Anda di halaman 1dari 28

REALITAS MULTIKULTURAL

DALAM KONTKES BHINEKA


TUNGGAL IKA
Pentingnya multikultural
 Benturan Budaya adalah hal yg pasti:
 Perbedaan antara peradaban tidak hanya riil, tetapi juga mendasar.
 Dunia makin menyempit, interaksi beda peradaban makin meningkat.
 Modernisasi ekonomi dan sosial dunia: Tercerabutnya identitas lokal &
memperlemah negara-negara sebagai sumber identitas.
 Barat menjadi episentrum kekuatan budaya: (1) menjadi kiblat budaya; tapi
juga (2) kesadaran budaya, yaitu kembalinya fenomena asal (Non-Barat). 
 Karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan berkompromi
dibanding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi.
 Alasan stabilitas nasional: “politik seragamisasi ‟ sentralistik.
“Politik seragamisasi‟ ini memang masih mengakui sifat
pluralitas (kemajemukan) bangsa.
 Tetapi, kemajemukan ini –mengacu pendapat John Rex
(1997)- hanya terjadi pada ruang privat, yaitu ruang bagi
setiap orang dan kelompok diberi kebebasan
mengekspresikan nilai-nilai maupun cara pandang mereka.
POLITIK  Sementara, kesetaraan dan kesempatan dalam berbagai
BUDAYA bidang bagi elemen bangsa tidak disediakan oleh negara di
ruang publik.
ORBA  Katak dalam tempurung: individu/kelompok hanya
mengenal arti kebebasan di antara mereka sendiri tanpa
mengenal hak kebebasan dan perbedaan kelompok lain.
 Muncul fragmentasi sosial: (1) orang Tionghoa tersekat
hanya di dunia bisnis seiring dengan “nasionalisasi” nama
yang berbau Tionghoa; (2) perbedaanperbedaan antara
pusat-daerah atau dalam pelayanan publik
 Kesenjangan dalam ruang-ruang publik ini jadi
pemantik demokratisasi yang membuat runtuhnya
Orba.
 Demokrasi: membuka kran kebebasan
 Demokrasi: Belum siap seperangkat norma di ruang
publik –seperti politik, hukum, ekonomi, dan
pendidikan- yang menjamin kesetaraan dan
kesempatan yang sama.
 Masyarakat belum siap untuk menjadi masyarakat
multikultural (masyarakat yang menghargai
kebebasan dan perbedaan kelompok lain)
konflik-konflik sosial.
 Dengan kata lain, demokrasi sebenarnya
mensyaratkan perspektif multikultural sebagai
pondasinya.
 Samuel P. Huntington (1993):
 bahwa sebenarnya konflik antar peradaban di masa depan tidak lagi disebabkan
oleh faktor-faktor ekonomi, politik dan ideologi, tetapi justru dipicu oleh masalah
masalah suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
 Konflik tersebut menjadi gejala terkuat yang menandai runtuhnya polarisasi
ideologi dunia kedalam komunisme dan kapitalisme.
 Di Amerika, multikultural muncul karena kegagalan pemimpin di dalam
mempersatukan orang Negro dengan orang Kulit Putih
TERBUKTI:

• RUNTUHNYA STRUKTUR POLITIK NEGARA-NEGARA EROPA TIMUR (AKHIR


1980-AWAL 1990).

• DI ERA 1980-AN: TERJADINYA PERANG ETNIK DI KAWASAN BALKAN, DI


YUGOSLAVIA., PASCA PEMERINTAHAN JOSEP BROZ TITO: KERAGAMAN, YANG
DISATU SISI MERUPAKAN KEKAYAAN DAN KEKUATAN, BERBALIK MENJADI
SUMBER PERPECAHAN KETIKA LEADERSHIP YANG MENGIKATNYA LENGSER.
PENGERTIAN

• Dari aspek Antropologi: multikultura & plural = sama,


masy yg memiliki keragaman budaya
• Multi = banyak; Kultur = budaya
• Plural = jamak
• Sufiks “isme’: membawa dampak psikologis terkait
beda ideologi
PENGERTIAN
• “Multikulturalisme”: pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan
multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007)
• Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta
penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan
keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum,
dikutip Lubis, 2006:174)
• Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan,
penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang
majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun
mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan
yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan
kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007)
SIFAT MULTIKULTURAL
* Sifat yang mengakui dan menghargai perbedaan dalam
kesederajatan.
* Sifat ini tumbuh dari paham multikulturalisme, yaitu cara
pandang tentang keberagaman kehidupan yang menekankan
penerimaan terhadap realitas perbedaan -agama, budaya, dan
worldview- yang terdapat dalam masyarakat.
* Jika sifat multikultural ini terinternalisasi pada diri individu,
maka individu tersebut akan secara terbuka memahami,
menghargai serta mengkaji budaya orang lain yang dilandasi
oleh semangat menghormati dalam kebersamaan.
MULTIKULTURALISME PLURALISME

