Anda di halaman 1dari 60

TUTOR KELOMPOK 3

BLOK INDRA KHUSUS


SKENARIO
MATA MERAH
 Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan keluhan kedua
mata merah sejak 2 hari yang lal u setelah bermain sepak bola. Keluhan disertai dengan keluar
banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah mnderita
penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.
 Pada pemeriksaan oftalmologi :
 VOD : 6/6, VOS : 6/6
 Segmen anterior ODS : palpebra edema (-), lakrimasi (+), konjungtiva tarsalis superior : giant
papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), limbus kornea :
infiltrate (+). Lain-lain tida ada kelainan.
 Pasien mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan. Setelah mendapatkan
terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta memelihara Kesehatan mata.
TERMINOLOGI ASING
 Oftalmologi
 Ilmu yang mempelajari mata beserta penyakitnya (Kamus Pintar Kedokteran)
 Visus Oculi Dextra
 Jarak pandang mata kanan (Med Unhas)
 Visus Oculi Sinistra
 Jarak pandang mata kiri
 Lakrimasi
 Sekresi dan Pengeluaran air mata (Dorland ed 29 hal 441)
 Palpebra
 Kelopak Mata (dorland ed 29 hal 568)
 Limbus Kornea
 Tepi Kornea yang meyatu dengan Sklera (Dorland ed 29 hal 441)
 Infiltrate Kornea
 Tanda peradangan akut pada kornea yang berasal dari pembuluh darah sekitar limbus (Scrib)
 Suatu Proses imun yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea (simdos.unud.ac.id)
 Giant Papil
 Benjolan yang mengembang ketika bagian bawah kelopak mata bergesekan dengan benda asing yang
terdapt dimata atau papilla yang berukuran > 1 meter (American Academi Opthalmologi)
 Injeksi Konjungtiva
 Melebarnya Pembuluh darah pada arteri konjungtiva posterior (sinta.unud.ac.id)
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa mata bisa merah, keluar banyak air mata dan gatal tetapi pada pemeriksaan
oftalmologi visus normal ?
2. Mengapa ditemukan giant papil tarsalis superior ?
3. Mengapa pada limbus kornea infiltrate (+) ?
4. Mengapa palpebra edema (-) dan lakrimasi (+) ?
5. Bagaimana menegakkan diagnosis dan apa diagnosisnya ?
HIPOTESIS
Hipotesis

1. Umunya terjadi karena pelebaran pembuluh darah dimata. Hal ini disebabkan oleh :
 udara yang panas atau kering
 paparan sinar matahari
 debu
 reaksi alergi
 influenza
 infeksi bakteri atau virus
 Batuk

visus normal : terdapat 3 patofisiologi umum dari penurunan visus yaitu :


 opasifikasi atau kekeruhan dari korne atu vitreus
 kelainan retina
 kelainan dari otikusnervus serta jalur penglihatan
2. kemungkinan pada saat anak bermain bola adanya gesekan dengan benda asing yang
terdapat dimata atau papilla yang berukuran >1 meter.
3. Karena pada saat benda asing tersebut masuk terjadi peradangan sehingga Menyebabkan
akumulasi dari sel-sel radang (infiltrate).
4. lakrimasi (+) : Di skenario disebutkan bahwa anak tersebut mengeluarkan banyak air mata
palpebra edema (-) :
 untuk menegakkan diagnosis mata merah yaitu :
 pemeriksaan fisik
 - mata merah
 - giant papil (+) cobble stone appearance pada palpebra
 laboratorium
 sel sel eosinophil granul
 Diagnosis dari scenario merujuk pada KONJUNGTIVIS VERNAL
 Diagnosis banding :
 trakoma
 hay fever konjungtivis
 pterigium
 pendarahan sub konjungtiva
 pseudopterigium
 episkleritis
 pinguekula
SKEMA
LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa mampu memamhami dan menjelaskan mengenai

1. Anatomi Mata
2. Fisiologi mata
3. Mata merah visus normal
4. Mata merah visus menurun
5. Konjungtivitis bacterial
6. Konjungtivitis virus
7. Konjungtivitis alergi
8. Konjungtivitis jamur
ANATOMI MATA
STRUKTUR EKSTERNAL
 ORBITA
 Digambarkan sebagai piramid berdinding empat yang berkonvergensi ke arah belakang.
 Volume orbita dewasa kira-kira 30 cc dan bola mata hanya menempati sekitar 1/5
bagian ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya.

