2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Menurut UU PKDRT, yang dimaksudkan dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” • (Pasal 1, ayat 1). Dalam pasal 5 dijelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. • Awal tahun 2018 dihebohkan dengan berita suami menginjak-injak perut istrinya yang sedang hamil tua. Suami yang menendang perut istrinya bernama Kasdi (21). Ia menginjak perut istrinya, Lina Rahmawati (21) yang sedang mengandung karena curiga dengan anak dalam kandungannya merupakan hubungan gelap dengan orang lain.Bayi dalam kandungan yang tidak diakui sebagai darah dagingnya itu terpaksa lahir sebelum waktunya dan meninggal dunia. • Suatu hari, seorang suster datang ke kantor kami (Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR di Lampung) dengan Dona (bukan nama sebenarnya). Dona adalah istri seorang dokter yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan. Dengan gagap Dona menceritakan pengalaman kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Dia sering dipukul, ditendang, dibatasi ruang gerak dan pembatasan pemberian nafkah. Semenjak satu tahun pernikahannya hingga memasuki tahun kedelapanbelas pernikahannya , Dona terus menerus mengalami kekerasan. Dona menjelaskan bicaranya yang selalu gagap ini karena kekerasan yang dialami. Ketika berbicara dengan suaminya, belum sampai pembicaraan selesai tangan suaminya seringkali telah memukul duluan atau kakinya telah menendang. Berbagai upaya terus dilakukan untuk memperbaiki hubungan dengan suaminya melalui keluarga dan gereja. Keluarga dan gereja memberi nasehat pada suaminya, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Bahkan gereja sampai melakukan doa bersama dengan harapan adanya perubahan pada diri suami Dona. Tetapi semua itu sia-sia belaka. Puncaknya adalah ketika Dona dipukul, ditampar dan ditendang oleh suaminya. Rambutnya dijambak sampai tubuhnya terangkat, lantas tubuhnya dihempas ke tembok hingga terkencing di tempat. Kata-kata kasar dan pengusiran keluar dari mulut suaminya. Hal ini mengakibatkan Dona cacat. Dona pun memutuskan untuk menyelesaikan kasusnya melalui jalur hukum. Namun polisi yang menangani kasusnya berkata: “Itukan masalah rumah tangga, ibu pulang saja, selesaikan di rumah dengan suami baik-baik.” ” • Pada suatu pagi, saat saya masih nyenyak tidur, istri saya membangunkan saya dengan berteriak-teriak dan memukul saya dengan sapu lidi. Tentu saja saya kaget dan marah. Saya tarik tangannya dan saya tampar wajahnya. Waktu itu, saya betul-betul marah karena kaget dan dia kurang ajar pada saya. • Anehnya, kejadian itu dia catat dan dia laporkan ke polisi bahwa saya telah melakukan tindak KDRT. Yang lebih menyakitkan hati saya, istri saya melaporkan bahwa saya telah berselingkuh sehingga melakukan KDRT. Padahal, saya tidak mempunyai selingkuhan. Saya semakin sedih saat anak-anak kami (berusia 18 dan 16 tahun) dipaksa istri untuk bersaksi di persidangan. Saat itu, sambil menangis mereka menjawab tidak tahu kejadian kapan bapak mereka melakukan KDRT terhadap ibu mereka. Di dalam persidangan tersebut, polisi menunjukkan foto-foto hasil visum yang memperlihatkan luka-luka dan lebam di punggung, paha, dan lengan istri. • Bu, visum itu memang berhasil memotret luka-luka dan lebam tubuh istri, tetapi visum itu kan tidak bisa mengungkap siapa yang melakukannya. Namun, pengadilan ternyata lebih percaya pada laporan istri, saya dijatuhi hukuman enam bulan. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntuan jaksa yang menuntut saya dipenjara satu tahun. • Saat saya dipenjara itulah saya tahu alasan istri saya menjebloskan saya ke penjara. Anak- anak saya bercerita, belum genap satu bulan saya meninggalkan rumah, istri saya sudah berpacaran dengan mantan pacarnya saat SMA. • Duuh Bu, kepala ini rasanya mau pecah: marah, protes, sedih, malu, dan jengkel. Di benak saya hanya satu keinginan: membunuh istri saya! Syukurlah, bimbingan rohani selama di penjara menghilangkan niat tersebut. Keinginan saya sekarang, bercerai. • penelitian mengungkapkan 81% laki-laki yang menyerang istrinya dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang juga menerapkan kekerasan. Mereka pernah menyaksikan dan tidak dapat melakukan apa-apa ketika ayahnya memukul ibunya,bahkan sebagian dari mereka sendiri juga mengalami siksaan. Akibatnya, bila merasa tertekan, mereka akan menggunakan cara yang sama dengan yang digunakan orang tuanya. Dengan demikian mereka telah belajar menjadi pelaku kekerasan, merekonstruksi kekerasan yang telah berlangsung dan dialaminya. • 80% pelaku kekerasan terhadap anak adalah istri. Istri melakukan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk pelampiasan atas kekerasan yang dialaminya dari suami. Ketika istri tidak dapat membalas tindakan suami, maka istri akan melakukannya pada anak. Ternyata siklus kekerasan ini tidak berhenti di situ saja. Ketika anak korban kekerasan menjadi dewasa, pola kekerasan yang diterimanya cenderung untuk diterapkannya dalam relasinya dengan sesama. Akibatnya, ketika anak korban kekerasan ini berumah tangga, dia akan memiliki kecenderungan besar untuk melakukan kekerasan. Adapun kiat mencegah terjadinya KDRT dalam lingkup keluarga
• 1) Keluarga wajib mengamalkan ajaran agama. Bapak dan Ibu berbagi
peran/tugas dalam kehidupan rumah tangga • 2) Harus dikembangkan komunikasi dan keterbukaan timbal balik antara suami, isteri dan anak-anak. • 3) Isteri dan suami wajib mendidik anak sejak kecil, kalau marah jangan memukul dan berkata kasar. • 4) Kalau ada masalah harus diselesaikan dalam kebersamaan dan keterbukaan. • 5) Jika terjadi pertengkaran serius, salah satu atau kedua-duanya harus meminta kepada orang yang dituakan untuk memediasi/meminta tolong konselor/penasihat perkawinan • dll Dalam lingkup yang lebih luas 1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM. 2. Sosialiasasi pada masyarakat tentang KDRT adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan dapat diberikan sangsi hukum. 3. Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima. 4. Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima penghargaan. 5. Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh besar dalam mencegah KDRT bagaimana media massa dapat memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari penganiayaan. 6. Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat penampungan) sehingga para korban akan lebih terpantau dan terlindungi serta konselor dapat dengan cepat membantu pemulihan secara psikis. dll