Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN


HIV/AIDS
ISS 08
TIK 7
01

Pengertian
HIV/AIDS
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu spektrum
penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi primer,
dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium lanjut.
Hidayati,dkk. 2019. Manajemen HIV/AIDS. Surabaya: Universitas Airlangga

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh human


immunodeficiency virus (umumnya HIV tipe 1) Karena HIV menghancurkan
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, infeksi oportunistik akan mudah
menghancurkan sistem kekebalan .AIDS adalah stadium lanjut dari infeksi HIV.
Ball, J., Bindler, R., Cowen, K.,& Shaw, M.(2017). Principles of Pediatric Nursing Seventh Edition Caring for Children .
New Jersey: Julie Levin Alexander.
02
Insiden & Prevalensi
Menurut Joint United Nations Programme on HIV and
AIDS (UNAIDS) tahun 2019, Indonesia merupakan negara
angka HIV tertinggi di Asia Pasifik. Pada tahun 2018, jumlah
HIV pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah 310.000 kasus.
Menurut Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
Undangan tahun 2019, di Indonesia jumlah kasus HIV dari
tahun 2005 – 2019 meningkat setiap tahun. Sedangkan, jumlah
AIDS dari tahun 2005 - 2019 stabil setiap tahunnya.

Alamsyah A, Dkk. 2020. Mengkaji HIV/AIDS dari teori hingga praktik. Jawa barat : Adanya Abimata
03. Etiologi
AIDS disebabkan oleh Human
Immunodefience Virus (HIV). Virus secara selektif
menargetkan dan menghancurkan sel T yang penting
untuk fungsi normal sistem kekebalan, sehingga
menurunkan dan akhirnya menghilangkan imunitas
seluler.
Anak-anak dapat tertular HIV dalam bentuk
penularan vertikal melalui ibunya atau horizontal.

Ball, J., Bindler, R., Cowen, K.,& Shaw, M.(2017). Principles of Pediatric Nursing Seventh Edition
Caring for Children . New Jersey: Julie Levin Alexander.
04. Cara Penularan
Horizontal Penularan melalui kontak seksual intim (sejumlah kecil anak telah
terinfeksi melalui pelecehan seksual , Remaja biasanya
mengambil risiko dan bereksperimen; partisipasi perilaku berisiko
tinggi, termasuk penggunaan narkoba IV dan praktik seksual yang
tidak aman, meningkatkan risiko mereka terinfeksi HIV) atau
pajanan parenteral terhadap darah atau cairan tubuh.

Vertikal Penularan dari ibu ke janin/bayi.


infeksi kepada bayinya. Penularan HIV dapat terjadi di dalam
(Perinatal) rahim (ketika seorang wanita hamil yang terinfeksi HIV
menularkan ke bayi), intrapartum, atau setelah melahirkan
melalui ASI. Faktor resiko ibu, anak dan obsetrik memengaruhi
tingkat penularan.
05. Faktor Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obstetrik
1. Prematuritas dan berat lahir rendah
Bayi lahir prematur dengan BBLR lebih
1. Kadar HIV/viral load dalam rentan tertular HIV karena sistem organ a. Jenis persalinan
darah ibu yang sedang hamil dan sistem kekebalan tubuhnya belum Risiko penularan persalinan
2. Kadar CD4 yaitu jenis sel berkembang dengan per vagina lebih besar
darah putih atau limfosit baik. daripada persalinan melalui
( normalnya jumlah CD4 2. Lama menyusu, bila tanpa bedah sesar.
berkisar 500-1400 sel/mm3, pengobatan. b. Lama persalinan
infeksi HIV berkembang
Semakin lama ibu menyusui, risiko Semakin lama proses
menjadi AIDS bila jumlah CD4
penularan HIV ke bayi akan semakin persalinan
< 200 sel/mm3)
besar. perlu diperhatikan berlangsung,risiko penularan
3. Status gizi selama kehamilan
mengonsumsi obat dan melakukan HIV dari ibu ke anak
4. Penyakit infeksi selama
pengobatan secara rutin akan semakin tinggi, karena
kehamilan
meminimalisir virus HIV tertular ke semakin lama terjadinya
5. Masalah payudara, jika
tubuh anak. kontak antara bayi dengan
menyusui
darah dan lendir ibu.

