Anda di halaman 1dari 24

Diampu oleh: Bapak Kukuh Santoso, S.Pd.I, M.Pd.

THAHARAH II
“PERMASALAHAN DALAM THAHARAH”

Tugas Agama Islam III – Kelas Biologi A


FAKULTAS MIPA UNISMA

10 November 2020
01 02 03

ANGGOTA
KELOMPOK

Diajeng Berliana
Rizqi Alvianshah Dewi Qurrot
Yulia Putri
‘Aini
21901061014 21901061015 21901061016
PERMASALAHAN
DALAM THAHARAH
Pentingnya Bersuci, Cara Bersuci Dan Alat Untuk Bersuci
 Ibnu Abbas ra, ketika berjalan melewati dua kuburan, Rasulullah SAW
bersabda: “Kedua ahli kubur itu disiksa, dan tidaklah mereka itu disiksa
karena dosa besar, kemudian Nabi berkata: tetapi, salah seorang dari
PERMASALAHAN keduanya itu tidak menggunakan penutup ketika buang air kecil, dan yang
lainnya suka mengadu domba” (HR. Bukhari).
DALAM
THAHARAH
 Rasulullah saw. bersabda: “Suci itu sebagian iman” (HR. Muslim).
 Bersuci sesuai dengan jenis najis dan hadas nya
1. Wudhu (Hadas kecil) dan Mandi Janabah (Hadas besar)
PERMASALAHAN 2. Najis Mughalazhah: Menghilangkan wujud najis dan dialiri air
sebanyak 7 kali dengan dicampur tanah atau debu di salah satu
DALAM basuhannya.
THAHARAH 3. Najis Mukhaffafah: Memercikkan air secukupnya.
4. Najis Mutawassithah: Menghilangkan wujud, warna, rasa, dan bau,
lalu dialiri dengan air.
 Alat-alat untuk bersuci

PERMASALAHAN 1. Air Mutlak


DALAM 2. Tanah atau Debu
THAHARAH 3. Batu, tembikar, kayu, kertas, dan tisu.
4. Disamak
THAHARAH DALAM
KEADAAN DARURAT
Cara Bersuci Saat Tidak Ada Air Atau Sakit
 Merupakan suatu keringanan (Rukhshoh) yang diberikan oleh Allah SWT
 Keadaan darurat yang dimaksud adalah ketika tidak adanya air untuk
bersuci ataupun dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk
menyentuh air.
THAHARAH  Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 6:
DALAM “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan

KEADAAN salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu

DARURAT junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka
jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak
ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur”
 Tayammum: mengusap wajah dan kedua telapak tangan dengan tanah
(permukaan bumi) dengan tata cara tertentu atau bersuci dengan
menggunakann debu, sebagai pengganti wudhu’ atau mandi janabah.

THAHARAH  Sebab-sebab Tayammum


1. Tidak adanya Air
DALAM 2. Ada sebab-sebab tidak bisa menyentuh Air (sakit)
KEADAAN 3. Memuliakan hewan atau manusia yang kehausan, kecuali anjing dan

DARURAT babi, orang murtad, orang yang meninggalkan salat, orang yang
zina, dan orang kafir.
 Tayammum akan batal jika kemudian terdapat air atau mengira-ngira
dalam jarak yang dekat ada air. Maka dari itu, dianjurkan untuk segera
bersuci secara normal.
THAHARAH  Ketika Sakit tetapi masih bisa menyentuh air. Jika ia tidak kuat untuk
bergerak, maka diwudhukan oleh orang lain yang semahrom ataupun
DALAM sesama jenis. Jika tidak ada, maka ditayammumkan.

KEADAAN
DARURAT  Hal ini sama hukumnya dengan saat memandikan jenazah.
BERSUCI DENGAN
MUZAH (KAOS KAKI)
Hukum dan Syariat Mengusap Musah/Khuf, Tata Cara Bersuci
dengan Muzah/Khuf
 Di antaranya dari hadits ‘Ali bin Abi Tholib ra.:
“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah
khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh
aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengusap bagian atas khufnya.”
Hukum dan
Syariat  Dalil yang menjelaskan disyari’atkannya mengusap khuf diriwayatkan
lebih dari 80 sahabat radhiyallahu ‘anhum, di antara mereka adalah
Muzah/Khuf sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira masuk surga.

 Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui


riwayat dari salaf yang mengingkari bolehnya mengusap khuf kecuali dari
Malik. Namun riwayat shahih dari Imam Malik adalah beliau membolehkan
mengusap khuf.”
 Hukum asal mengusap khuf adalah boleh.
 Menurut mayoritas ulama, mencuci kaki lebih afdhol (lebih utama)
Hukum dan daripada mengusap khuf.

Syariat  Mengusap khuf adalah rukhsoh (keringanan) dalam ajaran Islam.


 Menurut Imam Hambali, mengusap khuf itu lebih afdhol karena itu
Muzah/Khuf berarti seseorang mengambil rukhsoh dan kedua-keduanya (antara
mengusap khuf dan mencuci kaki saat wudhu) adalah suatu hal yang
sama-sama disyari’atkan.
 Syaratnya sebelum mengenakan khuf harus dalam keadaan bersuci
(berwudhu atau mandi) terlebih dahulu. Syarat ini telahdisepakati oleh
para ulama.
 Boleh mengusap khuf yang cacat (seperti ada sobekan) selama masih
Tata Cara disebut khuf dan selama masih kuat untuk digunakan berjalan.

Mengusap
Muzah/Khuf  Lalu cukup mengusap khufnya saja.
 Bagian khuf yang diusap bukanlah seluruh khuf, atau bukan pula pada
bagian bawah yang biasa menginjak tanah atau kotoran. Cukup bagian
atas (punggung) khuf yang dibasahi lalu khuf diusap (tidak perlu air
dialirkan).
 Keringanan mengusap khuf di sini bukan selamanya, ada masanya yang
dibatasi oleh ajaran Islam. Bagi orang yang mukim, jangka waktu
mengusap khuf adalah sehari semalam (1×24 jam), sedangkan untuk
Tata Cara musafir selama tiga hari tiga malam (3×24 jam).
 Batalnya mengusap khuf/muzah
Mengusap 1. Berakhirnya waktu mengusap khuf
Muzah/Khuf 2. Terkena Junub
3. Melepas Sepatu
4. Jika belum selesai mengusap khuf lalu berhadas.
PERMASALAHAN
THAHARAH DALAM
PERKARA 4 MADZHAB
Hadats Besar dan Kecil serta Najis menurut Imam 4 Madzhab
 Hadas kecil yang sudah disepakati para ahli fikih diantaranya adalah
keluar air kencing, air besar atau tinja, angin, mazi atau air putih
bergetah yang keluar sewaktu mengingat senggama atau sedang
bercanda, dan wadi.

HADATS  Hadas kecil yang masih dalam perdebatan, yaitu segala najis yang keluar
dari tubuh, tidur, menyentuh wanita dengan tangan atau dengan
KECIL DAN anggota tubuh lain yang sensitif, menyentuh zakar, memakan makanan
yang dibakar api, tertawa dalam sholat, dan membawa mayat.
BESAR
 Hadas besar terjadi pada orang yang dalam keadaan janabah atau
orangnya disebut junub dan wanita dalam keadaan haid. Untuk
mensucikan diri, seorang junub atau wanita haid wajib melakukan
mandi.
 Hadas besar karena janabah juga masih diperselisihkan di kalangan ulama.
Imam Malik, Imam Syafi’i, dan sekelompok Ahl Az Zahir atau ulama yang
mendasarkan pendapatnya pada teks dalil mewajibkan mandi karena
bertemunya dua alat kelamin lelaki dan wanita, baik mengeluarkan mani
ataupun tidak.
HADATS  Imam Malik berpendapat bahwa kenikmatan saat keluarnya mani itu yang
KECIL DAN mewajibkan mandi. Sementara Imam Syafi’i berpendapat keluarnya mani itu
sendiri yang telah mewajibkan mandi, baik disertai atau tanpa kenikmatan.
BESAR Ada beberapa perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang
berhadas besar. Imam Malik melarang memasuki masjid sama sekali. Imam
Syafi’i hanya membolehkan lewat tanpa menetap di dalamnya. 
 Sementara Dawud membolehkan semuanya, untuk wanita haid, jumhur
ulama melarang membaca Alquran, namun ada golongan ulama yang
membolehkannya. 
HUKUM  Mayoritas ulama sepakat, mereka yang tengah junub tidak diperbolehkan
MEMBACA membaca Alquran. Sedangkan, menurut Ibnu Hazm dan sebagian penganut
Mazhab Dhahiri, kondisi junub tak memengaruhi diperbolehkannya
AL-QUR’AN membaca Alquran. Menurutnya, aktivitas membaca Alquran termasuk
perbuatan yang baik dan dianjurkan. Pelakunya pun akan diganjar pahala.
KETIKA Karena itu, siapa pun yang beranggapan orang junub dilarang membaca
Alquran maka hendaknya ia memberikan argumentasi kuat. Dalam
SEDANG pandangannya, hadis hadis yang menyatakan tentang larangan menyentuh

