Anda di halaman 1dari 42

H A N K EP E R AW A TAN

AS U
G AW AT D A R U R ATA N
K E
TRAU M A N E UR O
TRAUMA KEPALA & SPINAL
DAN

GK ATA N T IK & P E NUR UNAN KESADARAN


PENIN
Kelompok 4
Rabia M
Amir
Irmawan
TRAUMA KEPALA
Definisi
• Trauma kepala adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari
Trauma Kepala adalah :
 Kecelakaan lalu lintas.
 Terjatuh
 Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
 Olah raga
 Benturan langsung pada kepala.
 Kecelakaan industri.
PATAFIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang
bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Hilangnya kesadaran kurang dari 30
1 menit atau lebih

Kebingungan, pucat, mual &


2 muntah
Manifestasi Pusing kepala, terdapat
Klinis 3 hematoma

Kecemasan, sukar untuk diban-


4 gunkan

Bila fraktur, mungkin adanya cairan sere-


5 brospinal yang keluar dari hidung dan
telinga, bila fraktur temporal
Komplikasi Komplikasi Secara traumtik
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka,
osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses
otak)
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi
sendi)

Komplikasi Lain
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3. Edema
4. Herniasi
5. Kegagalan nafas
Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT) 1
Rotgen Foto
2
CT Scan
3
MRI
4 Pemeriksaan
Penunjang
Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma
kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih
dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
TRAUMA TULANG BELAKANG
Definisi
• Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury
(SCI ) ditandai dengan adanya tetralegia atau paraplegia,
parsial atau komplit, dan tingkatan atau level tergantung
area terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau
quadriplegia adalah kehilangan fungsi sensorik dan
motorik di segmen servikal medulla spinalis. Sedangkan
paraplegia adalah gangguan fungsi sensorik dan motorik
di segmen thorakal, lumbal dan sakrum ( Kirshblum &
Benevento, 2009).
Etiologi
Cedera tulang belakang terjadi sebagai
akibat :
1. Jatuh dari ketinggian, misal pohon kelapa,
kecelakaan ditempat kerja.
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Kecelakaan olah raga Cedera terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi,
4. kompresi atau rotasi tulang belakang.
Didaerah torakal tidak banyak terjadi
karena terlindung oleh struktur torak.
• Gambaran klinik bergantung pada lokasi dan besarnya
kerusakan yang terjadi. Kerusakan melintang
manifestasinya : hilangnya fungsi motorik maupun sensorik
kaudal dari tempat kerusakan di sertai syok spinal. Syok
spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang
Manifestasi belakang karena hilangnya rangsang dari pusat. Ditandai
dengan :
Klinis
a. Kelumpuhan flasid
b. Arefleksi
c. Hilangnya prespirasi
d. Gangguan fungsi rectum dan kandung kemih
e. Priapismus
Patofisiologi
Cedera medula spinalis kebanyakan terjadi sebagai akibat cedera pada vertebra. Medula spinalis yang mengalami cedera
biasanya berhubungan dengan akselerasi, deselerasi, atau kelainan yang diakibatkan oleh berbagai tekanan yang mengenai
tulang belakang. Tekanan cedera pada medula spinalis mengalami kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi cedera
umumnya mengenai C1 dan C,, C4, C6, dan Til atau L,. Mekanisme terjadinya cedera medula spinalis dapat dilihat pada Figur
3-3.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umurnnya mengenai servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai spina
torakolumbar, terjadi pada T12—L1. Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah.
Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur vertebra, kerusakan pernbuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medula
spinalis.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degeneratif
vertebra, usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera
leher saat menyelam. Jenis cedera ini menyebabkan medula spinalis bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan
kontusio kolom dan dislokasi vertebrata. Transeksi lengkap dari medula spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi
lengkap dari medula spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi
refleks pada isolasi bagian medula spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari ketinggian, dengan posisi kaki atau
bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan medula spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat
masuk ke medula spinalis. Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan edema dan
perdarahan. Edema pada medula spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.
Komplikasi
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hipotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10.Inkontinensia bladder
11. Konstipasi (Fransisca B.Batticaca: 2008)
Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X spinal : untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang belakang
(fraktur atau dislokasi)
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