Kemenkes. (2015). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis d


Ibu Ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kemenkes
c. Ketuban
. 3. Luka pada mulut bayi, jika Ketuban yang pecah lebih dari 4 Jam
bayi menyusu. Bayi dengan sebelum persalinan meningkatkan risiko
luka di mulutnya lebih penularan hingga dua kali lipat
berisiko tertular HIV ketika dibandingkan jika ketuban pecah kurang
diberikan ASI. dari 4 jam.
d. Tindakan episiotomi
Ekstraksi vakum dan forceps
meningkatkan risiko penularan HIV
karena berpotensi melukai ibu.
06. Patofisiologi
Sistem GIT Sistem Sistem Sistem Neurologi
Integumen Sistem Reproduksi Respirasi
(gastrointestinal)

Mukobacterium Kriptokokus
Herpez Zoaster +
Virus HIV + kuman Candidiasis TB
Herpes Simplexc
salmonela, Menginfeksi lapisan
cloatridium, candida urat saraf tulang
Dermatitis PCP MK:
Ulkus punngung dan otak
Serebroika (Pneumonia Intoleransi
Genital
Pneumocyatis) Aktivitas
Infeksi pada Meningitis
Menginvasi Ruam,
mulut Kriptokokus
mukosa saluran difus,bersisik,folikulitas,
demam Dispnea
cerna kulit kering, mengelupas
exema Sakit
anoreksia Suara MK :Nyeri Akut
Batuk non Kepala
Peningkatan Mengi
efektif
peristaltik usus MK :Nyeri Akut MK: Gangguan MK:
Masukan demam
Integritas Kulit Hipertermia
Nutrien
Diare inadekuat
Lemah MK:
MK:
MK: dan Lesu Intoleransi
Bersihan
MK: Hipertermia Aktivitas
MK: Perubahan Jalan Nafas
- Kekurangan Nutrisi Kurang
Volume Cairan dari kebutuhan Mual dan MK:
- Gangguan tubuh MK: Pola muntah Kekurangan
Keseimbangan Nafas Tidak Volume
Elektrolit Efektif Cairan
- Defisit Nutrisi
07. Manifestasi Klinis
Secara umum, Manifestasi Klinis HIV/AIDS yang muncul pada anak-anak:

1. Limfadenopati (pembengkakan pada satu atau lebih kelenjar getah bening yang terasa ketika diraba).
2. Hepatosplenomegali (Kondisi ini membuat limpa dan hati tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik)
3. Oral Candidiasi (Infeksi saat jamur Candida albicans terakumulasi di dalam mulut.)
4. Diare Kronis atau berulang (diare kronis atau diare yang berlangsung terus menerus disebabkan oleh hal-hal
seperti infeksi virus, bakteri, dan gangguan pada usus.)
5. Kegagalan Perkembangan (bisa dilihat dari berat badan bayi tidak bertambah maupun tumbuh sebagaimana
yang diperkirakan oleh dokter)
6. Keterlambatan pertumbuhan
7. Parotitis ((kelenjar ludah yang terletak di dekat telinga) membengkak)
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2015). Wong’s Nursing Care Of Infant and Children (10th ed.). Canada: Elsevier Mosby.
08. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak
. Prinsip diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak

1. Uji Virologi
 Uji virologis digunakan untuk menegakkan diagnosis klinik (biasanya setelah
umur 6 minggu), dan harus memiliki sensitivitas minimal 98% dan spesifisitas
98%
 Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur < 18 bulan
 Uji virologis yang dianjurkan:
• HIV DNA kualitatif menggunakan darah plasma EDTA atau Dried Blood Spot
(DBS),
• bila tidak tersedia HIV DNA dapat digunakan HIV RNA kuantitatif (viral load, VL)
• mengunakan plasma EDTA.
 Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan untuk diperiksa dengan
uji virologis pada umur 4 – 6 minggu
 Jika virologis pertama hasilnya positif maka terapi ARV harus segera dimulai
 Hasil pemeriksaan virologis harus segera diberikan pada tempat pelayanan,
maksimal 4 minggu sejak sampel darah diambil.
08. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak
2. Uji Serologis
 Uji serologis yang digunakan harus memenuhi sensitivitas minimal 99% dan
spesifisitas minimal 98% . (Umur 18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik
konfirmasi )
 Anak umur < 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan belum dilakukan uji
virologis, dianjurkan untuk dilakukan uji serologis pada umur 9 bulan.
 Anak umur < 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga disebabkan oleh infeksi
HIV harus menjalani uji serologis
 Pada anak umur< 18 bulan yang sakit dan diduga disebabkan oleh infeksi HIV
tetapi uji virologis tidak dapat dilakukan
 Pada anak umur < 18 bulan yang masih mendapat ASI
 Anak yang berumur > 18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana yang dilakukan
pada orang dewasa.

Agar pelaksana di lapangan tidak ragu, berikut ini skenario klinis dalam memilih
perangkat diagnosis yang tepat.
Kemenkes RI (2014). Perdoman Penerapan Terapi HIV
Pada Anak. Jakarta :Kemenkes RI
3. Pemeriksaan Elisa Sensitivitas
Pemeriksaan HIV ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2 yang dilakukan dengan ELISA (enzyme-
linked immunisorbent assay) atau dikenal juga dengan EIA (enzyme immunoassay).Untuk melakukan tes
ELISA, sampel darah akan diambil dari permukaan kulit Anda kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus.
Antigen adalah zat asing, seperti virus, yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh merespons dengan cara
memproduksi antibodi

4. Uji polymerase chain reaction (PCR).


Tes ini berfungsi untuk mendeteksi keberadaan DNA HIV, atau tes RNA assay, untuk mendeteksi adanya RNA
HIV di dalam tubuh anak

5. Diagnosis presumtif HIV pada anak< 18 bulan


Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi perangkat laboratorium untuk PCR HIV
tidak tersedia, tenaga kesehatan diharapkan mampu menegakkan diagnosis dengan cara DIAGNOSIS
PRESUMTIF.
Diagnosis HIV pada anak > 18 bulan
Sama dengan uji HIV pada orang dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada
saat tes dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan selama > 6
minggu. Pada umur > 18 bulan ASI bukan lagi sumber nutrisi utama. Oleh karena itu cukup aman bila ibu
diminta untuk menghentikan ASI sebelum dilakukan diagnosis HIV
Kemenkes RI (2014). Perdoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak. Jakarta :Kemenkes RI

6. Pemeriksaan Berdasarkan Stadium


 
 
    Pneumonia

(radang paru-
 Infeksi
paru)
bakterial yang
pnemosistis
berat
 TB ekstra-paru
(pneumoni,
 ISPA berulang,  Abses otak
piomiositis, dll)
misalnya toksoplasmosis
 TB paru dalam
sinusitis atau  Meningitis
satu tahun
otitis (radang kriptokokus
terakhir
telinga)  Encefalopati HIV
 TB
 Ulkus mulut  Gangguan fungsi
limfadenopati
berulang neurologis dan
 Gingivitis/
tidak oleh
periodontitis
penyebab lain,
ulseratif
seringkali
nekrotika akut
membaik dengan
ART

Kemenkes. (2015). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu Ke Anak Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.
09. Penatalaksanaan
A. Farmakologi
1) Terapi antiretroviral (ARV)
2) Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik bagi pasien terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini. Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk
menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien HIV dan
mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik.
3) Golongan Obat ARV

• Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor (NRTI)

• Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) yang termasuk golongan ini adalah
Tenofir (TDF).