ideologi yg mengakui dan ideologi yg memandang


mengagungkan perbedaan keanekaragaman budaya yg
dalam kesederajatan, baik lebih menekankan perbedaan
secara individu maupun antara satu masyarakat
komunal (Politic of dengan masyarakat lainnya.
Recognition)
Kurang memerhatikan
Lebih menekankan pada interaksinya
interaksi antarbudaya sbg Lebih menonjolkan keunikan
entitas yg memiliki hak & dan entitas itu sendiri
kewajiban yg sama
Lebih cenderung sbg politik
kebudayaan seragam
PENYEBARAN PAHAM MULTIKULTURALISME
di BERBAGAI NEGARA
Runtuhnya Uni Soviet dan Eropa Timur yang menandai
berakhirnya perang dingin, telah mempercepat dan
meningkatkan intensitas globalisasi di berbagai bidang.
Sejak itu, AS seolah menjadi penguasa dunia. Sehingga,
hampir semua yang berbau AS cepat dan mudah
merambah ke berbagai dunia. Termasuk, pengalaman
sejarah multikulturalisme di AS.
PERJALANAN MULTIKULTURALISME DI
AS
Dinamika perspektif keanekaragaman di AS dimulai dengan
“melting-pot assimilation” menjadi “salad bowl” berkembang
lagi menjadi “cultural pluralism” dan akhirnya
“multiculturalism”.
Dinamika perspektif itu bermula dari gerakan warga kulit hitam
yang menuntut kesetaraan hak sipil dan politik pada 1960-an.
Kemudian tahun 1970-an muncul gerakan civil society, yang
diikuti gerakan perempuan, lalu muncul gerakan “pribumi
Amerika” dan kelompok kulit berwarna. Pada tahun 1980-an
hingga 1990-an muncul pemikiran kritis terhadap kurikulum
sekolah dasar perihal sejarah, demografi, dan pendidikan
kewarganegaraan, yang menggugat perspektif melting-pot
assimilation.
1. MELTING-POT ASSIMILATION
Menyatukan seluruh budaya dengan meleburkan
masing-masing budaya
Konsep ini dipopulerkan melalui drama karya Zangwill.
Dalam perspektif melting-pot ditonjolkan perihal
lahirnya “manusia baru” yang disebut Amerika, yaitu
merupakan idealisasi peleburan beraneka ragam budaya
yang berasal dari Eropa dan Afrika.
Pemikiran kritis mengungkapkan bahwa melting-pot
ternyata bersifat monokultur. Karena, dominasi dan
hegemoni WASP (White Anglo-Saxon Protestant) amat
mengedepan.
2. SALAD BOWL
Untuk mengakomodasi dan mengapresiasi kontribusi
non-WASP, dikembangkan perspektif pengganti yang
disebut “salad bowl”.
Budaya asal tidak dihilangkan tapi diakomodasi dan
memberikan kontribusi bagi budaya bangsa, tapi,
interaksi kultural belum berkembang baik
Unsur non-WASP memang diakomodasi, tapi ternyata
tak mengurangi unsur pokoknya yang dominan, yaitu
budaya WASP.
Perspektif salad bowl masih tetap dirasakan
mengecewakan oleh non-WASP.
3. CULTURAL PLURALISM
Horace Kallen (1970) memperkenalkan perspektif “cultural
pluralism” untuk menggantikan salad bowl.
Perspektif ini membedakan antara ruang publik dan ruang privat.
Ruang publik: ruang terbuka tempat bertemunya orang dari
berbagai ikatan budaya.
Ruang privat: ruang yang disediakan untuk mewadahi dan merawat
spesifikasi ikatan budaya di dalam masing-masing keluarga atau
komunitas yang berbeda-beda.
Ternyata perspektif ini juga rapuh dan tak memuaskan, karena
mengandaikan dapat memisahkan sepenuhnya antara ruang publik
dan ruang privat. Di samping itu mengandaikan wilayah non-budaya
terlepas dari wilayah budaya di dalam ruang publik.
4. MULTICULTURALISM
* Diperkenalkan tahun 1980-an, sebagai upaya memperoleh kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi di ruang publik, dan selanjutnya juga mengkritisi
jalinan hubungan kekuasaan yang ada agar menjamin hak, keadilan dan
kesempatan yang sama bagi semua WN yang dihormati latar belakang ikatan
budayanya.
* Ikatan suku, ras, agama, daerah, bahasa, kebiasaan -- dapat hidup
berdampingan secara damai, saling mendukung dlm posisi setara, dan
menikmati kehidupan yang makin adil (dlm suatu negara atau wilayah
pengorganisasian hidup bersama).
* Multikulturalisme tidak untuk menghilangkan kekhususan (specifity) dari ciri
budaya; tidak juga untuk meleburnya ke dalam keumuman (generality) budaya.
* Multikulturalisme menawarkan hadirnya realitas ganda/ragam : differences –
similarities, diversity – unity, identity – integration, particularity – universality,
nationality – globality, etc.
 Multikulturalisme:
fokus pada relasi
antarkebudayaan; keberadaan kebudayaan yg
satu hrs mempertimbangkan keberadaan
kebudayaan lainnya.
 Muncul ide: toleransi, menghargai, kesetaraan
 Politikmultikultural: membangun ideologi yg
menempatkan kesetaraan dalam perbedaan sbg
sentralnya.
MULTIKULTURALISME
 Perbedaan budaya scr historis hrs dihargai pemerintah dalam menjamin
persamaan hak dlm masy bangsa
 Kritik atas pluralisme yg fokus pada keanekaragaman suku bangsa dan budaya
shg budaya dianggap entitas yg distinktif
 Setiap kelompok budaya ingin hidup dengan caranya sendiri; dan ini adalah hak
mereka.
 Tapi, jangan menjurus ke sikap dan tindakan yang eksklusif, egois, serta arogan
yang dapat mengancam kebersamaan kehidupan dalam keanekaragaman budaya.
 Kecenderungan “partikular-eksklusif” harus dikontrol dan diimbangi dengan
semangat “universal-inklusif”.
 Disebabkan:
 Lahirnya negara2 baru setelah PD II
 Determinisme teknologi
 Meningkatnya kesadaran berbangsa
 Demokratisasi & human rights
PRO-KONTRA MULTIKULTURALISME
 Ada tiga: mendukung – mengkritisi – menolak.
 Kelompok mayoritas dan atau yang diuntungkan
dengan statusquo, umumnya menolak perspektif
multikulturalisme.
 Kelompok minoritas dan atau yang termarjinalkan,
umumnya mendambakan/ mendukung
multikulturalisme.
 Kelompok intelektual sosial, umumnya mengambil
sikap kritis terhadap multikulturalisme.
 Multikultural mencakup tiga komponen:
 Kebudayaan
 Pluralitas kebudayaan
 Cara merespon
Bikhu Parekh
(2002)

