Anda di halaman 1dari 10

KDRT

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun


2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga (UU PKDRT). Menurut UU PKDRT, yang
dimaksudkan dengan kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang,
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”
• (Pasal 1, ayat 1). Dalam pasal 5 dijelaskan
bahwa kekerasan dalam rumah tangga
mencakup kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual, dan penelantaran rumah
tangga.
• Awal tahun 2018 dihebohkan dengan berita suami
menginjak-injak perut istrinya yang sedang hamil
tua. Suami yang menendang perut istrinya bernama
Kasdi (21). Ia menginjak perut istrinya, Lina
Rahmawati (21) yang sedang mengandung karena
curiga dengan anak dalam kandungannya
merupakan hubungan gelap dengan orang lain.Bayi
dalam kandungan yang tidak diakui sebagai darah
dagingnya itu terpaksa lahir sebelum waktunya dan
meninggal dunia.
• Suatu hari, seorang suster datang ke kantor kami (Lembaga Advokasi Perempuan
DAMAR di Lampung) dengan Dona (bukan nama sebenarnya).  Dona adalah istri
seorang dokter yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan.  Dengan gagap
Dona menceritakan pengalaman kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.  Dia
sering dipukul, ditendang, dibatasi ruang gerak dan pembatasan pemberian
nafkah.  Semenjak satu tahun pernikahannya hingga memasuki tahun
kedelapanbelas pernikahannya , Dona terus menerus mengalami kekerasan.  Dona
menjelaskan bicaranya yang selalu gagap ini karena kekerasan yang dialami.  Ketika
berbicara dengan suaminya, belum sampai pembicaraan selesai tangan suaminya
seringkali telah memukul duluan atau kakinya telah menendang.  Berbagai upaya
terus dilakukan untuk memperbaiki hubungan dengan suaminya melalui keluarga
dan gereja.  Keluarga dan gereja memberi nasehat pada suaminya, tetapi upaya
tersebut tidak membuahkan hasil.  Bahkan gereja sampai melakukan doa bersama
dengan harapan adanya perubahan pada diri suami Dona.  Tetapi semua itu sia-sia
belaka.  Puncaknya adalah ketika Dona dipukul, ditampar dan ditendang oleh
suaminya.  Rambutnya dijambak sampai tubuhnya terangkat, lantas tubuhnya
dihempas ke tembok hingga terkencing di tempat.  Kata-kata kasar dan pengusiran
keluar dari mulut suaminya.  Hal ini mengakibatkan Dona cacat.  Dona pun
memutuskan untuk menyelesaikan kasusnya melalui jalur hukum.  Namun polisi
yang menangani kasusnya berkata: “Itukan masalah rumah tangga, ibu pulang saja,
selesaikan di rumah dengan suami baik-baik.” ”
• Pada suatu pagi, saat saya masih nyenyak tidur, istri saya membangunkan saya dengan
berteriak-teriak dan memukul saya dengan sapu lidi. Tentu saja saya kaget dan marah. Saya
tarik tangannya dan saya tampar wajahnya. Waktu itu, saya betul-betul marah karena
kaget dan dia kurang ajar pada saya.
• Anehnya, kejadian itu dia catat dan dia laporkan ke polisi bahwa saya telah melakukan
tindak KDRT. Yang lebih menyakitkan hati saya, istri saya melaporkan bahwa saya telah
berselingkuh sehingga melakukan KDRT. Padahal, saya tidak mempunyai selingkuhan. Saya
semakin sedih saat anak-anak kami (berusia 18 dan 16 tahun) dipaksa istri untuk bersaksi di
persidangan. Saat itu, sambil menangis mereka menjawab tidak tahu kejadian kapan bapak
mereka melakukan KDRT terhadap ibu mereka. Di dalam persidangan tersebut, polisi
menunjukkan foto-foto hasil visum yang memperlihatkan luka-luka dan lebam di punggung,
paha, dan lengan istri.
• Bu, visum itu memang berhasil memotret luka-luka dan lebam tubuh istri, tetapi visum itu
kan tidak bisa mengungkap siapa yang melakukannya. Namun, pengadilan ternyata lebih
percaya pada laporan istri, saya dijatuhi hukuman enam bulan. Hukuman tersebut lebih
ringan dari tuntuan jaksa yang menuntut saya dipenjara satu tahun.
• Saat saya dipenjara itulah saya tahu alasan istri saya menjebloskan saya ke penjara. Anak-
anak saya bercerita, belum genap satu bulan saya meninggalkan rumah, istri saya sudah
berpacaran dengan mantan pacarnya saat SMA.
• Duuh Bu, kepala ini rasanya mau pecah: marah, protes, sedih, malu, dan jengkel. Di benak
saya hanya satu keinginan: membunuh istri saya! Syukurlah, bimbingan rohani selama di
penjara menghilangkan niat tersebut. Keinginan saya sekarang, bercerai. 
• penelitian mengungkapkan 81% laki-laki yang menyerang
istrinya dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang juga
menerapkan kekerasan.  Mereka pernah menyaksikan
dan tidak dapat melakukan apa-apa ketika ayahnya
memukul ibunya,bahkan sebagian dari mereka sendiri
juga mengalami siksaan.  Akibatnya, bila merasa
tertekan, mereka akan menggunakan cara yang sama
dengan yang digunakan orang tuanya.  Dengan demikian
mereka telah belajar menjadi pelaku kekerasan,
merekonstruksi kekerasan yang telah berlangsung dan
dialaminya.
• 80% pelaku kekerasan terhadap anak adalah istri.  Istri
melakukan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk
pelampiasan atas kekerasan yang dialaminya dari
suami.  Ketika istri tidak dapat membalas tindakan suami,
maka istri akan melakukannya pada anak.  Ternyata siklus
kekerasan ini tidak berhenti di situ saja.  Ketika anak
korban kekerasan menjadi dewasa, pola kekerasan yang
diterimanya cenderung untuk diterapkannya dalam
relasinya dengan sesama.  Akibatnya, ketika anak korban
kekerasan ini berumah tangga, dia akan memiliki
kecenderungan besar untuk melakukan kekerasan.
Adapun kiat mencegah terjadinya
KDRT dalam lingkup keluarga

• 1) Keluarga wajib mengamalkan  ajaran agama. Bapak dan Ibu berbagi


peran/tugas dalam kehidupan rumah tangga
• 2) Harus dikembangkan komunikasi dan keterbukaan timbal balik antara
suami, isteri dan anak-anak.
• 3) Isteri dan suami wajib  mendidik anak sejak kecil, kalau marah jangan
memukul dan berkata kasar.
• 4) Kalau ada masalah harus diselesaikan dalam kebersamaan dan
keterbukaan.
• 5) Jika terjadi pertengkaran serius, salah satu atau kedua-duanya harus
meminta kepada orang yang dituakan untuk memediasi/meminta tolong
konselor/penasihat perkawinan
• dll
Dalam lingkup yang lebih luas
1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual
dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.
2. Sosialiasasi pada masyarakat tentang KDRT adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan
dan dapat diberikan sangsi hukum.
3. Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima.
4. Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media yang
mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima
penghargaan.
5. Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah
macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi kekerasan
dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh besar dalam
mencegah KDRT bagaimana media massa dapat memberikan suatu berita yang bisa
merubah suatu pola budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat
melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari
penganiayaan.
6. Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta kemungkinan
menempatkan dalam shelter (tempat penampungan) sehingga para korban akan lebih
terpantau dan terlindungi serta konselor dapat dengan cepat membantu pemulihan secara
psikis.
dll

Anda mungkin juga menyukai