• Non-Nuleuside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)


4) Vaksin dan Rekonstruksi Imun
5) Fusion Inhibitor
09. Penatalaksanaan
B. Terapi Non Farmakologi
1) Pemberian nutrisi
Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya
dihubungkan dengan adanya peningkatan kebutuhan
karena adanya infeksi penyerta/infeksi oportunistik.

2) Aktivitas dan Olahraga


Olahraga yang dilakukan secara teratur sangat
membantu efeknya juga menyehatkan.Olahraga secara
teratur menghasilkan perubahan pada jaringan, sel, dan
protein pada system imun.

Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan Perkembangan HIV AIDS triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta.
Kyle, T.,& Carman, S. 2013. Essentials of Pediatric Nursing. China:Wolters Kluwot
Selain penatalaksanaan tersebut, manajemen keperawatan yang dapat dilakukan:

1. Upaya Pencegahan
• HIV dideteksi sedini mungkin saat masa kehamilan atau bahkan sebelum
• Wanita yang terinfeksi HIV, rutin mengonsumsi obat selama masa kehamilan dan persalinan
• Persalinan dilakukan dengan operasi Caesar
• Bayi yang lahir dari ibu positif HIV, menerima obat antiretroviral (ARV) pada 4-6 minggu pertama
kehidupannya
• Usaha perbaikan kondisi ekonomi juga akan mempermudah akses keluarga dengan HIV untuk
mengakses fasilitas kesehatan, informasi, dan mendapatkan nutrisi yang baik untuk anak-anak

2. Mempromosikan Kepatuhan Dengan Terapi Antiretroviral


Untuk mencegah perkembangan penyakit HIV dan mencegah ensefalopati, kepatuhan terhadap
rejimen ART diperlukan . Mendidik keluarga tentang pentingnya mematuhi rejimen pengobatan. Bantu
pengasuh mengembangkan jadwal pemberian obat yang sesuai dengan rutinitas keluarga di rumah.

3. Mengurangi Risiko Infeksi


Pada bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi TBC, sipilis, toksoplasmesis, cytomegalovirus, hepatitis B
atau C, atau herpes implex vrus, berikan pengujian dan pengobatan. Untuk mencegah infeksi firovect
Pneumocystis, berikan antibiotik profilaksis seperti yang ditentukan pada setiap infeksi yang terpajan
HIV di mana infeksi HIV belum ditemukan. Berikan skrining tuberkulosis dan imunisasi anak sesuai
dengan pedoman nasional.
4. Mempromosikan Nutrisi

Untuk infant, berikan formula peningkatan kalori sesuai toleransi. Untuk anak, berikan makanan dan
camilan berkalori tinggi, berprotein tinggi. Suplemen dapat ditambahkan ke milkshake untuk
meningkatkan asupan protein. Pastikan anak dapat memilih makanan yang disukainya dari menu rumah
sakit Dokumentasikan pertumbuhan melalui pengukuran berat dan tinggi badan mingguan

5. Mempromosikan Kenyamanan
Anak-anak dengan infeksi HIV mengalami rasa sakit akibat infeksi, efek samping enseplulopati dari obat-
obatan, dan berbagai prosedur dan perawatan yang diperlukan, seperti venipunctare, biopsi, atau pungsi
limbar. Lihat Bab 14 untuk informasi rinci tentang penilaian dan manajemen nyeri