 KONJUNGTIVA
 Membran mukosa tipis dan transparan yang melapisi bagian posterior kelopak mata dan
melipat ke bola mata untuk melapisi bagian anterior bola mata sampai limbus tempat
konjungtiva berbatasan dengan kornea.
 Konjungtiva palpebra: terbentang pada permukaan posterior masing-masing kelopak
mata.
 Konjungtiva bulbi: Konjungtiva yang terletak di anterior sklera.
 Konjungtiva palpebra lebih tebal daripada konjungtiva bulbi.
 Tempat bertemunya kedua konjungtiva ini disebut fornix/sakus konjungtiva.
 KELOPAK MATA
 Susunan kulit yang halus, tipis dan mudah digerakkan.
 BULU MATA
 Rambut tipis yang terbentuk dari 2 atau 3 baris rambut ireguler pada batas kelopak
mata.
 Bulu mata atas lebih panjang dan lebih banyak dari yang dibawah dan melengkung
ke atas, bulu mata bawah melengkung ke bawah.
 ALIS MATA
 Lipatan kulit yang menebal pada bagian atas orbita yang ditutupi rambut berbentuk
garis.

 APARATUS LAKRIMALIS
 Terdiri atas glandula lakrimalis dengan duktus-duktusnya, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.
STRUKTUR INTERNAL
 SKLERA
 Jaringan padat, berwarna putih.
 Menempati 5/6 bagian posterior dinding bola mata.

 KORNEA
 Lapisan padat, avaskuler dan transparan yang bersambung dengan sklera.
 Menempati 1/6 bagian anterior dinding bola mata dengan diameter kira-kira
11 mm.
 Kornea lanjutan dari sklera, tetapi lebih tebal.
 Terdiri dari 5 lapisan, epitelium, membrane bowman, stroma, membrane
descement, endotelium
 LIMBUS: Pertemuan kornea dengan sklera.
 UVEA
 Uvea, lapisan kedua dari bola mata, merupakan lapisan bervaskuler dan berpigmen.
 Lapisan ini berisi : Koroid, Badan siliar dan Iris.
 KOROID
 Membran coklat tua, terletak antara sklera dan retina.
 Bagian terbesar dari lapisan tengah, dilapisi oleh sebagian besar sklera.
 BADAN (KORPUS) SILIARE
 Menghubungkan koroid dengan iris.
 IRIS
 Perpanjangan korpus siliare ke anterior dan merupakan bagian mata yang berwarna serta
menampakkan karakteristik biru, hijau, hazel, abu-abu atau cokelat.
 PUPIL
 Terletak didepan lensa, di belakang kornea, dan membentuk lingkaran terbuka
 RETINA
 Struktur tipis, halus dan bening tempat serat-serat saraf optik didistribusikan.
 Melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata.
 FUNDUS OPTIK
 Struktur tipis, halus dan bening tempat serat-serat saraf optik didistribusikan.
 Terletak pada bagian posterior mata.
 Didalamnya terdapat diskus optikus yang merupakan daerah berwarna putih merah muda-krem pada
retina.
 Pada bagian lateral dan temporal diskus optik terdapat area kecil, oval, merah muda kekuningan yang
disebut makula lutea (bintik kuning) berdiameter 1 mm, merupakan daerah yang paling jelas untuk
melihat.
 Bagian sentral makula yang agak ke dalam disebut fovea sentralis tempat terjadi pandangan akut
terbesar. Jika bagian ini rusak, tajam penglihatan (acuity) berkurang dan dapat terjadi kebutaan sentral.
 KORNEA
 Lapisan padat dan transparan, bersambung dengan sklera, menempati 1/6 bagian
anterior mata.

 AKUEOS HUMOR
 Cairan jernih yang mengisi ruang anterior dan posterior mata.
 Ruang anterior mata terbentang antara kornea dan iris.
 Ruang posterior terbentang antara iris dan lensa.