Penatalaksanaan Medis
Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai,
mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut. Terapi
steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaiki aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 30 mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam
untuk 23 jam berikutnya.
ASUHAN KEPERAWATAN Trauma kepala
 Pengkajian
1. Identitas
 Identitas klien : meliputi nama, tanggal lahir, alamat, pendidikan, pekerjaan, umur, suku/bangsa.
 Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian,
pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
 Riwayat Penyakit Sebelumnya : Apakah pasien pernah menderita, Stroke, Infeksi Otak, DM, Diare/muntah,
Tumor Otak, Trauma kepala.
2. Pemeriksaan fisik
 Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
 Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
 Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan
fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi,
hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
 Sistem pencernaan
 Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM,
kekuatan otot.
 Pemeriksaan 6B : Breathing ,Blood,Brain,Blader,Bowel,Bone
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Perubahan perfusi jaringan serebral
3. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
4. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
5. Resiko infeksi
6. Gangguan Mobilitas fisik
7. Kurangnya perawatan diri
8. Ansietas
9. Resiko gangguan integritas kulit.
Nursing Care
Plan
Lanjutan..
ASUHAN KEPERAWATAN Trauma spinal
 Pengkajian
1. Identitas
1. Identitas klien : meliputi nama, tanggal lahir, alamat, pendidikan, pekerjaan, umur, suku/bangsa.
2. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera
setelah kejadian.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
4. Apakah pasien pernah menderita :Stroke, Infeksi Otak, DM, Diare/muntah, Tumor Otak, Trauma kepala.
2. Pemeriksaan fisik
1. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
2. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3. Sistem saraf :
1. Kesadaran  GCS.
2. Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
3. Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang.
4. Sistem pencernaan
1. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar  tanyakan pola makan?
2. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
3. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
5. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
7. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
Lanjutan..

3. Pola Aktivitas
1. Aktivitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
2. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia,
ekstremitas dingin atau pucat
3. Eliminasi : inkontinensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltic usus
hilang
4. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut, cemas, gelisah dan menarik
diri
5. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltic usus hilang
6. Pola kebersihan diri : sangat tergantung dalam melakukan ADL
7. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya
sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis
8. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat di atas daerah trauma, dan mengalami
deformitas pada darah trauma
9. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
10. Keamanan : suhu yang naik turun.
Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:


1. Nyeri akut
2. Resiko Tinggi atau perubahan pola napas tidak efektif
3. Resiko infeksi
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Ansietas
6. Resiko atau perubahan perfusi jaringan serebral
Nursing Care
Plan
Lanjutan..
Lanjutan..
PENINGKATAN TIK
Definisi
• Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan
sebagai tekanan dalam rongga kranial dan
biasanya diukur sebagai tekanan dalam
ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006
Etiologi
1. Volume intrakranial yang meninggi
2. Tumor serebri
3. Infark yang luas
4. Trauma
5. Perdarahan
6. Abses
7. Hematoma ekstraserebral
8. Acute brain swelling
Tanda dan Gejala
1. Penurunan tingkat kesadaran.
2. Perubahan pupil (pada awalnya akan konstriksi kemudian secara progresif akan mengalami
dilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya)
3. Perubahan tanda-tanda vital.pada awalnya tekanan darah akan meningkat sebagai respon
terhadap iskhemik dari pusat motor di otak,kemudian akan menurun.denyut nadi akan cepat
dan irregular,temperatur biasanya normal,kecuali infeksi.
4. Disfungsi motorik dan sensorik.
5. Kelainan pengelihatan,berupa menurunya  ketajaman pengelihatan,pengelihatan kabur,dan
diplopia.
6. Sakit kepala.
7. Muntah tanpa nausea dan proyektil.
8. Perubahan tekanan darah dan denyut nadi
9. Perubahan pola pernafasan
10. Perubahan suhu badan
11. Hilangnya refleks – refleks batang otak
12. Papiledema
Komplikasi
1. Herniasi batang otak ireversible anoxia otak.
2. Diabetes Insipidus    
3. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH)  

Penatalaksanaan Terapeutik
1. Pengobatan peningkatan tekanan intrakranial.
• Pembedahaan
• Terapi obat : diuresis osmotik (manitol,gliserol,glumosa dan
urea,furosemide/lasix),kortikosteroid,antikonvulsi dan antihipertensi.
2. Pembatasan cairan.pemasukan cairan biasanya diberikan antara 900 ml/24jam
sampai dengan 2500 ml/24 jam.
3. Hiperventilasi untuk mempertahankan PO2 dan PCO2 dalam batas normal.
4. Pengontrolan temperatur tubuh.
5. Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter drainage yang merupakan tindakan
sementara.
6. Terapi koma barbiturat bila pengobatan untuk mengatasi hipertensi intrakranial
tidak ada perubahan.
Pengkajian
1. Pemeriksaan GCS.
2. Tingkat kesadaran.
3. Respon pupil.
4. Gerakan mata.
5. Tanda – tanda vital.
6. Pemeriksaan saraf kranial