6. Memberikan Pendidikan terkait HIV/AIDS dan dukungan baik kepada pasien dan keluarga.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas Klien: Nama/nama panggilan, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2) Identitas penanggungjawab
3) Data Subjektif
 Demam dan diare berkepanjangan
 Data nutrisi, intake makan, adanya penurunan berat badan
 Ketidaknyamanan (kaji PQRST)
4) Riwayat Kesehatan Sekarang
5) Riwayat Kesehatan Dahulu
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
7) Riwayat Tumbuh Kembang
8) Riwayat Imunisasi9) Riwayat Persalinan
10)Riwayat Nutrisi
11)Riwayat Psikososial
12)Pola istirahat & Aktivitas
13Keadaan umum,TTV,Pola Eliminasi (Diare, Bentuk fese, Frekuensi BAB/BAK, Perubahan warna
BAB, dll)
Pemeriksaan Head to toe
Kulit  : Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal
Kepala dan leher : Normal tidak ada kerontokan rambut, benjolan, dan tidak ada Peradangan
Kuku :  Jari tabuh
Mata / penglihatan :Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
Hidung     :Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi,  tidak ada polip, dan fxungsi penciuman normal
Telinga      :Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
Mulut dan gigi : Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan perdarahan 
pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah
Dada : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada,tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium,
Tidak nampak adanya pembesaran hati,.
Abdomen :Nampak normal, simetris kiri kanan,Turgor , massa, nyeri tekan pada bagian kanan bawah
Pernafasan: batuk, sesak nafas, hipoksia , bunyi nafas tambahan
Sist pencernaan: bb menurunm, anoreksia
Sist kardio vascular: : conjungtiva Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan
vena jugularis : tidak meninggi, Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran Suara jantung : Tidak ada bunyi
abnormal,Capillary refilling time > 2 detik
• Pemeriksaan Sistem Integumen (Turgor kulit, Lesi, Ruam)
• Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal (Lemah, Mampu tidak
melakukal ADL)
• Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler (Takikardia, Hipotensi)
• Pemeriksaan Gastrointestinal (Intake dan Output makan dan minum,
mual, muntah, perut kram, dll)
• Neurologis (Gangguan refleks pupil, Kaku kuduk, Kejang, dll)
14) Interaksi Sosial
15) Status Mental
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Fisik
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imunodefesiensi
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
6. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
7. Intoleranri Aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Kasus:

Seorang bayi (A) berusia 3 bulan dibawa ke Rumah Sakit Umum


ZA dengan keluhan demam yang naik turun dalam sebulan
terakhir. Ibu bayi A mengatakan anaknya sering BAB 4-5 kali
sehari, sering menangis tiba-tiba dan tidak ingin diberi asi. Hasil
pengkajian didapatkan TD: 110/80 mmHg, HR: 98x/menit, RR:
50x/menit, T: 38 derajat celcius, tampak ruam kemerehan disekitar
leher dan wajah serta tampak lemas. Didapatkan juga hasil
ternyata ibu bayi A positif HIV setelah menjalani tes HIV
seminggu yang lalu.
Pengkajian:

1. Identitas klien
 Nama :A
• Usia : 3 bulan
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Tanggal lahir : 2 Desember 2021
• Alamat : Ulee kareng

2. Keluhan utama  Sering BAB 4-5 kali sehari, menangis


tiba-tiba, demam sejak sebulan terakhir, dan menolak asi.