 LENSA
 Struktur sirkuler, lunak dan bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna.
 Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm, terletak di belakang iris, di depan
badan vitreus.
 BADAN VITREUS
 Berisi zat gelatinosa yang memenuhi ruang vitreus, ruang antara lensa dan retina.
 Bagian depannya berbentuk corong untuk ditempati oleh lensa dan dikelilingi oleh
membran hialoidea.
 Badan gelatinosa mengisi 4/5 bagian dari volume bola mata dan menjalarkan sinar
serta memberikan bentuk pada mata posterior.
FISIOLOGI MATA
 Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan oleh lensa ke
bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang
ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optik.
Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek.15, 19 Berkas
cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi) apabila berjalan dari satu medium ke
medium lain yang memiliki kepadatan berbeda kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh
tegak lurus di permukaan. 21 Gambar 3. Lapisan Retina20 17 Bola mata memiliki empat media
refrakta, yaitu media yang dapat membiaskan cahaya yang masuk ke mata. Media refrakta mata
terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor. Agar bayangan dapat jatuh tepat
di retina, cahaya yang masuk harus mengalamai refraksi melalui media-media tersebut. Jika
terdapat kelainan pada media refrakta, cahaya mungkin tidak jatuh tepat pada retina.
 Selain faktor media refrakta, faktor panjangnya sumbu optik bola mata juga berpengaruh
terhadap jatuh tepat atau tidaknya cahaya pada retina. Misalnya, pada miopia aksial fokus akan
terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang.15, 19 Lensa memiliki kemampuan
untuk meningkatkan daya biasnya untuk memfokuskan bayangan dari objek yang dekat.
Kemampuan ini disebut dengan daya akomodasi. Akomodasi dipengaruhi oleh persarafan
simpatis, di mana persarafan ini akan menyebabkan otot polos pada badan siliar yang
merupakan perlekatan ligamen penggantung lensa (zonula Zinii) berkontraksi. Kontraksi dari
badan siliar yang berbentuk melingkar seperti sfingter menyebabkan jarak antara pangkal kedua
ligamen tersebut mendekat. Hal ini akan menyebabkan ketegangan dari ligamen tersebut
berkurang sehingga regangan ligamen terhadap lensa pun juga berkurang. Bentuk lensa
kemudian akan menjadi lebih cembung/ konveks
MATA MERAH VISUS NORMAL
Patofisiologi mata merah

 MELEBARNYA PEMBULUH DARAH


 Hiperemi konjungtiva
 Hiperemu perikornea
 Hiperemi episklera
 PEMBULUH DARAH YANG PECAH
 Perdarahan subkonjugtiva
 Faktor Pertahan Konjungtiva
 Airmata ; lisozim, betalisin, IgA, IgG
 Unsur limfoid >>
 Eksfoliasi epitel
 Kantug konjungtiva yang dingin
 Lendir konjungtiva
Penyebab mata merah

 Udara yang panas/kering


 Paparan sinar matahari
 Debu
 Reaksi alergi
 Influenza
 Infeksi Bakteri atau virus
 Batuk
Klasifikasi mata merah
 Mata merah dikelompokkan berdasarkan visusnya.
 Visus merupakan jarak pandang mata terhadap suatu objek.
 Pengelompokan mata merah yaitu :
 Mata merah visus tetap/normal
 Mata merah visus menurun
Mata merah visus tetap
 Visus normal pada mata merah dikarenakan trauma hanya terjadi dibagian
anterior dari mata.
 Bagian anterior mata adalah sepertiga bagian depan mata yang mencakup
vitreous humor (kornea, iris, badan siliar, dan lensa).
 Penyakit mata merah visus tetap diantaranya pterygium, pseudopterigium,
pinguekula, hematoma subkonjungtiva, episkleritis/skleritis.
Pterygium pseudopterigium pinguekula HEMATOMA
episkleritis
SUBKONJUNGTIVA
 Pterygium
Definisi : Pertumbuhan jaringan abnormal pada permukaan konjungtiva.
Etiologi : Iritasi kronis, sinar matahari, udara panas.
Gejala : Asimptomatik, mata sering berair dan merah, seperti ada benda asing, dan astigmatisme.
Terapi : Steroid, dekongestan, eksisi, kacamata pelindung, operatif.
 Pseudoterigium
Definisi : Mirip dengan pterygium, dimana fibrovascular skar yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju
kornea. Dapat dibedakan dengan tes sonde, pseudopterigium dapat dilewati sonde, pterygium tidak.
Etiologi : inflamasi permukaan ocular
 Pinguekula
Definisi : Degenerasi hialin jaringan submucosa konjungtiva
Etiologi : Sinar matahari, debu, udara panas
Terapi : Anti-inflamasi
PTERYGIUM PSEUDOPTERIGIUM PINGUEKULA EPISKLERITIS
HEMATOMA
SUBKONJUNGTIVA