Bukan abstrak tapi perlu Model yg


aplikatif
 Reformasi 1998:
 Isu-isu politik kebudayaan di Indonesia
 Isu-isu demokratisasi:
dari sentralistik-otoritarian ke desentralistik-otonomi daerah

Muncul isu-isu multikultural sebagai penguat kesatuan bangsa:


 Akibat desentralisasi thd Keanekaragaman: kontras-kontras atribut
 Minoritas vs mayoritas
 Dominan vs tidak dominan
 Putra daerah vs pendatang

Dulu “kuat” karena kekuatan sentralistik


ISU MULTIKULTURALISME BELUM
SELESAI
• APAKAH MODEL YANG PAS UNTUK INDONESIA?
• APAKAH MODEL DARI NEGARA LAIN?
• KEBANYAKAN KITA BICARA ‘HASIL’ BUKAN ‘PROSES’
• HASIL: PENTINGNYA TOLERANSI; SALING MENGHARGAI, MENJAGA KERUKUNAN;
MENGHORMATI PERBEDAAN; LEBIH KE FALSAFAH HUMANISTIK INDIVIDU DARIPADA
SOSIAL KOLEKTIF

• PROSES: BERISI PENJELASAN MODEL YG BERISI KONSEP2 & STRATEGI2 MENCAPAI


TUJUAN ‘YG ABSTRAK’ DI ATAS
Pandangan J.S Furnival (1948) ttg masy
majemuk di Indonesia

 Akibat policy kolonial di Indonesia & Burma:


 Masyarakat beda rasial hanya bertemu di pasar
 Kebudayaan dilihat sbg ‘entitas otonom’ & ‘distinktif’ satu
sama lainnya; Batas antarbudaya tegas; Interaksi terbatas
hanya di pasar atau alon-alon
 Masy majemuk: mereka berkumpul, bergaul, tapi ‘tdk
bercampur’; msh memegang budaya sendiri; berdampingan
tapi terpisah dalam satuan politik yg sama.
• Masy Majemuk di Indonesia disebabkan:
- Policy kolonial
- Letak geografis Indonesia yg terpisah laut

• Lasleet (1982) membuat hipotesis:


“sistem otoritarian adalah bentuk adaptif dari suatu
pengaturan masy majemuk dg populasi besar dan
terpisah pulau yg banyak dan luas.”

Untuk Integrasi bangsa


KRITIK MODEL MASY MAJEMUK

 Hanya cocok untuk konteks historis bukan sbg bentuk


struktural.
 Sbg konstruksi kolonial mengatasnamakan ‘integrasi
& stabilitas nasional’:
 Diskriminasi ras/etnis, sistem kategori, kodifikasi
hukum
 Segregasi & isolasi sosial bahkan menyingkirkan
etnis, misal apartheid
 Mengabaikan ciri polietnik masy dunia ketiga
DI INDONESIA
Scr historis berbeda-beda
Tidak perlu pluralisme... Tapi Nasionalisme:
-Kesadaran identitas bersama
-Ideologi ttg historis bersama & senasib
sepenanggungan
-Adanya gerakan sosial bersama untuk mencapai satu
tujuan bersama

Akan kuat jika ada musuh dari luar


TANTANGAN GLOBALISASI

 Surutnya nasionalisme
 Determinasi teknologi komunikasi
SEKI
AN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai