Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN.

1. UMUM
2. DASAR HUKUM
UMUM

Perencanaan penyelenggaraan pergerakan


antar moda harus dalam suatu
perencanaan yang sinergis dan integral, di
Indonesia sistem perencanaan transportasi
tersebut tertuang dalam SISTRANAS.
Perencanaan transportasi didetilkan lagi
dalam TatraNAS, TatraWIL, TatraLOK
dan TatraKAW. Berdasarkan TatraLOK
ini disusun Master plan Transportasi
Kota.
Pada SISTRANAS untuk moda darat
pendetilannya dimuat dalam Rencana
Umum Jaringan Jalan Nasional Jangka
Panjang, Rencana pengembangan
prasarana di bidang perkotaan, dan
kebijakan pembangunan transportasi
darat, berlandaskan perencanaan ini dan
rencana pengembangan kota, maka bisa
disusun kebijakan-kebijakan transportasi
darat untuk mengatasi permasalahan–
permasalahan yang berkembang saat ini.
Pada saat ini permasalahan transportasi
darat terkonsentrasi pada permasalahan
transportasi perkotaan. Tingginya nilai
urbanisasi, pertumbuhan arus lalu lintas
yang tidak terimbangi pertumbuhan
infrastruktur, dan pesatnya pertumbuhan
kepemilikan kendaraan pribadi menjadi
penyebab permasalahan transportasi di
perkotaan.
Pengembangan jaringan jalan akan
mendukung pengembangan wilayah suatu
daerah, yang kemudian diharapkan dapat
memeratakan kepadatan penduduk,
mengurangi urbanisasi dan akhirnya
mengurangi permasalahan transportasi darat
di perkotaan. Salah satu program
pengembangan jaringan jalan adalah
pembuatan jalan baru, dimana pada tahap ini
diperlukan materi perancangan geometri
jalan meliputi perencanaan alinemen jalan
(horisontal dan vertikal) dan perencanaan
tebal perkerasan jalan.
DASAR HUKUM
1. Klasifikasi Jalan sesuai Undang-Undang No. 13/1980 dan PP
No. 26/1985
2. Klasifikasi Jalan Sesuai Rancangan Undang-Undang Tahun
2000
3. Pembagian Wewenang sesuai Undang-Undang No.13/1980
dan PP No. 26/1985
4. Pembagian Wewenang sesuai RUU tahun 2000 dan PP No. 25
Tahun 2000
5. Persyaratan Jalan yang Sesuai dengan Peranannya (PP No.
26/1985)
6. Pembagian Kelas Jalan (PP No. 43 Tahun 1993)
7. Perubahan Status Jalan
Klasifikasi Jalan sesuai Undang-Undang
No. 13/1980 dan PP No. 26/1985
Pengelompokan berdasarkan Sistem Jaringan:
1.Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional
dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud
kota.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
Pengelompokan berdasarkan
Wewenang Pembinaan:
Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan
Kabupaten, Kota, Desa dan
Lingkungan
Persyaratan Jalan yang Sesuai dengan
Peranannya (PP No. 26/1985)
1. Jalan Arteri Primer
• Kecepatan rencana minimum 60 km/jam
• Lebar badan jalan minimum 8 meter
• Kapasitas lebih besar dari pada volume lalu
lintas rata-rata
• Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu
oleh lalu lintas lokal dan kegiatan lokal
• Jalan masuk dibatasi secara efisien (jarak
antar jalan masuk/akses langsung tidak
boleh lebih pendek dari 500 meter)
• Persimpangan dengan jalan lain
dilakukan pengaturan tertentu sehingga
tidak mengurangi kecepatan rencana
dan kapasitas jalan
• Tidak terputus walaupun memasuki
kota
• Persyaratan teknik jalan masuk
ditetapkan oleh menteri
2. Jalan Kolektor Primer
• Kecepatan rencana minimum 40
km/jam
• Lebar badan jalan minimum 7 meter
• Kapasitas sama dengan atau lebih besar
daripada volume lalu lintas rata-rata
• Jalan masuk dibatasi, direncanakan
sehingga tidak mengurangi kecepatan
rencana dan kapasitas jalan (jarak antar
jalan masuk tidak boleh lebih pendek
dari 400 meter)
• Tidak terputus walaupun masuk kota
3. Jalan Lokal Primer
• Kecepatan rencana minimum 20
km/jam
• Lebar minimum 6 meter
• Tidak terputus walaupun melalui
desa
4. Jalan Arteri Sekunder
• Kecepatan rencana minimum 20 km/jam
• Lebar badan jalan minimum 8 meter
• Kapasitas sama atau lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata
• Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu
oleh lalu lintas lambat
• Jalan masuk dibatasi, direncanakan
sehingga tidk mengurangi kecepatan
rencana dan kapasitas jalan (jarak antar
jalan masuk tidak boleh lebih pendek dari
250 m)
• Persimpangan dengan pengaturan
tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan
kapasitas jalan.
5. Jalan Kolektor Sekunder
• Kecepatan rencana minimum 20
km/jam
• Lebar badan jalan minimum 7
meter
• Jalan masuk dibatasi,
direncanakan sehingga tidk
mengurangi kecepatan rencana
dan kapasitas jalan (jarak antar
jalan masuk tidak boleh lebih
6. Jalan Lokal Sekunder
• Kecepatan rencana minimum 10
km/jam
• Lebar badan jalan minimum 5 meter
• Persyaratan teknik diperuntukkan
bagi kendaraan beroda tiga atau
lebih
• Lebar badan jalan tidak
diperuntukkan bagi kendaraan
beroda tiga atau lebih minimal 3.5
meter.
Pembagian Kelas Jalan (PP No. 43
Tahun 1993)

1. Jalan kelas I
Jalan arteri yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2500 mm, ukuran panjang
tidak melebihi 21000 mm, dan
muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 10 Ton.
2. Jalan kelas II
Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 18000 mm, dan
muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih
besar dari 10 Ton.
3. Jalan kelas IIIA
Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 18000 mm, dan
muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih
besar dari 8 Ton.
4. Jalan kelas IIIB
Jalan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500
mm, ukuran panjang tidak melebihi 12000
mm, dan muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 8 Ton.
5. Jalan kelas IIIC
Jalan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500
mm, ukuran panjang tidak melebihi 9000
mm, dan muatan sumbu terberat yang
diijinkan lebih besar dari 8 Ton.
PERUBAHAN STATUS JALAN
1. Peningkatan status, jika:
• Peranan ruas jalan tersebut meningkat
terhadap wilayah yang lebih luas daripada
wilayah semula
• Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan
masyarakat dalam rangka pengembangan
sistem transportasi
• Peralihan status diusulkan oleh Pembina
status yang lebih tinggi kepada pembina
status yang lebih rendah
2. Penurunan status, jika:
• Peranan ruas jalan menjadi kurang
penting
• Ruas jalan tersebut lebih banyak
melayani masyarakat dalam
wilayah wewenang Pembina jalan
yang baru
• Peralihan status diusulkan oleh
Pembina status yang lebih tinggi
kepada Pembina status yang lebih
rendah
Tingkat Akses Jalan

Jalan dan Jalan Raya merupakan


prasarana lalu lintas untuk melakukan
pergerakan dari moda transportasi
dengan dua fungsi yang berbeda, yakni:
Untuk pergerakan menerus (through
movement)
Untuk menyediakan akses ke
persil/pemukiman (land access)

21
Tipikal Pergerakan Asal Tujuan
Sumber: American Association of State Highway and Transportation
Officials A Policy on Geometric Design of Highways and Streets, AASHTO, 22
Washington DC, 1984
Klasifikasi Fungsi Jalan dan Tingkat Pelayanan yang disediakan
American Association of State Highway and Transportation Officials A Policy on Geometric
Design of Highways and Streets, AASHTO, Washington DC, 1984
23

Anda mungkin juga menyukai