Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI

DALAM SITUASI
VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity,
Ambiguity)
VUCA dan
tantangan dalam sumber daya manusia
Pandemi COVID-19, dan invasi Rusia ke Ukraina telah membuat banyak bisnis dan proses kerja
di organisasi perlu menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mengikuti
keadaan, organisasi harus memiliki kemampuan untuk berubah dengan cepat dan drastis. Pada
lingkungan bisnis yang semakin dinamis, kompleks, dan penuh ketidakpastian ini, kemampuan
untuk beradaptasi dan menangani situasi yang abstrak tentunya jauh lebih penting daripada
sebelumnya
Hal ini merupakan salah satu situasi yang biasa kita kenal dengan VUCA, yaitu Volatility,
Uncertainty, Complexity dan Ambiguity.Volatility adalah dinamika perubahan yang sangat cepat
dalam berbagai hal seperti sosial, ekonomi, dan politik. Uncertainty karena sulitnya
memprediksi isu dan peristiwa yang saat ini sedang terjadi. Complexity merupakan keadaan
yang sangat kompleks karena banyaknya hal yang sangat sulit diselesaikan.
Sedangkan Ambiguity yakni keadaan yang terasa mengambang dan kejelasannya masih
dipertanyakan.
Kompetensi yang dibutuhkan kondisi VUCA
Menurut Laporan World Economic Forum (2016) kompetensi sumber daya manusia yang
dibutuhkan pada tahun 2020 (era revolusi industri 4.0) adalah, sebagai berikut:
• Solusi Masalah Kompleks (Complex Problem Solving)
• Berpikir Kritis (Critical Thinking)
• Kreativitas (Creativity)
• Manajemen Orang (People Management)
• Koordinasi dengan Orang Lain (Coordinating with Others)
• Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)
• Pertimbangan dan Pembuatan Keputusan (Judgement & Decision Making)
• Orientasi Pelayanan (Service Orientation)
• Negosiasi (Negotiation)
• Fleksibilitas Kognitif (Cognitive Flexibility)
Learning Agility
Menurut Eichinger, Lombardo, dan Capretta, Learning Agility didefinisikan sebagai kesediaan
dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman, dan kemudian menerapkan pembelajaran
tersebut untuk bekerja dengan baik pada kondisi yang baru. Lombardo dan Eichinger,
menjelaskan bahwa Learning Agility terbagi dalam empat dimensi yaitu:
• People agility, seseorang mengetahui dirinya dengan baik, belajar dari pengalaman, saling
membangun dengan orang lain dan resilien dalam tekanan perubahan;
• Results agility, seseorang yang mendapatkan hasil di bawah kondisi yang sulit, menginspirasi
orang lain, dan membangun kepercayaan diri orang lain dengan kehadirannya;
• Mental agility, orang-orang yang berpikir tentang suatu masalah dari sudut pandang yang
baru dan merasa nyaman dengan ambiguitas, kompleksitas, dan menjelaskan pemikiran
mereka kepada orang lain;
• Change agility, orang-orang yang ingin tahu, memiliki gairah atas ide-ide dan terlibat dalam
aktivitas peningkatan keterampilan.
Design Thinking
Design Thinking adalah metode untuk solusi masalah kreatif menggunakan strategi yang digunakan desainer
selama proses perancangan (desain). Pemikiran desain juga telah dikembangkan sebagai pendekatan untuk
menyelesaikan masalah di luar praktek-praktek desain profesional, seperti dalam konteks bisnis, ekonomi,
politik, dan sosial yang kompleks. Berpikir Desain (Design Thinking) bukanlah milik eksklusif desainer —
semua inovator hebat dalam sastra, seni, musik, sains, teknik, dan bisnis telah mempraktekkannya. Design
Thinking adalah proses kerja para desainer yang dapat membantu kita secara sistematik mengekstrak,
mengajar, belajar dan menerapkan teknik-teknik yang berpusat pada manusia ini untuk menyelesaikan
masalah dengan cara yang kreatif dan inovatif - dalam desain, dalam bisnis, pendidikan, dan bidang lain,
termasuk dalam kehidupan kita (mendesain kehidupan kita agar mencapai SUCCESS).
Design Thinking untuk Pengembangan Kurikulum menggunakan lima tahap atau langkah dari Design
Thinking, yaitu:
(1) Berempati,
(2) Membentuk Ide-ide,
(3) Memilih Ide,
(4) Membuat Prototype, dan
(5) Mencoba dan Melakukan Perbaikan Terus-menerus
IRISAN AGILE DAN DESIGN
THINKING
DALAM MENGHADAPI VUCA

Anda mungkin juga menyukai