BERHADAS atau membaca Alquran saat junub diragukan validitasnya dan kurang kuat.
 Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Di kalangan Mazhab Hanafi,
orang yang junub tidak boleh membaca Alquran, baik satu ayat surah
HUKUM maupun berapa pun yang dibaca. Pendapat ini dipopulerkan oleh Imam al-
Kasani. Ia merujuk hadis riwayat Ali di atas. Selain itu, menurutnya,
MEMBACA pelarangan ini dinilai dapat menjaga kehormatan dan kesucian Alquran.

AL-QUR’AN
KETIKA  Tak jauh berbeda dengan Mazhab Hanafi, di kalangan Mazhab Syafi’I,
seseorang yang berhadas tidak boleh membaca apa pun dari Alquran.
SEDANG Dengan membacanya maka mengurangi kesucian Alquran. Sebuah hadis
juga menyatakan bahwa orang yang junub atau haid tak boleh membaca
BERHADAS apa pun dari Alquran. Pun demikian dengan Mazhab Hanbali. Menurut
mereka, membaca Alquran tidak diperbolehkan selama berhadas. Kecuali,
bila yang bersangkutan telah bersuci.
SIRAH NABAWIYAH II
Teladan yang Baik Berdasarkan Perjalanan Hidup
Rasulullah SAW
 Kata Sirah secara etimologis bermakna perjalanan, adapun pengertian
secara terminologis adalah perjalanan kehidupan seseorang.

PENGERTIAN  Kata Nabawiyah bermakna kenabian. Adanya huruf alif lam pada kata An-
Nabawivah bermakna Nabi tertentu dan disini tentunya bermakna Nabi
SIRAH Muhammad SAW.

NABAWIYAH  “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang megharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh” (QS. Al Ahzab [33]: 22).
 Dalam periode kurang lebih 22 tahun beliau berhasil mengubah masyarakat
yang tidak pernah dipandang sedikit pun oleh para penguasa di masanya
menjadi kaum yang sangat disegani karena ketinggian akhlak dan budi
pekertinya. Dihormati karena berpegang dengan teguh agamanya. Disegani
karena tidak menjadikan dunia menjadi tujuan utamanya sekalipun dunia
telah berada pada genggamannya. Ditakuti karena ketangguhannya di
RASULULLAH medan laga.

SAW SEBAGAI  Tidaklah kesempurnaan menjadikan beliau menjadi sosok yang melebihi
makhluk seperti malaikat yang tidak pernah berbuat kesalahan. Beliau
SOSOK YANG adalah manusia biasa yang perilaku dan akhlaknya dapat ditiru oleh seluruh
manusia dan ajaran yang dibawanya yakni Islam menjadi rahmat bagi
MULIA seluruh semesta.
 “Dari Anas radiallahu 'anhu mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Siapa melihatku dalam mimpi, berarti ia telah melihatku, sebab
setan tidak bisa menjelma sepertiku, dan mimpi seorang mukmin adalah
sebagian dari empat puluh enam bagian kenabian.” (Ensiklopedi Hadits Kitab
9 Imam, Shahih Bukhari: 6479).
TERIMAKASIH DAN
SELAMAT BELAJAR
SILAHKAN JIKA ADA PERTANYAAN

Anda mungkin juga menyukai