 Hematoma Subkonjungtiva
Definisi : Ekstravasasi + deposisi sel darah di subkonjungtiva
Etiologi : hipertensi, arteriosclerosis, konjungtiva hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan,
batuk rejan.
Terapi : tidak dibutuhkan karena perdarahan akan hilang dalam 1-3 minggu
 Episkleritis
Definisi : peradangan fibrovascular
Etiologi : belum diketahui secara pasti
Gejala : mata kering, mengganjal, konjungtiva udem
Terapi : vasokonstriktor, kortikosteroid eye drops, simtomatik.
MATA MERAH VISUS MENURUN
Keratitis ulkus kornea endoftalmitis

 keratitis
Definisi : Peradangan pada kornea
Etiologi : bakteri, jamur, virus, dan proses peradangan
Manifestasi klinis : mata merah, silau, merasa kelilipan, gangguan kornea
Terapi : antibiotik, air mata buatan, sikloplegik.
 Ulkus kornea
Definisi : hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
Etiologi : bakteri, jamur, acanthamoeba (biasanya berasal dari cairan pencuci lensa kontak), dan herpes simpleks
Manifestasi klinis : mata merah, penglihatan menurun,
Terapi : antibiotik dan mengurangi radang dengan steroid
 endoftalmitis
Definisi : peradangan supuratif dalam bola mata
Etiologi : infeksi kuman atau jamur setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis
Manifestasi klinis : rasa sakit berat, kelopak merah, bengkak, dan sukar dibuka, terdapat pus, kornea keruh
Terapi : Antibiotik topikal
UVEITIS ANTERIOR GLAUCOMA AKUT

 Uveitis anterior
Definisi : peradangan jaringan uvea anterior, terdiri dari iritis atau iridosiklitis
Etiologi : eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain.
Manisfestasi klinis : fotofobia, mata merah, sukar melihat dekat, lakrimasi pada keadaan akut
Terapi : segera mencegah kebutaan, diberikan steroid tetes mata
 Glaukoma akut
Definisi : penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat
Etiologi : memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata dan
usia >40
Manisfestasi klinis : rasa sakit hebat yang menjalar ke kepala, mual dan muntah, mata merah,
bengkak
Terapi : asetazolamid, solusio gliserin, antibiotik, kortekosteroid
KONJUNGTIVITIS
BAKTERIAL
DEFINISI
Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang terjadi akibat paparan bakteri.
Menurut Tarabishy dan Bennie (2008), konjungtivitis bakteri umum di jumpai pada anak-anak dan
dewasa dengan mata merah. Meskipun penyakit ini dapat sembuh sendiri (self-limiting disease),
pemberian antibakteri dapat mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi resiko komplikasi.

ETIOLOGI
Jenis konjungtivitis hiperakut (purulen) dapat disebabkan oleh N Gonorrhoeae, Neisseria kochii,
dan N.meningitidis. Jenis konjungtivitis akut (mukopurulen) sering disebabkan oleh Streptococcus
Pneumoniae pada daerah dengan iklim sedang dan Haemophillus aegyptius pada daerah dengan
iklim tropis. Konjungtivitis bakteri akibat S Pneumoniae dan H Aegyptius dapat disertai dengan
perdarahan subkonjungtiva. Konjungtiva subakut paling sering disebabkan oleh H influenzae dan
terkadang oleh Escherichia coli dan spesies proteus. Konjungtivitis bakteri kronik terjadi pada
pasien dengan obstruksi ductus nasolacrimalis dan dakriosistitis kronik yang biasanya unilateral
(GarciaFerrer,2008).
FAKTOR RESIKO
Faktor predisposisi terjadinya konjungtivitis bakteri akut adalah kontak
dengan individu yang terinfeksi. Kelainan atau gangguan pada mata, seperti
obstruksi saluran nasolakrimal, kelainan posisi kelopak mata dan defisiensi air
mata dapat pula meningkatkan resiko terjadinya konjungtivitis bakteri dengan
menurunkan mekanisme pertahanan mata normal. Penyakit dengan supresi
imun dan trauma juga dapat melemahkan sistem imun sehingga infeksi dapat
mudah terjadi. Transmisi konjungtivitis bakteri akut dapat diturunkan dengan
higienitas yang baik, seperti sering mencuci tangan dan membatasi kontak
langsung dengan individu yang telah terinfeksi.
TANDA DAN GEJALA
Secara umum, konjungtivitis bakteri bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan pelebaran pembuluh darah (injeksi)
bilateral, eksudat purulen, eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-
kadang edema palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke sisi lainnya (Garcia-
Ferrer,2008).

