Anda di halaman 1dari 12

EKONOMI MONETER

ISLAM
Kelompok 4
Miftahul Jannah 1931811085
Asdar 1931811086
Riska Nur Oktawia 1931811087
Ranti Salmawati 1931811088
Perhitungan satuan mitsqal terhadap
nasabah
Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan sedikit hikmah dari kewajiban
zakat emas dan perak, beliau berkata:
“Hikmah zakat wajib atas emas dan perak adalah sesungguhnya
keduanya dipersiapkan untuk berkembang sebagaimana binatang ternak
yang sâimah (tidak dipekerjakan). Selain dua barang itu, tidak ada
kewajiban zakat atas barang-barang berharga (berupa logam atau
sejenisnya) seperti yaqut, fairuz, intan, misik dan ‘ambar karena
sesungguhnya barang-barang tersebut dipersiapkan untuk dipakai
sebagaimana binatang ternak yang dipekerjakan, dan karena
sesungguhnya hukum asal dalam syariat adalah tidak ada kewajiban
zakat kecuali pada harta yang telah ditetapkan oleh syariat”.
• Karena Islam memandang emas dan perak termasuk dari harta yang
memiliki potensi berkembang sebagaimana binatang ternak, maka ia
mewajibkan zakat atas keduanya bila telah mencapai nishab dan haul
(satu tahun), baik berupa emas dan perak batangan, leburan, logam,
bejana, suvenir, ukiran, dan lain sebagainya. Namun jika emas dan
perak dipergunakan sebagai perhiasan yang halal seperti kalung,
anting, dan gelang yang dipakai oleh para wanita, maka tidak ada
kewajiban zakat atasnya kecuali menurut mazhab Hanafi.
• Sedangkan perhiasan emas dan perak yang dipergunakan secara
haram, seperti perhiasan emas yang dipakai oleh orang laki-laki, atau
perhiasan yang dikenakan melampaui batas kewajaran, wajib dizakati.
• Kewajiban zakat emas dan perak ditemukan dasarnya pada hadits riwayat
Abu Dawud rahimahullah: “Jika engkau memiliki perak 200 dirham dan
telah mencapai haul (satu tahun), maka darinya wajib zakat 5 dirham. Dan
untuk emas, anda tidak wajib menzakatinya kecuali telah mencapai 20
dinar, maka darinya wajib zakat setengah dinar, lalu dalam setiap
kelebihannya wajib dizakati sesuai prosentasenya.”
• Dalam hadits ini ditegaskan bahwa zakat emas dan perak wajib
dibayarkan ketika sudah mencapai nishab dan telah melewati masa haul.
Dan dari hadits ini pula dapat pifahami bahwa zakat yang dikeluarkan
adalah 2,5 persen dari aset emas dan perak yang dimiliki. Sebab, 5 dirham
adalah 2,5 persen dari 200 dirham, begitu pula setengah dinar adalah 2,5
persen dari 20 dinar. Hanya saja, dalam urusan konversi (perubahan dari
satuan ke satuan yang lain, dalam hal ini dari satuan mitsqal ke satuan
gram) emas dan perak, para ulama berbeda pendapat.
Perhitungan Berat Dirham terhadap Zakat
Perak
Zakat emas, perak, atau logam mulia adalah zakat yang dikenakan atas emas, perak dan
logam mulia lainnya yang telah mencapai nisab dan haul.
1.Syarat Emas dan Perak yang Wajib Dizakati
Setelah mengetahui tentang kewajiban zakat emas dan perak, lalu selanjutnya kita perlu
mengetahui apa saja syarat emas dan perak yang wajib dizakati. Adapun detailnya sebagai
berikut :
a. Milik Sendiri, artinya kepemilikan atas emas dan perak tesrbut dimiliki secara sempurna
dan sah, bukan pinjaman atau milik orang lain
b. Sampai Haulnya, artinya emas dan perak tersebut sudah tersimpan selama satu tahun
berjalan.
c. Sampai Nisabnya, artinya emas dan perak yang dimiliki sudah mencapai batasnya untuk
dikategorikan sebagai harta yang wajib dizakati. Untuk nisab zakat emas sendiri sebesar 85
gram emas dan untuk perak sebesar 595 gram.
2.Nisab dan Cara Menghitung Zakat Emas dan Perak
Zakat emas wajib dikenakan zakat jika emas yang tersimpan telah
mencapai atau melebihi nisabnya yakni 85 gram (mengikuti harga Buy
Back emas pada hari dimana zakat akan ditunaikan), kadar zakat emas
adalah 2,5%. Sementara itu, zakat perak wajib ditunaikan jika perak
yang dimiliki telah mencapai atau melebihi nisab sebesar 595 gram,
kadar zakatnya ialah 2,5% dari perak yang dimiliki.
Perlu diingat bahwa yang dijadikan batasan nishob emas dan perak
di atas adalah emas murni (24 karat) dan perak murni. Dengan
demikian, bila seseorang memiliki emas yang tidak murni, misalnya
emas 18 karat, maka nishabnya harus disesuaikan dengan nishob emas
yang murni 24 karat.
Prokontra Dinar dan Dirham
Di zaman Rasulullah SAW, usai menanamkan nilai-nilai ketauhidan, ekonomi mulai
menjadi garapan serius. Ada lembaga pengelola keuangan yang disebut baitulmal. Uang
