Anda di halaman 1dari 20

MEMAHAMI MUHAMMADIYAH

SEBAGAI GERAKAN
SOSIAL
AIK III – UMM - 2018
Oleh : H. Imam Abda’I,SH,SE,MM
Mata Kuliah : AIK III
Bobot SKS : 1 (satu)
Semester : III (Tiga)
Jurusan : Ekonomi
Pengajar : H.Imam Abda’I, SH,SE,MM
RUMUSAN
1.      Apa yang di maksud nilai-nilai sosial kemanusiaan?
2.      Apa saja gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim
piatu yang Muhammadiyah sudah lakukan?
3.      Bagaimanakah bentuk dan model gerakan sosial
muhammadiyah?
4.      Bagaimana revitalisasi gerakan sosial muhammadiyah?
TUJUAN
1.      Memahami nilai-nilai sosial kemanusiaan.
2.      Mengerti dan ikut dalam gerakan peduli pada fakir miskin dan
yatim piatu.
3.      Memahami bentuk dan model gerakan sosial muhammadiyah.
4.      Mengerti tentang revitalisasi gerakan muhammadiyah.
Pendahuluan
Muhammadiyah mengambil surat Al-Ma’un dalam Al-
Qur’an sebagai dasar untuk berjalan pada ranah sosial.
Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un pun sering
digalakkan. Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan
sosial yang dilakukan Muhammadiyah. Dan bisa kita
lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah banyak mempunyai
amal usaha, mulai dari pondok anak yatim,
sekolah/lembaga pendidikan, sampai rumah sakit pun
ada. Ini sebagai pengejawantahan dari interpretasi
terhadap surat Al-Ma’un.
Pendahuluan
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni
“kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat yang
diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa
Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang
baik dan penuh akan ampunan Allah. Inilah interpretasi
dari ungkapan Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin.
Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak
didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang
sekarang masih berusaha untuk menjalin komunikasi
yang baik, dan memberikan pelayanan sosial terhadap
masyarakat, fakir miskin dan yatim piatu. Hal inilah yang
menjadi penting dalam perkembangan Muhammadiyah.
NILAI-NILAI SOSIAL KEMANUSIAAN (TEOLOGI
AL-MA’UN)
Ayat yang menjadi landasan bagi gerakan-gerakan sosial
dalam Islam, itulah Al-Ma'un. Surah ini pendek, ayatnya
tidak banyak, hanya sekitar tujuh ayat. Tapi maknanya
yang menggetarkan dada, tidak sekadar menjadi bacaan di
kala shalat fardhu, melainkan juga memberikan inspirasi-
inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif:
kesadaran atas realitas sosial yang timpang. Al-Maun
dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya
“sindiran”: Tahukah engkau dengan para pendusta agama?
Frase yang digunakan oleh Al-Qur'an terasa sangat
menohok: "pendusta agama". Kita tentu akan penasaran
siapakah mereka yang dihardik oleh Al-Qur'an dengan
ungkapan "pendusta agama" itu?
Kedua dan ketiga memberikan penjelasan.
 Pertama, orang yang menghardik anak yatim (ayat 2).
 Kedua, menolak memberi makan orang miskin (ayat 3). Buya
Hamka memberi tafsir atas ayat ini dengan kata "menolakkan". Di
 dalam ayat kedua  tertulis yadu'-'u  (dengan tasydid), artinya yang
asal ialah menolak. Kata tersebut ditafsirkan orang lain dengan
"menghardik" atau sejenisnya, tetapi kata Hamka yang lebih tepat
adalah "menolakkan". Kata "menolak" itu bermakna
 membayangkan kebencian yang sangat. Artinya, jika seseorang
merasa benci dengan anak yatim karena keyatimannya, berarti ia
mendustakan agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa
bakhil, menurut Hamka. Membenci anak yatim berarti membenci
keberasalan Nabi Muhammad. Sebab, Nabi adalah anak yatim,
yang dipinggirkan oleh keluarganya, hidup dengan menggembala,
berkutat dengan kemiskinan di masa kecilnya.
Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan
egaliterisme. Islam menolak stratifikasi sosial-ekonomis
yang berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim
dalam sistem sosial yang bertingkat. Anak yatim adalah
mereka yang malang, tak mampu mengelak dari takdir
bahwa kasih sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan
oleh ayah dan ibu mereka yang telah tiada. Atau, tidak
memberi porsi perhatian kasih-sayang pada kita.
Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan
diri, merasa diri lebih baik dan Allah menolak
kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan
bakhil seperti kata Hamka dengan menghardik anak
yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai
"pendusta agama".
Islam memiliki visi kemanusiaan. Dan visi kemanusiaan
ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata atau
kehidupan sehari-hari. Dengan memberi makan orang
miskin yang memerlukan. Mengutamakan sifat
individualis, berarti seseorang telah melanggar visi
kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan
hanya bersifat vertikal, terkungkung dan terpenjara di
mesjid. Agama ialah kemanusiaan yang membebaskan
dan mencerahkan.
Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya,
dengan lebih lantang, mengatakan pada kita: “Maka
celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana mungkin,
pengabdian transendental seorang muslim, melalui
shalatnya kepada Allah, disebut sebagai perbuatan yang
tidak hanya sia-sia, tapi juga mencelakakan?”
Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang
shalat (ayat 4-7). Pertama, mereka yang lalai dalam
shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat riya'
(ayat 6). Ketiga, mereka yang menolak memberi
pertolongan. Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai"
berarti shalat tanpa diikuti oleh kesadaran sebagai hamba
Allah. Kata Buya Hamka: "Saahuun; asal arti katanya
ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud
sembahyang itu, tidak didasarkan atas pengabdian
kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa
kesadaran, adalah sebuah kelalaian, begitu tafsir Buya
Hamka. Kesadaran penting, manakala kita melakukan
purifikasi atas niat beribadah itu.
Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat
ikhlasnya pada sesuatu yang bukan pada Allah.
Menisbatkan sesuatu yang seharusnya
dipersembahkan pada Allah misalnya: shalat dan
ibadah justru kepada benda ciptaan Allah. Shalat
dalam kerangka ini hanya membawa kecelakaan.
Kata Buya Hamka, kadang-kadang dia
menganjurkan memberi makan fakir miskin,
kadang-kadang kelihatan dia khusyu'
sembahyang; tetapi semuanya itu dikerjakannya
karena ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam
bahasa yang lebih moderen, shalat hanya
dijadikan citra untuk kekuasaan, untuk amal
 1. Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman
yang lain lagi. Orang-orang yang mendustakan agama selalu
mengelakkan dari menolong. Sebab, kata Buya Hamka tidak
ada rasa cinta di dalam hatinya, yang ada ialah rasa benci.
Memberi pertolongan adalah wujud kemanusiaan. Dan
menolak memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam
kesusahan, melawan hakikat kemanusiaan. Riya', kata Buya
Hamka, adalah simbol kebohongan dan kepalsuan, sementara
menolak memberi bantuan adalah simbol individualisme dan
kezaliman. Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta
agama. Sehingga, wajar jika Sayyid Quthb dalam tafsirnya
menyebut bahwa Al-Ma'un memperlambangkan pertemuan
dimensi sosial dan ritual agama. Ini menunjukkan bahwa
agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke
seluruh sel-sel kehidupan nyata.
 Maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau,
mengamalkan bukan sekadar menghafal atau membaca ayat
tersebut. Namun, mengamalkan berarti mempraktikkan al-
Ma’un dalam bentuk amalan nyata. “Oleh karena itu", lanjut KH
Ahmad Dahlan, “carilah anak-anak yatim, bawa mereka pulang
ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas,
makan dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang
layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa
yang telah saya perintahkan kepada kalian". KH Ahmad Dahlan
lantas mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan
kemudian melaksanakan apa yang sudah difirmankan Allah
tersebut. Dari sana, lahirlah Muhammadiyah dengan amal
usahanya. Inilah teologi Al-Ma'un, landasan bagi gerakan sosial
Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas jama'ah,
menembus batas ormas, bahkan menembus batas-batas agama.
