presenting with Vaginal Discharge and Polyp in an Infant. Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology. 2018;31(3):318-320.
8.  Abdul Aziz D. Internal Sacrococcygeal Teratoma Causing Urinary Retention in a Newborn. Journal of Pediatrics & Neonatal Care. 2017;6(5):1-2.
TATALAKSANA
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan Operatif
2. Penatalaksanaan Komorbid

1. Penatalaksanaan Operatif
Operasi Fetus/ Fetal Surgery

Operasi Paska Lahir


Operasi Fetus/ Fetal Surgery Operasi Paska Lahir
Operasi pada fetus dapat dilaksanakan pada usia Tindakan pembedahan merupakan tata laksana utama
gestasi 19-25 minggu. Operasi yang dilakukan saat pada kasus spina bifida dan sebaiknya dilakukan dalam
prenatal memiliki risiko, seperti kelahiran 48 jam pertama kehidupan. Penutupan lesi spina bifida
prematur, dehiscence uterus, ketuban pecah dini, dilakukan untuk melindungi sumsum tulang dan saraf
dan peningkatan risiko kematian fetus maupun serta mencegah terjadinya meningitis. Semakin dini
neonatus operasi penutupan dilakukan, semakin baik proteksi
terhadap organ tersebut. Tindakan operasi tidak dapat
memperbaiki atau menggantikan saraf yang sudah
mengalami kerusakan. 
Lesi spina bifida ditutup dengan menggunakan kulit
dan flap dari otot atau patch sintetik yang terbuat dari
gelatin, kolagen, dan sebagainya. Tindakan operasi dapat
dilakukan juga saat janin masih berada dalam
kandungan. Tujuan dari operasi prenatal selain
mencegah kerusakan saraf adalah menghentikan
kebocoran cerebrospinal fluid (CSF).

Copp A, Adzick N, Chitty L, Fletcher J, Holmbeck G, Shaw G. Spina bifida. Nature Reviews Disease Primers. 2015;1(1):1-18.
Phillips L, Burton J, Evans S. Spina Bifida Management. Current Problems in Pediatric and Adolescent Health Care.2017;47(7):173-177.
2. Penatalaksanaan Komorbid
a. Neurologi
Ventrikulomegali dan hidrosefalus kerap kali dijumpai sebagai penyakit penyerta penderita spina bifida. Penanganan
operatif untuk menangani komorbid ini, antara lain :
• Koagulasi pleksus koroid untuk mencegah produksi cerebrospinal fluid (CSF) yang dapat memperparah kondisi
hidrosefalus
• Membuat shunt ventrikuloperitoneal untuk membantu aliran CSF
• Ventrikulostomi pada ventrikel 3 untuk membantu aliran CSF dan mengurangi hidrosefalus

b. Urologi
Kateterisasi intermiten, terapi medikamentosa, dan operasi merupakan tata laksana terkait komorbid saluran kemih.
Tujuan tata laksana awal adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Seiring dengan peningkatan usia, pengendalian
berkemih, buang air besar, dan fungsi seksual menjadi tujuan penatalaksanaan.
Terapi farmakologis, seperti antikolinergik, dan penggunaan kateter diberikan berdasarkan temuan klinis yang
didapatkan dari pemeriksaan urodinamik yang menunjukkan adanya perburukan atau kondisi hidronefrosis. Tindakan
operasi diindikasikan apabila medikamentosa tidak memberikan perbaikan dan meningkatkan kualitas hidup anak
melalui independensi dan pengendalian fungsi berkemih dan fekal. 

Copp A, Adzick N, Chitty L, Fletcher J, Holmbeck G, Shaw G. Spina bifida. Nature Reviews Disease Primers. 2015;1(1):1-18.
Snow-Lisy D, Yerkes E, Cheng E. Update on Urological Management of Spina Bifida from Prenatal Diagnosis to Adulthood. Journal of Urology. 2015;194(2):288-296
Phillips L, Burton J, Evans S. Spina Bifida Management. Current Problems in Pediatric and Adolescent Health Care. 2017;47(7):173-177.
c. Muskuloskeletal
Semakin tinggi lokasi lesi, semakin banyak otot yang mengalami abnormalitas sehingga semakin parah
manifestasi kelemahan yang dialami oleh penderita spina bifida. Penderita seringkali mengalami
ketidakseimbangan dan kelainan ortopedi, seperti displasia panggul, talipes equinovarus , dan vertical talus.
Penggunaan orthosis dan tindakan operasi merupakan pilihan tata laksana kondisi ini. Operasi korektif dapat
dilakukan setelah lahir dan memerlukan follow-up jangka panjang

d.Dermatologi
Kondisi pressure ulcer sering dialami oleh penderita terkait dengan penggunaan kursi roda akibat kelemahan
motorik yang dialami. Untuk menghindari kejadian tersebut, perlu dilakukan perubahan posisi setiap 10-15
menit. Selain itu, gangguan sensorik pada daerah kulit juga membuat penderita mengalami luka bakar yang
dapat ditata laksana tergantung kedalaman luka.
Penggunaan obat topikal, seperti basitrasin, silver sulfadiazine, dan silver nitrat dapat digunakan. Namun,
perlu diperhatikan silver sulfadiazine tidak boleh digunakan pada penderita yang berusia kurang dari 2 tahun
karena dapat meningkatkan risiko kernikterus.

Copp A, Adzick N, Chitty L, Fletcher J, Holmbeck G, Shaw G. Spina bifida. Nature Reviews Disease Primers. 2015;1(1):1-18.
Phillips L, Burton J, Evans S. Spina Bifida Management. Current Problems in Pediatric and Adolescent Health Care.2017;47(7):173-177.
Shah A, Liao L. Pediatric Burn Care. Clinics in Plastic Surgery. 2017;44(3):603-610.

Anda mungkin juga menyukai