Anda di halaman 1dari 20

Pemeriksaan

Pendahuluan/Tahap
Penyidikan
Oleh:
Khamdi Ali Syifa (2002046010)
Rohmat Abdika (2002046011)
Pengertian Penyelidikan
Berdasarkan undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang hukum
acara pidana, dalam pasal (1) angka (5) KUHAP dikatakan bahwa
"penyelidikan adalah serangkain tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut undang-undang ini".
Berdasarkan rumusan dalam
pasal tersebut, secara umum
pengertian penyelidikan adalah
suatu tindakan awal yang
dilakukan untuk mencari dan
menemukan apakah ada tindak
pidana yang terjadi.
Menurut pasal (1) ayat (4)
KUHAP, yang berhak melakukan
penyelidikan adalah pejabat
kepolisian negara republik
indonesia. Jadi tidak ada yang
berhak melakukan penyelidikan
selain polisi dalam konteks
penegakan hukum.
Wewenang dari penyelidik diatur dalam
Pasal 5 KUHAP
●Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak pidana;
●Mencari keterangan dan barang bukti;
●Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
●Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung-jawab.
Penyelidik atas perintah penyidik dapat
melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan; 
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat;  
3. Mengambil sidik jari dan memotret seorang; 
4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. 
Pengertian Penyidikan
Pengertian penyidikan adalah serangkain tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan 
bukti yang dapat membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1
angka 2 KUHAP).
Pasal (1) angka (1) KUHAP menjelaskan bahwa yang
berwenang melakukan penyidikan adalah pejabat
kepolisian republik indonesia dan pejabat pegawai negeri
sipil yang diberikan wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidik dapat diklasifikasi menjadi 2 (dua)
bentuk, yaitu :
1. Polisi Republik Indonesia
a. Pejabat polisi yang diangkat sebagai pejabat “penyidik
penuh”
b. Penyidik pembantu
2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil
Secara umum, Pasal 7 dan Pasal 8 KUHAP
menyebutkan wewenang dari penyidik yaitu :
● Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
● Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
● Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka ;
● Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
● Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
● Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
● Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
● Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
● Mengadakan penghentian penyidikan;
● Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab;
● Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi
ketentuan lain dalam undang-undang ini;
● Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut
dilakukan, pertama, pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan
berkas perkara. Kedua, dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai,
penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum.
Penangkapan dan penahanan
Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mendefinisikan
penangkapan sebagai suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup
bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
KUHAP hanya memberikan kewenangan kepada penyidik untuk
melakukan penangkapan. Tapi untuk kepentingan penyelidikan, penyidik
dapat memerintahkan penyelidik untuk melakukan penangkapan (Pasal 16
ayat (1) KUHAP).
Berbeda dengan penangkapan, penahanan berdasarkan Pasal 1 angka 21
KUHAP diartikan sebagai ‘penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini’.
Pejabat yang diberikan kewenangan penahanan adalah penyidik,
penuntut umum, dan hakim (Pasal 20 KUHAP). Alasan penahanan meliputi
alasan subjektif dan alasan objektif.
Alasan subjektif
● Tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup;
● Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa
tersangka atau terdakwa akan melarikan diri; atau
● Merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak
pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP).
Alasan objektif
Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang
melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan
dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
● Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
● Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal
296, Pasal335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372,
Pasal 378, Pasal379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal
480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Penahanan ada tiga jenis, yaitu
penahanan rumah tahanan
negara, penahanan rumah, dan
penahanan kota.
Penggeledahan badan rumah
Penggeledahan dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa dan
melakukan penyitaan terhadap suatu barang yang berkaitan dengan alat bukti
maupun barang bukti dalam perkara pidana.
Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-
undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan di rumah tempat
kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan
pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan, tapi bisa
juga sekaligus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan.
Dalam undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Pasal 32. Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan pakaian
atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-
undang ini.
Mengenai penggeledahan hal ini diatur dalam penggeledahan rumah
atau penggeledahan cara yang ditentukan dalam undang-undang UU No. 8
Tahun 1981 Pasal 32 sampai 37.
Pada saat penyidik akan melakukan penggeledahan ada syarat yang
perlu ditaati berdasarkan UU. Syarat tersebut adalah perintah penggeledahan
harus memiliki surat izin ketua pengadilan negeri setempat (pasal 33 ayat (1)
KUHAP). Artinya penyidik tidak boleh melakukan upaya penggeledahan
tanpa adanya surat izin dari pengadilan setempat.
Dan urgensi atas surat izin dari pengadilan tersebut dijelaskan pada
pasal penjelesan 33 ayat (1) adalah guna untuk menjamin hak asasi manusia.
Namun penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa surat izin dari
pengadilan jika dianggap mendesak.
THANKS!

Anda mungkin juga menyukai