kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas ETIOLOGI • Adanya paparan refluksat gaster berlebih ke dalam esofagus yang berlangsung secara kronis. • Refluksat gaster tersebut merupakan campuran dari asam lambung, sekresi asam empedu, dan juga pankreas. • Proses refluks ini terjadi secara multifaktorial, tetapi paling sering disebabkan karena gangguan katup esofagus bawah FAKTOR RISIKO Obesitas Jenis kelamin laki-laki
Usia tua
Gaya hidup: merokok (baik aktif maupun pasif), konsumsi
alkohol dan kafein, gaya hidup sedentari Jenis makanan: makanan pedas, asam, berlemak, dan goreng
Posisi duduk dan tiduran setelah makan
Kelainan anatomis: kantung asam/acid pocket lebih besar
Di Indonesia tidak tercatat dengan jelas. Data dari
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa 30 dari 127 pasien (22.8%) yang menjalani endoskopi gastrointestinal atas dengan indikasi dispepsia mengalami esofagitis. Angka kejadian esofagitis juga meningkat dari 5.7% menjadi 25,18% dari tahun 1997-2002 dengan rata-rata kasus per tahun 13.13%. PATOFISIOLOGI Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.
GERD seringkali disebut nyeri ulu hati (heartburn)
karena nyeri yang terjadi ketika asam yang normalnya ada dilambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus DIAGNOSIS 1. Anamnesis : Rasa terbakar atau asam/heartburn, Disfagia, Suara serak terutama di pagi hari, Nyeri ulu hati, Nyeri dada yang menyerupai angina pektoris, Hipersalivasi, Rasa mengganjal di tenggorokan 2. Pemeriksaan fisik : Nyeri tekan epigastrik dapat ditemukan ataupun tidak. Bising usus dapat normal ataupun tidak, terutama bila terdapat komplikasi 3. Pemeriksaan penunjang : Endoskopi dan histopatologi PENATALAKSANAAN
gastrointestinal, yang dapat menyebabkan kerusakan hingga lapisan submukosa. Ulkus peptikum umumnya mengenai lambung dan duodenum proksimal. ETIOLOGI Rusaknya mukosa traktus gastrointestinal, umumnya lambung dan duodenum proksimal. Kerusakan ini dipengaruhi beberapa faktor risiko : 1. Infeksi Helicobacter pylori 2. Konsumsi Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) 3. Stres 4. Merokok 5. konsumsi alkohol EPIDEMIOLOGI Sebuah penelitian di RSCM pada tahun 2004- 2008 menyatakan bahwa prevalensi ulkus gaster adalah 20,7% dan ulkus duodenum 12% dari 816 orang yang menjalani endoskopi. PATOFISIOLOGI Adanya ketidakseimbangan antara faktor protektif dari mukosa gaster dan faktor destruktif, sehingga terjadi kerusakan mukosa yang menyebabkan ulkus pada traktus gastrointestinal. Faktor protektif antara lain mukus, bikarbonat, prostaglandin, sel epitel, sel progenitor mukosa, dan aliran darah mukosa. Faktor destruktif antara lain penggunaan Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID), Helicobacter pylori, asam lambung, dan pepsin. DIAGNOSIS
1. Anamnesis : Nyeri abdomen bagian epigastrium,
rasa perih yang tidak nyaman, kembung, distensi abdomen, mual-muntah 2. Pemeriksaan fisik : Yang belum perforasi, umumnya menunjukkan nyeri tekan regio epigastrium dan distensi abdomen. Jika sudah terjadi perforasi, akan didapatkan nyeri yang tajam, berat dan tiba-tiba, biasanya dirasakan di seluruh abdomen. 3. Pemeriksaan penunjang : Urea Breath Test (UBT) PENATALAKSANAAN Perdarahan dan Perforasi : Tindakan Operatif Eradikasi H.Pylori : Proton Pump Inhibitor (PPI) + Amoxcicillin + Clarithromycin. Jika pasein alergi terhadap Amoxicillin diganti dengan Metronidazole