DIAGNOSIS
Diagnosis konjungtivitis bakteri dapat ditegakkan melalui riwayat pasien dan pemeriksaan mata secara menyeluruh,
seperti pemeriksaan mata eksternal, biomikroskopi menggunakan slit-lamp dan pemeriksaan ketajaman mata.
Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakitnya purulen, bermembran atau berpseudomembran. Pemeriksaan gram melalui kerokan konjungtiva dan
pengecatan dengan Giemsa menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear (Garcia-Ferrer,2008).
PENATALAKSANAAN
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil
menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi dengan antimikroba topikal spektrum luas
seperti polymyxin-trimethoprim. Pada setiap konjungtivitis purulen dengan diploccus gram negatif (sugestif
neisseria), harus segera diberikan terapi topikal dan sistemik. Jika kornea tidak terkena, maka ceftriaxone
1 g yang diberikan melalui dosis tunggal per intramuskular biasanya merupakan terapi sistemik yang
adekuat. Jika kornea terkena, maka dibutuhkan ceftriaxone parenteral, 1-2 g per hari selama 5 hari. Pada
konjungtivitis akut dan hiperakut, saccus conjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline agar
menghilangkan sekret (Garcia-Ferrer,2008). Beberapa antibiotik topikal lain yang biasa digunakan adalah
bacitracin, chloramphenicol, ciprofloxacin, gatifloxacin, gentaicin, levofloxacin, moxifloxacin, neomycin
dan lainnya. Selain itu, lensa kontak juga tidak disarankan untuk dipakai sampai disembuhkan
KOMPLIKASI
Ulserasi kornea marginal terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S
aureus, dan M catarrhalis. Jika produk toksik N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk ke bilik mata
depan, dapat timbul iritis toksik (Garcia-Ferrer,2008).
KONJUNGTIVITIS VIRUS
 Definisi
inflamasi konjungtiva yang terjadi akibat berbagai jenis virus. Penyakit ini berkisar antara penyakit berat
yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri

 Etiologi
Virus yang paling sering menginfeksi konjungtiva adalah adenovirus. Adenovirus dengan serotipe 3, 4, 5,
dan 7 memiliki peran penting dalam demam faringokonjungtival. Anak-anak yang mengalami infeksi ini
akan cenderung terkena infeksi saluran pernafasan atas. Adenovirus serotipe 8 dan 19 cenderung berperan
pada keratokonjungtivitis epidemika
Tanda Dan Gejala

 Manifestasiklinis utama adalah hiperemia akut, fotofobia, mata


berarir (watery discharge) serta edema pada kelopak mata

 konjungtivitisvirus jenis demam faringokonjungtival ditemukan


demam 38,3°C-40°C, sakit tenggorokan dan konjungtivitis
folikular pada satu atau dua mata, Limfadenopati preaurikular
(tidak nyeri tekan) merupakan tanda yang khas, lebih sering
ditemukan pada anak-anak dan mudah menular melalui kolam
renang ber-khlor rendah, bisa unilateral maupun bilateral
 Keratokonjungtivitis virus herpes simpleks biasanya mengenai
anak kecil dan ditandai dengan injeksi unilateral, iritasi,
sekret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan, terjadi pada infeksi
primer HSV atau saat episode kambuh herpes mata, sering
disertai keratitis herpes simpleks dan lesi-lesi kornea bersatu
membentuk ulkus dendritik
 konjungtivitis hemoragika akut, terjadi nyeri, fotofobia,
sensasi benda asing, mata berair, kemerahan, edema palpebra
hingga perdarahan subkonjungtiva, Perdarahan yang terjadi
umumnya difus, dimana pada fase awal berupa bintik-bintik,
mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke
bawah, pasien juga mengalami limfadenopati preaurikular,
folikel konjungtiva dan keratitis epitel
Diagnosis
 Anamnesis

