• inisiator Gerakan Aceh Merdeka Hasan di Tiro dan beberapa pengikutnya mengeluarkan pernyataan perlawanan
4 – 12 - terhadap pemerintah RI yang dilangsungkan di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Pidie.
1976
• Perlawanan represif bersenjata gerakan tersebut mendapat sambutan keras dari pemerintah pusat RI yang akhirnya
menggelar sebuah operasi militer di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dikenal dengan DOM (Daerah Operasi
Militer)
• operasi yang dilakukan telah membuat para aktivis AM terpaksa melanjutkan perjuangannya dari daerah
1980-1990 pengasingan. Disaat rezim Orde Baru berakhir dan reformasi dilangsungkan di Indonesia, seiring dengan itu pula
Gerakan Aceh Merdeka kembali eksis dan menggunakan nama GAM sebagai identitas organisasinya.
• Pemerintah menerapkan status Darurat Militer di Aceh karena konflik antara pemerintah RI dengan GAM terus
2003 berlanjut
• Bencana alam gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 telah memaksa pihak-pihak
yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak
26 – 12 - internasional.
2004
• Pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan
27 – 02 - presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
2005
• Setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan
damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai
dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim
yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan
17 – 07 - beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa
2005 pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan
pemberian amnesti bagi anggota GAM.
• Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan
19 – 12 - kepada AMM
2005
• PPRI adalah pemerintahan revolusioner republik indonesia, merupakan salah satu gerakan
pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintahan pusat yang dideklerasikan pada
tanggal 15 februari degan keluarnya ultimatum dari dewan perjuangan yang dipimpin oleh
letnan kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatra Barat, Indonesia.
• Permesta adalah perdjuangan rakyat semesta, sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini
dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2 maret 1957 yaitu
letkol ventje sumual.
AWAL GERAKAN
Muncul gerakan PRRI dan PERMESTA berawal dari minimnya kesejahteraan tentara di Sumatra
dan Sulawesi. Hal ini mendorong beberapa tokoh militer untuk menentang kepala staf angkatan darat.
Persoalan meluas kepada tuntutan otonomi daerah, karena ada ketidakadilan pemerintah pusat terhadap
alokasi dana pembangunan. Dan dibentuk dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada
desember 1956. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS tahun 1949 bersamaan dengan
dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya menyisakan 1 brigade saja.
Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu
membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka
merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain
itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya
pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat
kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah.
Akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, para perwira militer berinisiatif membentuk dewan
militer daerah, antara lain
• Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein
• Dewan Gajah di Sumatera Utara yang di pimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon
• Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian
• Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual
PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet
Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan sipil
mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah
pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia
kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan tindakan yang
melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan.
Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958
memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan
perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan
yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat
dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan
PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA.
Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang
diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi
ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan Amerika Serikat. Terbukti
dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh
Allan L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.
Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada bulan Agustus 1958,
dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-sisa anggota Permesta untuk
kembali Republik Indonesia.
DAMPAK
Politik :
Dukungan Amerika Serikat terhadap pemberontakan Permesta membuat hubungan Indonesia
dengan Amerika Serikat tidak harmonis akibat dari dijatuhkannya pesawat bom oleh Amerika
Serikat di daerah Ambon
Malaysia yang menjadikan wilayahnya sebagai saluran utama pemasok senjata bagi pasukan
Permesta
Ekonomi :
Pembangunan menjadi terbengkalai
Sosial :
Aktifitas masyarakat terbengkalai dan hasil hasil pertanian yang siap panen dibiarkan begitu