dinar emas dan dirham perak dipakai sebagai alat tukar yang bersifat spot (transaksi di
tempat berdasarkan nilai yang berbeda). Nabi Muhammad SAW memerintahkan
penggunaan dinar dan dirham ini yang saat itu masih dalam bentuk butiran (tibr),
belum koin.
• Di samping pro-kontra jual beli dengan dinar dan dirham, ternyata dinar dan
dirham memiliki sejarah panjang sebagai alat tukar. Sejarawan Islam Tiar Anwar
Bachtiar menjelaskan dinar dan dirham telah digunakan pada masa Nabi Muhammad
SAW. Namun, penggunaan dinar yang merupakan emas dan dirham dari perak, sudah
terjadi sebelum masa Nabi Muhammad atau masa kejayaan Islam. “Emas itu dulu
selain sebagai perhiasan, itu kan juga sebagai alat tukar. Jadi emas itu juga uang, bisa
logam mulia lain seperti perak atau di bawahnya seperti perunggu, tembaga,”
Riba pada Dinar dan Dirham
1. Mengenal Dinar dan Dirham
Sebagian orang menganggap bahwa riba lebih pasti ada pada uang
kertas karena kecenderungan inflasi yang lebih besar. Beda halnya
dengan dinar dan dirham yang harganya relatif lebih stabil sehingga
sulit terjadi riba. Padahal hakekat riba bukanlah karena kestabilan nilai
dari suatu mata uang. Riba itu dapat terjadi karena adanya
penambahan ketika komoditi ribawi yang sejenis ditukar atau
penambahan itu terjadi karena sebab penundaan. Risalah kali ini
adalah sebagai nasehat bagi pendaulat dinar dan dirham sebagai tanda
kasih dari kami pada sesama muslim.
• Ukuran dinar syar’i ini tidak berubah di masa jahiliyah dan di masa
Islam. Berdasarkan ijma’ (kata sepakat ulama), 7 dinar sama dengan
10 dirham. Jadi bisa dikatakan bahwa 1 dinar sama dengan 10/7 atau
1.42 dirham. Ibnu Qudamah berkata, “Dirham yang dianggap sebagai
nishob adalah setiap 10 dirham setara dengan 7 mitsqol yaitu dengan
ukuran mitsqol emas” (Al Mughni, 2: 596). Jika kita menyetarakan
dinar dan dirham dengan ukuran gram, maka pendapat yang lebih
kuat adalah 1 dinar setara dengan 4,25 gram emas dan 1 dirham
setara dengan 2,975 gram perak. Demikian pendapat yang dianut oleh
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin dan menjadi pegangan Al
Mawshu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah.
2. Haruskah Menggunakan Dinar dan Dirham?
Sudah diterangkan bahwa dinar dan dirham asalnya bukan mata
uang negeri Islam. Bahkan asalnya dari luar Arab lalu diadopsi setelah
itu menjadi mata uang di masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Intinya, jika dinar dan dirham diklaim sebagai mata uang Islam, itu
keliru. Begitu pula jika dipaksakan setiap umat Islam harus
menggunakan dua mata uang tersebut itu juga keliru. Karena dinar dan
dirham termasuk fi’il ‘adat atau kebiasaan di masa beliau, bukan hal
yang sunnah atau bahkan wajib. Jadi perbuatan beliau memakai dinar
dan dirham di masanya karena inilah adat setempat, bukan suatu
bentuk qurbah atau ibadah.
3. Pandangan Riba pada Dinar & Dirham
Riba seperti telah kita ketahui bersama berarti tambahan, sebagaimana
makna secara bahasa. Sedangkan secara istilah berarti tambahan pada
sesuatu yang khusus.
Pembicaraan mengenai riba dapat kita lihat pada hadits Abu Sa’id Al
Khudri, di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual
dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir,
kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah
(takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai).
Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat
riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang
memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim no. 1584).
Hadits tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jika emas ingin ditukar
dengan emas, maka harus tunai (yadan bi yadin) dan harus dengan
timbangan yang sama (mitslan bi mitslin). Jika emas ditukar dengan
sesama barang yang masih memiliki ‘illah yang sama yaitu sama-sama
sebagai alat untuk jual beli dan sebagai alat ukur nilai harta benda, maka
satu syarat yang mesti dipenuhi yaitu harus tunai (yadan bi yadin). Mata
uang memiliki ‘illah yang sama dengan emas dan perak. Oleh karenanya
jika emas ingin ditukar dengan mata uang, atau kita katakan bahwa emas
ingin dibeli, maka syarat yang harus dipenuhi adalah yadan bin yadin.
• Jika syarat yang diberlakukan di atas tidak terpenuhi, maka akan
terjerumus dalam riba. Jika ada kelebihan timbangan dalam penukaran
barang sejenis –semisal emas dan emas-, maka terjerumus dalam riba
fadhel.

Anda mungkin juga menyukai