1. Onset
2. lokasi (unilateral atau bilateral)
3. Durasi
4. penyakit penyerta seperti gangguan saluran nafas bagian
atas,
5. gejala penyerta seperti fotofobia, riwayat penyakit
sebelumnya,
6. serta riwayat keluarga.
 Pemeriksaan (baik pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mata)

 Pemeriksaan selsel radang di pulas dengan pulasan Gram (untuk mengidentifikasi organisme) dan
dengan pulasan Giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel)

 Pada konjungtivitis virus biasanya banyak ditemukan sel mononuklear khususnya limfosit dalam
jumlah yang banyak
 Penatalaksanaan
 Umumnya konjungtivitis yang menyerang anak-anak di atas 1 tahun dan dewasa dapat sembuh sendiri
dan mungkin tidak memerlukan terapi.
 Demam faringokonjungtival biasanya sembuh sendiri dalam 2 minggu tanpa pengobatan
 menggunakan kompres dingin, artificial tears, dan pada beberapa kasus digunakan antihistamin
 Pada ulkus kornea dilakukan debridemen (pengusapan ulkus dengan kain secara hati-hati, penetesan
obat antivirus dan penutupan mata)
KONJUNGTIVITIS
ALERGI
DEFINISI

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi
pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling
sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).
MANIFESTASI KLINIS

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu (Vaughan, 2010) :


1. Konjungtivitis Alergi Musiman
2. Konjungtivitis Alergi Tumbuh-tumbuhan
3. Keratokonjungtivitis Vernal
4. Keratokonjungtivitis Atopik
5. Konjungtivitis Papilar Raksasa
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Etiologi dan faktor risiko pada konjungtivitis alergi berbedabeda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi
serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering ditandai dengan
riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien
dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar pada penggunaan lensa
kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007)
DIAGNOSIS
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk
menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini
adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman,
2010).

KOMPLIKASI
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder (Jatla,
2009).
PENATALAKSANAAN

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai
dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh
diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan
mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva
(Ilyas, 2008).
KONJUNGTIVITIS JAMUR
• Candida albicans
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh candida albicans dan merupakan infeksi yang
terjadi. Ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien
dengan keadaan sistem imun yang terganggu.

• Sporothrix schenckii
walaupun jarang, bisa mengenai konjungtiva ataupalpebral. Jamur ini menimbulkan penyakit granul
omatosa yang disertai KGBpreaurikular yang jelas. Pemeriksaan mikroskopik dari biopsy granuloma
menampakkan conidia (spora) gram positif berbentuk cerutu.
Rhinosporidium seeberi
meskipun jarang, dapat mengenai konjungtiva,saccus lacrimalis, palpebral, canaliculi dan sclera. Lesi khas
berupa granulomapolipoid yang mudah berdarah dengan trauma minimal. Pemeriksaan
histologikmenampakkan granuloma dengan spherula besar terbungkus yang mengandungendospore myriad.
Penyembuhan dicapai dengan eksisi sederhana dan kauterisasipada dasarnya.

Coccidioides immitis
jarang menimbulkan konjungtivitis granulomatosayang disertai KGB preaurikular yang jelas (sindrom
okuloglandular Parinaud). Inibukanlah suatu penyakit primer, tetapi merupakan manifestasi dari
penyebaran infeksi paru primer 

San Joaquin Valley 
Penyakit yang menyebarmemberi prognosis buruk
Manifestasi Klinis
Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik Klamidia
/TRIC
Injeksi Mencolok Sedang Ringan - Ringan - Sedang
konjungtivitis Sedang Sedang

Hemoragi + + - - -

Kemosis ++ +/- ++ +/- +/-

Eksudat Purulen/ Jarang, air Berserabut, - Berserabut


mukopurulen (lengket) (lengket)
putih

Pseudomembr +/- (strep., +/- - - -


an C.diph)
Papil +/- - + - +/-

Folikel - + - + (medikasi) +

Nodus + ++ - - +/-
Preaurikular
Panus - - - (kecuali - +
vernal)

Anda mungkin juga menyukai