ALAT BICARA DAN FUNGSINYA KLASIFIKASI BUNYI KELOMPOK 2 1. Anisa Putri Budiarti (13010120140050) 2. Tri Masriana (13010120140052) 3. Regina Gayuh Rahmawati (13010120140053) 4. Bintang Raphael Cornelius (13010120140056) 5. Rafi Naufal Ubaidillah (13010120140057) 6. Linda Febriyanti (13010120140058) 7. Urwah Dzakkiy Umam (13010120140066) Fonologi adalah ilmu tentang pembendaharaan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Fonologi PENGANTAR diartikan sebagai kajian Bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia. (Wikipedia, 2021) HUBUNGAN FONOLOGI DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN
Fonologi mengkaji bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan
terkecil dari ujaran beserta dengan "gabungan" antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Serta juga dengan unsur-unsur suprasegmentalnya, seperti tekanan, nada, hentian dan durasi. Satu tingkat di atas satuan silabel ialah satuan morfem yang menjadi objek kajian linguistik morfologi.
*Silabel tidak memiliki makna : morfem memiliki
makna Morfologi Morfologi yang lazim diartikan sebagai kajian mengenai proses pembentukan kata dalam kajiannya juga masih memerlukan bantuan kajian fonologi.
Misalnya dalam kasus yang disebut morfofonemik, akan dibicarakan adanya
perubahan bunyi, penambahan bunyi, pergeseran bunyi, dan sebagainya sebagai akibat dari adanya proses pertemuan morfem dengan morfem, terutama antara morfem afiks dengan morfem dasar atau morfem akar.
Dalam beberapa bahasa tertentu unsur suprasegmental yang juga menjadi
objek kajian fonologi- seperti nada, tekanan, dan durasi, akan memberi "warna" makna pula terhadap wujud sebuah morfem atau kata. Jadi, kajian fonologi masih terlibat dalam kajian morfologi. Sintaksis Di atas satuan morfem ada satuan ujar yang disebut kata, frase, klausa, dan (kalau ujarannya dalam bentuk wacana) kalimat, yang menjadi objek kajian linguistik bidang sintaksis. Dalam kajian sintaksis ini fonologi juga masih terlibat karena sering kali makna sebuah ujaran (kalimat) tergantung pada unsur-unsur suprasegmentalnya. Misalnya ujaran "guru baru datang" akan bermakna 'guru itu terlambat' apabila diberi jeda antara kata guru dan kata baru; tetapi akan bermakna 'guru itu baru diangkat' apabila diberi jeda antara kata baru dan kata datang.
Penggunaan intonasi final
Intonasi deklaratif kalimat deklaratif Intonasi interogatif kalimat interogatif Intonasi interjektif kalimat interjektif 1. Kajian semantik yang meliputi semua tataran bahasa juga banyak melibatkan kajian fonologi. Perbedaan bunyi pada sebuah “ pasangan minimal” dapat membedakan makna kedua kata itu. Di luar kajian struktur internal bahasa, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis, ada bidang kajian linguistik yang lain, yaitu semantik, leksikografi, sosiolinguistik, 2. Kajian leksikografi memanfaatkan fonologi dalam psikolinguistik, dan dialektologi. memanfaatkan penulisan entri ( lema) dengan tulisan fonetik agar entri itu dapat diucapkan dengan tepat dan benar. Misal pemakaian huruf u dalam bahasa inggris: 3. Kajian Putsosiolinguistik juga memanfaatkan hasil kajian <u> u fonologi, dalam hal variasi variasi bunyi dapat menunjukkan But <u> status sosial dari a seseorang atau sekelompok orang di dalam masyarakat. Penggunaan bunyi [ɛ] dan [ah] pada kata apa di Jakarta dapat menunjukan dari etnis mana penutur bahasa itu. 4. Kajian psikolinguistik, sewaktu membicarakan perkembangan pemerolehan bunyi-bunyi bahasa oleh kanak-kanak tentu memerlukan fonologi. Misalnya, mengapa bunyi bunyi bilabial lebih dahulu diperoleh oleh seorang kanak-kanak daripada bunyi dental atau palatal. Begitu juga mengapa bunyi lateral dan bunyi tril pada kanak-kanak usia tertentu sering dipertukarkan dan sebagainyanya. *bilalbial = konsonan dwibbir /p/, /b/, /m/, /w/. *dental = konsonan gigi /t/, /d/, /n/, /l/. *palatal = konsonan tengah lidah /c/, /j/, /y/
5. Kajian dialektologi, misalnya,dalam dialek Jakarta ( Betawi ) ada subdialek yang
mengucapkan kata < apa > menjadi [apɛ], [ap], dan [apah]. Hasil kajian fonologi juga diperlukan dalam bidang klinis yaitu dalam membantu mereka yang mendapat hambatan dalam berbicara maupun mendengar. Yang sangat diperlukan disini adalah hasil kajian fonetiknya.
Di luar kajian linguistik masih banyak bidang kegiatan lain
yang memerlukan bantuan fonologi. Misalnya,seni suara, seni musik, seni sastra ( terutama dalam pembacaan puisi), juga dalam seni berbicara ( berpidato). ALAT BICARA DAN FUNGSINYA
Proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besarnya Terjadinya Bunyi
terbagi atas 4 macam, yakni: 1. Proses keluarnya bunyi dari paru-paru. 2. Proses fonasi, yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan. 3. Proses artikulasi yaitu proses terbentuknya bunyi oleh articulator. 4. Proses oro-nasal, proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung (Ladefoged, 1973: 2-3). ALAT BICARA 1. paru-paru (lungs) 15. anak tekak (uvula) 2. tenggorokan (trachea) 16. langit-langit lunak (velum) 3. pangkal tenggorokan (larynx) 17. langit-langit keras (palatum) 4. pita suara (vocal cords) 18. gusi (alveolum) 5. krikoid (cricoid) 19. gigi atas (denta) 6. tiroid (tyroid) atau gondok laki 20. gigi bawah (denta) 7. aritenoid (arythenoid) 21. bibir atas (labia) 8. rongga anak tekak (pharynx) 22. bibir bawah (labia) 9. epiglotis (epiglottis) 23. mulut (mouth) 10. akar lidah (root of tangue) 24. rongga mulut (mouth cavity) 11. punggung lidah (dorsum) 25. rongga hidung (nasal cavity) 12. tengah lidah (medium) 13. daun lidah (lamina) 14. ujung lidah (apex) FUNGSI ALAT BICARA SECARA SINGKAT: a. Paru-paru (Lungs) Berfungsi untuk bernafas. Paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan udara yang menjadi sumber terbentuk bunyi bahasa (Pike, 1974). b. Pangkal Tenggorokan (Larynx) Berfungsi untuk mengeluarkan udara dari paru- paru. Rongga tenggorokan bisa membuka dan menutup. Membuka = vokal Menutup = konsonan c. Rongga Anak Tekak (Pharynx) Sebagai saluran udara yang akan bergetar bersama- sama dengan pita suara. d. Pita Suara (Vocal Cords) Sebagai katup yang mengatur jalannya udara dari paru-paru ketika melalui tenggorokan. e. Langit-langit Lunak (Velum) dan Anak tekak (Uvula) g. Gusi (Alveolum) Berfungsi menghasilkan bunyi, naik dan turun. Membentuk bunyi bahasa, bunyi yang dihasilkan disebut bunyi alveolar. Huruf ‘s, t, n, Turun = ketika bernapas normal, sehingga l’ sering disebut alveolar. udara dapat leluasa melalui hidung, dan membentuk bunyi nasal. Naik = menutup rongga hidung, dan h. Gigi (Dentum) membentuk bunyi nonnasal. Membentuk bunyi bahasa (gigi atas *Bunyi nasal: bunyi yang keluar dari rongga hidung. bekerjasama dengan bibir bawah dan ujung lidah). f. Langit-langit Keras (Palatum) Bunyi dental: lidah menyentuh gigi Berfungsi menghasilkan bunyi bahasa, langit-langit atas (t, d, n, l) keras menjadi artikulator pasif. Bunyi labio-dental: bibir bawah dan Bunyi yang dihasilkan oleh langit-langit keras ujung gigi atas (f) disebut bunyi palatal. Bunyi apiko-dental: gigi atas dan Bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah (apex) ujung lidah (t) disebut bunyi apical. Bunyi yang dihasilkan oleh tengah lidah (medium) disebut bunyi medial. i. Bibir (Labium) Membentuk bunyi bahasa, bunyi yang dihasilkan disebut bunyi bilabial (p, b, m, w). j. Lidah Menghasilkan bunyi dengan 5 bagiannya (akar, pangkal, tengah, daun, ujung) bunyi radiko- faringal bunyi dorso velar bunyi medio-palatal bunyi apiko-palatal bunyi apiko-alveolar a. Vokal, Konsonan, dan Semivokal Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan/hambatan. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada saat KLASIFIKASI diartikulasikan belum membentuk konsonan murni. BUNYI b. Bunyi Nasal dan Oral Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut, tetapi membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung. Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkut ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus udara dari paru-paru keluar melalui mulut. c. Bunyi Keras dan Lunak Bunyi bahasa disebut keras apabila pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. J e n i s b u n y i k e r a s : 1) bunyi letup tak bersuara: [p, t, c, k], 2) bunyi geseran tak bersuara: [s], 3) bunyi vokal: [◻] Bunyi Bahasa disebut lunak apabila pada waktu diartikulasikan tidak disertai ketengan kekuatan arus udara, bunyi itu disebut lunak. Jenis bunyi lunak: 1) bunyi letup bersuara: [b, d, j, g], 2) bunyi geseran bersuara: [Z], 3) bunyi nasal: [m, n, ñ,h], 4) bunyi likuida: [r, l], 5) bunyi semi-vokal: [w, y], 6) bunyi vokal: [i, e, o, u]. d. Bunyi Panjang dan Pendek e. Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring f. Bunyi Tunggal dan Rangkap Bunyi vocal dan kosonan = bunyi tunggal Diftong maupun klister = bunyi rangkap g. Bunyi Egresif dan Ingresif Egresif dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Dibedakan menjadi egresif pilmonik (mengecilkan rongga paru-paru) dan egresif glotalik (merapatkan pita suara). Ingresif dibentuk dengan cara mengisap udara ke dalam paru- paru. Dibedakan menjadi ingresif glotalik (menghisap udara dan merapatkan pita suara) dan ingresif velarik (menghisap udara dan menaikkan pangkal lidah dalam langit-langit lunak). h. Geminat dan Homorgan Geminat yaitu rentetan artikulasi yang sama (identik), sehingga menimbulkan ucapan panjang dalam bunyi tersebut, contohnya: Allah dan assalamualaikum. Adapun yang disebut Homorgan yaitu bunyi-bunyi bahasa yang terbentuk oleh alat dan daerah artikulasi yang sama. Contohnya, konsonan alveolar: [t], [d], dan [n]; konsonan bilabial [p], [b], dan [m]; konsonan palatal [c], [j], [n] (Robins, 1980, Bab 8). Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. Rosmana, A. I. BBM (Bahan Belajar Mandiri). Objek SUMBER Kajian Fonetik, Alat Ucap, Klasifikasi Bunyi Bahasa, dan Proses Terbentuknya Bunyi Bahasa. https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&ur l=http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/KEBAHA SAAN_I/BBM_1.pdf&ved=2ahUKEwiz3NXO3ofvAhU_ yjgGHd1PD3IQFjADegQIChAC&usg=AOvVaw3g8uvk2 oQI8i_bmymPXGwZ . diakses pada 26, Februari 2021.