GERAKAN PEDULI PADA FAKIR MISKIN DAN
YATIM PIATU
 Gerakan peduli pada fakir miskin dan yatim piatu salah
satunya adalah berzakat. Di jelaskan dalam Surat At-
Taubah : 60 tentang kelompok penerimaan zakat, fakir
miskin dan yatim piatu termasuk golongan yang wajib
menerima zakat. Karena anak yatim dan yatim piatu adalah
anak yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya baik
ayahnya atau ibunya atau keduanya dan belum dewasa
serta belum dapat mencari nafkah sendiri. Sedangkan fakir
miskin adalah golongan yang tidak mendapati sesuatu yang
mencukupi kebutuhan mereka. Ada yang mencontohkan
bahwa fakir itu pendapatan sehari-hari kurang dari separuh
kebutuhannya, sedangkan miskin pendapatannya kurang
dari kebutuhannya tetapi pendapatannya diatas 50%
kebutuhannya namun masih kurang.
Muhammadiyah adalah institusi dan
institusionalisasi teologi Al-Ma’un yang
diharapkan perduli pada kaum tersebut dalam
mengikis problematika social. Muhammadiyah
dalam praktisi sosial dengan pemihakan terhadap
kaum mustadl’afin, dhuafa, masakin, dan anak
yatim, mengilhami Muhammadiyah untuk
mendirikan banyak lembaga pendidikan, panti
asuhan, rumah sakit, dan tempat layanan sosial
lainnya. Pendirian tempat layanan sosial adalah
kepedulian Muhammadiyah kepada kaum miskin
dan kepentingan umat.
Dalam realitas keseharian dapat disaksikan banyak
orang kaya Islam khusyuk merata dahi di atas sajadah,
semantara di sekitarnya banyak tubuh layu kekurangan
gizi dan di grogoti penyakit. Banyak orang rajin
beribadah padahal
kemiskinan,kebodohan,kelaparan,dan kesulitan
mendera saudara-saudaranya. Fakta dan realitas
kemiskinan adalah wajah lain dehumanisasi.
Kemiskinan terjadi akibat kemungkaran sosial dan
dosa sosial akut. Ia bukan masalah individu, tetapi
masalah bersama yang harus di cari jalan keluarnya.
Dalam kontek ini muhammadiyah dapat memainkan
peran strategis, dengan member sumbangsi nyata
terhadap masyarakat.
BENTUK DAN MODEL GERAKAN SOSIAL
MUHAMMADIYAH
Bidang-bidang yang terdapat dalam gerakan sosial muhammadiyah,
diantaranya:
1.    Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan misalnya, hingga tahun 2000 ormas Islam
Muhammadiyah telah memiliki 3.979 taman kanak-kanak, 33 taman
pendidikan Al-Qur’an, 6 sekolah luar biasa, 940 sekolah dasar, 1.332
madrasahdiniyah/ibtidaiyah, 2.143 sekolah lanjutan tingkat pertama
(SMP dan MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA,MA, SMK),
101 sekolah kejuruan, 13 mualimin/mualimat, 3 sekolah menengah
farmasi, serta 64 pondok pesantren. Dalam bidang pendidikan tinggi,
hingga tahun ini Muhammadiyah memiliki 36 universitas, 72 sekolah
tinggi, 54 akademi, dan 4 politeknik. Nama-nama seperti Bustanul
Athfal/TK Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP
Muhammadiyah, SMA Muhammadiyah, SMK Muhammadiyah, dan
Universitas Muhammadiyah bermunculan di berbagai daerah.
Bidang Kesehatan
Dalam amal usaha bidang kesehatan,
Muhammadiyah telah dan terus
mengembangkan layanan kesehatan
masyarakat, sebagai bentuk kepedulian.
Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit
PKU (Pembina Kesejahteraan Umat)
Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya
Muhammadiyah bernama PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemat), kini mulai meningkat
baik kuantitas maupun kualitasnya.
Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah Bidang
Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut:
 a.    Rumah sakit berjumlah 34
 b.    Rumah bersalin berjumlah 85
 c.    Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 504. Balai Kesehatan
Masyarakat berjumlah 115
 d.   Balai Pengobatan berjumlah 846
 e.    Apotek dan KB berjumlah 4
Bidang Kesejahteraan Sosial
 Hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki:
 a.    228 panti asuhan yatim
 b.    18 panti jompo
 c.    22 balaikesehatan sosial
 d.   161 santunan keluarga
 e.    5 pantiwreda/manula
 f.     13 santunan wreda/manula
 g.    1panti cacat netra
 h.    38 santunan kematian
 i.      serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah).
THANK’S A LOT OF

Anda mungkin juga menyukai