Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH

MUHAMMADIYAH
ANGGOTA KELOMPOK 3:
1. Destian Aji Wibowo (1801040053)
2. Arinda Wahyu Fadila (1801040069)
A. Faktor Obyektif (Kondisi Sosial Dan Keagamaan Bangsa
Indonesia Pada Zaman Kolonial)
• Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan
sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan,
menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh
pemerintah Kolonialisme Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang
terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari
pemurtadan.
• Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam
di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya
melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama
upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
• Realitas sosio agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan Hindu dan Budha,
memunculkan kepercayaan dan praktik ibadah yang menyimpang dari Islam.
Kepercayaan dan praktik ibadah tersebut dikenal dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat.
Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut Al-Qur’an dan Al-
Hadits, Melihat realitas sosio-agama ini mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah
• Realitas sosio pendidikan di Indonesia
KH. Ahmad Dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua
yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama dan
pendidikan barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan
yang mendapat pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan
sekuler. Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad KH. Ahmad
Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad KH. Ahmad Dahlan ialah
melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum,
B. Faktor Subyektifa
• Lahirnya muhammadiyah tidak dapat dipisahkan ddengan Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Ia
dilahirkan tahun 1868 dan wafat pada 1923. faham dan keyakinan agamanya berulah
menemukan wajud dan bentuknya yang mantap sesudah menunaikan ibadah hajinya yang
kedua (1902) dan sempat bermukim beberapa tahun di tanah suci. Waktu itu beliau sudah
mampu dan berkesempatan membaca ataupun mengkaji kitab-kitab yang disusun oleh alim
ulama yang mempunyai aliran hendak kembali kepada al-Quran dan As-Sunnah dengan
menggunakan akal yang cerdas dan bebasDengan faham dan keyakinan agama yang
dimilikinya, mendorong K.H Ahmad Dahlan mendirikan muhammadiyah. Adapun faktor
Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al
Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap
KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat
24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian
terhadap apa yang tersirat dalam ayat.
C. Profil K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis
adalah seorang ulama sekaligus sebagai cendekiawan. K.H. Ahmad
Dahlan lahir dikampung Kauman, Yogyakarta, pada tanggal 1 agustus
1868. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Saudara
Muhammad Darwis menurut urutannya adalah: 1) Nyai Chatib Arum, 2)
Nyai Muhsinah (Nur), 3) Nyai H Sholeh, 4) Muhammad Darwis (KH.
Ahmad Dahlan), 5) Nyai Abdurrahman, 6) Nyai Muhammad Faqih (Ibu H.
Ahmad Badawi), 7) Muhammad Basir, dari seorang ayah bernama K.H.
Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, seorang ulama dan khatib terkemuka di
Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu dan seorang ibu
bernama Siti Aminah puteri dari H Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kasultanan Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan semasa kecil dikenal dengan nama
Muhammad Darwis. Pada saat usianya memasuki usia
sekolah, Muhammad Darwis tidak disekolahkan di sekolah
formal, melainkan diasuh dan didik mengaji Al-Quran dan
dasar-dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di
rumah.Pada usia delapan tahun beliau telah lancar
membaca Al-Quran hingga khatam. Tidak hanya itu, beliau
juga mempunyai keahlian membuat barang-barang
kerajinan dan mainan. Tapi, beliau sewaktu kecil juga
sangat senang bermain gasing dan laying-layang, seperti
anak laki-laki pada umumnya.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah,
sepupunya sendiri, anak dari Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang
kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Seorang Pahlawan
Nasional dan pendiri Aisyiyah, dari pernikahannya dengan Siti
Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak
yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah.
D. Pemikiran-Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Tentang Islam dan Umatnya
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18
Nopember 1912 di Yogyakarta, yang bergerak dibidang
keagamaan, pendidikan, sosial budaya dan kesehatan.
Sebelumnya pada 1909 K.H. Ahmad Dahlan juga
memasuki perkumpulan Budi Utomo, satu-satunya
organisasi yang ditata secara modern pada waktu itu.
Ceramah Ahmad Dahlan kepada para anggota Budi Utomo
mendapat tanggapan positif dan mereka menyarankan agar
Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang teratur secara
organisatoris dan sesuai dengan sekolah modern.
Faktor-faktor yang mendorong K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi Muhammadiyah antara lain:
1. Ajaran Islam dilaksanakan tidak secara murni
bersumberkan Qur’an dan hadits, tetapi tercampur
dengan perbuatan syirik, bid’ah dan khufarat.
2. Lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak lagi dapat
memenuhi tuntutan zaman, akibat dari terlampau
mengisolir diri dari pengaruh luar.
3. Keadaan umat yang sangat menyedihkan dalam bidang
sosial, ekonomi, politik, kultural, akibat adanya
penjajahan.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan upaya strategis untuk
menyelamatkan umat islam dari pola pikir yang statis
menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Oleh karena itu pendidikan hendaknya
ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses
pembangunan umat.

Anda mungkin juga menyukai