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan gawat darurat yang mungkin muncul pada klien
dengan peningkatan TIK antara lain
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungn dengan kerusakan neurologis
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (fisik, biologis, kimia)
4. Resiko kekurangan volume cairan
Intervensi Keperawatan
1. Stabilkan CAB
Airway bebas -> beri therapi O2.
Tidak nafas spontan -> intubasi dan VM.
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat kortikosteroid, anti
hipertensi, anti batuk, antibiotik profilaksis/anafilaksis, obat pencahar,
analgetik, antikonvulsan dan neurotropik
3. Jaga posisi kepala tetap netral untuk memfasilitasi venous return dari otak
lancar.
4. Posisikan klien terlentang dengan posisi kepala lebih tinggi 30 derajat jika
tidak ada kontraindikasi
5. Hindari rotasi dan fleksi pada leher karena dapat menghambat venous
return dan meningkatkan TIK.
6. Hindari fleksi berlebihan pada pinggang karena dapat meningkatkan
tekanan intra-abdomen dan intratoraks yang dapat meningkatkan TIK.
PENURUNAN KESADARAN
Definisi
• Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana
penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga /
tidak terbangun secara utuh sehingga tidak
mampu memberikan respons yang normal
terhadap stimulus.
Tingkat Kesadaran
Komposmentis Somnelen Sopor Semikoma Koma

Kompos mentis Mata tertutup Mata tetap tertutup Dengan rangsang


Mata cenderung
adalah kesadaran dengan rangsang walaupun dirangsang apapun tidak ada
menutup,
normal, menyadari nyeri atau suara nyeri secara kuat, reaksi sama sekali,
mengantuk, masih
seluruh asupan dari keras baru membuka hanya dapat baik dalam hal
dapat dibangunkan
panca indra dan mata atau bersuara mengerang tanpa membuka mata,
dengan perintah,
bereaksi secara satu dua kata . arti, motorik hanya bicara maupun
masih dapat
optimal terhadap Motorik hanya gerakan primitif reaksi motorik.
menjawab
seluruh rangsangan berupa gerakan
pertanyaan walau
baik dari luar mengelak terhadap
sedikit bingung,
maupun dalam. rangsang nyeri.
tampak gelisah dan
orientasi terhadap
sekitarnya menurun.
Etiologi
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab
penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi : Meliputi stroke dan penyakit jantung
2. E : Ensefalitis : Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik : Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
4. E : Elektrolit : Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
5. N : Neoplasma :Tumor otak baik primer maupun metastasis
6. I : Intoksikasi :Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat
menyebabkan penurunan kesadaran
7. T : Trauma : Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
8. E : Epilepsi : Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
a. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
b. GCS kurang dari 13
c. Sakit kepala hebat
d. Muntah proyektil
e. Papil edema
f. Asimetris pupil
g. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
Manifestasi Klinis h. Demam
i. Gelisah
j. Kejang
k. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
l. Retensi atau inkontinensia urin
m. Hipertensi atau hipotensi
n. Takikardi atau bradikardi
o. Takipnu atau dispnea
p. Edema lokal atau anasarka
q. Sianosis, pucat dan sebagainya
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium darah : Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen
urea darah (BU), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol,
obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan : Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography ) : Untuk meenilai perubahan metabolik otak,
lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography ) : Untuk mendeteksi lokasi
kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI : Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral : Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan
malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography : Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral
yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas
dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography ) : Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik,
tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography ) :Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun
akibat penyakit lain.
 
1. Pernapasan
a. Harus diusahakan agar jalan napas tetap bebeas dari obstruksi
b. Posisi yang baik adalah miring dengan kepala lebih rendah dari badan supaya darah atau
cairan yang dimuntahkan dapat mengalir keluar
2. Tekanan darah
Harus diusahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk memompa darah ke otak
3. Otak
a. Periksalah kemungkinan adanya edema otak
b. Hentikan kejang yang ada
4. Vesika urinaria
Penatalaksanaan a. Periksalah apakah ada retensio atau inkontinensia urin
b. Pemasangan kateter merupakan suatu keharusan
5. Gastro-intestinal
a. Perhatikan kecukupan kalori, vitamin dan elektrolit
b. Pemasangan nasogastric tube berperan ganda: untuk memasukkan makanan dan obat-
obatan serta untuk memudahkan pemeriksaan apakah ada perdarahan lambung (stress ulcer)
c. Periksalah apakah ada tumpukan skibala . Perawatan pasien dengan penurunan kesadaran
harus bersifat intensif dengan pemantauan yang ketat dan sistematik. Pemberian oksigen,
obat-obatan tertentu maupun tindakan medik tertentu disesuaikan dengan hasil pemantauan.
1. Pengkajian Primer
Pengkajian a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
2. Pengkajjian Sekunder
a. Riwayat penyakit sebelumnya
b. Pemeriksaan fisik
c. Sirkulasi
d. Eliminasi
e. Makan/ minum
f. Sensori neural
g. Nyeri / kenyamanan
h. Respirasi
i. Keamanan
j. Interaksi sosial
k. Menilai GCS
Diagnosa Keperawatan

 Ganggauan perfusi jaringan


 Ketidakefektifan bersihan jalan napas
 Pola nafas tak efektif
 Hambatan pertukaran gas
Nursing care Plan
Lanjutan..
Lanjutan..

Anda mungkin juga menyukai