3. Riwayat kesehatan dahulu (-)


4. Riwayat Kesehatan keluarga  Ibu pasien positif HIV
Pengkajian:

5. Riwayat nutrisi : Asi ekslusif


6. Pola istirahat : Selama sebulan terakhir pasien kurang
tidur karena sering menangis dimalam hari
7. Pemeriksaan fisik :
 Keadaan umum : pasien sering menangis, dan terlihat lemas
 TTV : TD: 110/80 mmHg, HR: 98x/menit, RR: 50x/menit,
T: 38 derajat celcius
 Pola eliminasi : BAB 4-5 kali sehari
 Integumen ; ruam kemerahan disekitar leher dan wajah
 Pernapasan : terdapat secret dihidung
 Mulut : mukosa bibir pasien agak kering
Analisa data:
No. Data Etiologi Masalah
1. DS: Kurangnya asupan Defisit Nutrisi
makanan
- Ibu pasien mengatakan anaknya sering
BAB 4-5 kali sehari
- Pasien menolak diberikan Asi
DO:
- BAB 4-5 kali sehari
- Mukosa mulut pucat
- TD: 110/80mmhg
- HR: 98x/menit
- RR: 50x/menit
Analisa data:
No. Data Etiologi Masalah
2. Ds : Peningkatan laju Hipertermia
metabolisme
- Ibu mengatakan bayinya demam sejak
sebulan yg lalu
- Ibu mengatakan bayinya sering
menangis
DO:
- T: 38 derajat celcius
- TD: 110/80mmhg
- HR: 98x/menit
- RR: 50x/menit
- Bayi tampak sering menagis
Analisa data:
No. Data Etiologi Masalah
3. Ds : Imunodefisiensi Gangguan Integritas
kulit
- Anak sering menangis
DO:
- Terdapat ruam kemerahan disekitar
leher dan wajah pasien
- Mukosa bibir kering
DIAGNOSA

1. Defisit nutrisi b.d. kurangnya asupan makanan


2. Hipertermia b.d. peningkatan laju metabolisme
3. Gangguan integritas kulit b.d. imunidefisiensi
Intervensi:
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
1. Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi b.d. tindakan Observasi :
Kurangnya keperawatan - Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
asupan selama 1 x 24 jam - Monitor asupan makanan
makanan Kriteria hasil : - Monitor berat badan
1. Mampu Terapeutik
mengidentifika -Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
si kebutuhan -Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
nutrisi asupan oral dapat ditoleransi
2. Tidak terjadi Kolaborasi
penurunan - Koleborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
pereda nyeri, antiemetik),
berat badan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
yang berarti kalori dan jenis nutrient, jika perlu
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
b.d. perawatan 1x24 Observasi
Peningkatan jam diharapkan - Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasl,
terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
laju suhu tubuh anak - Monitor suhu tubuh
metabolisme berada dalam - Monitor kadar elektrolit
kisaran normal - Monitor haluaran urine
dan tidak Terapeutik
mengalami - Sediakan lingkungan yang dingin
komplikasi dengan - Longgarkan atau lepaskan pakaian
kriteria hasil: - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
1. Suhu tubuh - Berikan cairan oral
- Berikan oksigen, jika perlu
dalam rentang Edukasi
normal - Anjurkan tirah baring
2. HR dan RR Kolaborasi
dalam rentang - Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
normal intravena, jika perlu
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
3. Gangguan Setelah dilakuakn Perawatan Integritas Kulit
Integritas tindakan Observasi
kulit b.d. keperawatan - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
perubahan sirkulasi, perubahan nutrisi, penurunan
imunidefisien selama 1x24 jam kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
si pasien mobilitas)
menunjukkan Terapeutik
kriteria : -Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
1. Integritas kulit -Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
yang baik bisa selama periode
di pertahankan - Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak
2. Tidak ada luka pada kulit kering
- Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
atau lesi pada hipoalergik pada kulit sensitif
kulit Edukasi
3. Perfusi jaringan - Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion,
baik serum)
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Daftar Putaka

Hidayati,dkk. 2019. Manajemen HIV/AIDS. Surabaya: Universitas Airlangga

Ball, J., Bindler, R., Cowen, K.,& Shaw, M.(2017). Principles of Pediatric Nursing Seventh Edition Caring for
Children . New Jersey: Julie Levin Alexander.

Alamsyah A, Dkk. 2020. Mengkaji HIV/AIDS dari teori hingga praktik. Jawa barat : Adanya Abimata

Kemenkes. (2015). Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu Ke Anak Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2015). Wong’s Nursing Care Of Infant and Children (10th ed.). Canada:
Elsevier Mosby

Kemenkes RI (2014). Perdoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak. Jakarta :Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan RI, (2016). Laporan Perkembangan HIV AIDS triwulan 1 Tahun 2016. Jakarta

Kyle, T.,& Carman, S. 2013. Essentials of Pediatric Nursing. China:Wolters Kluwot


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai