Anda di halaman 1dari 88

POLA KERUANGAN

KOTA

KD 3.2 Menganalisis struktur keruangan desa dan kota, interaksi desa


dan kota, serta kaitannya dengan usaha pemerataan
pembangunan

KD 4.2 Membuat makalah tentang usaha pemerataan pembangunan di


desa dan kota yang dilengkapi dengan peta, bagan, tabel,
grafik, dan/atau diagram
PETA KONSEP

Pengertian Kota

Pola Keruangan Struktur Keruangan


Kota
Kota

Klasifikasi Kota

Pola Keruangan Kota


Coba deskripsikan gambar
disamping, apa yang terlintas
di pikiran kalian setelah
mengamati kedua gambar
tersebut

Menunggu kereta api di stasiun Osaka Jepang, Agustus 2015

Menunggu KRL Commuter Line di stasiun Depok, Agustus 2019


1. PENGERTIAN KOTA

Menurut Bintarto (1983)


Suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi, dan diwarnai dengan strata sosial
ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Hal
menonjol yang membedakan desa dengan kota adalah desa
merupakan masyarakat agraris, sedang kota nonagraris

Menurut Max Weber


Suatu permukiman yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni
oleh orang-orang yang heterogen kehidupan sosialnya

Menurut Louis Wirth


Suatu daerah tempat tinggal yang penghuni setempat dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal
Menurut Amos Rapoport
Suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari
kelompok individu yang heterogen dari segi sosial

Menurut Zoe’raini Djamal Irwan


Suatu areal dimana terdapat atau menjadi pemusatan penduduk dengan
kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat
aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa)

Menurut Alan S. Burger


Suatu permukiman yang permanen dengan penduduk heterogen. Kota
juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang terintegrasi membentuk
suatu sistem sosial

Menurut Amos Rapoport


Suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari
kelompok individu yang heterogen dari segi sosial
Menurut National Urban Development Strategy
Sebagai pusat pelayanan, kegiatan produksi, distribusi, dan jasa yang
mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya

Menurut John Brickerhoff Jackson


Suatu tempat tinggal manusia yang merupakan manifestasi dari
perencanaan dan perancangan yang dipenuhi oleh berbagai unsur seperti
bangunan, jalan, dan ruang terbuka hijau

Menurut Ir Sutami
Merupakan tempat koldip (Koleksi, distribusi, dan produksi)

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa


Tempat dimana konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya
karena terjadinya pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan
kegiatan atau aktivitas penduduknya
Menurut Permendagri 2 tahun 1987
Merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai
batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan,
serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan
perkotaan

Menurut Permendagri No.4 Tahun 1980


Suatu wadah yang memiliki batasan administrasi wilayah seperti
kotamadya dan kota administratif. Kota juga berarti suatu lingkungan
kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris

Menurut UU No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah


Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
Menurut Jorge E. Hardoy
Suatu permukiman dapat disebut kota jika
1.Ukuran dan jumlah penduduk besar terhadap masa dan tempat
2.Bersifat permanen
3.Memiliki fungsi perkotaan minimum yaitu sebuah pasar, pusat
administrasi, pusat militer, pusat keagamaan, dan pusat intelektualitas
4.Heterogenitas masyarakat
5.Pusat pelayanan bagi lingkungan setempat (hinterland)
6.Tempat dimana masyarakat tinggal dan atau bekerja
7.Pusat kegiatan dan interaksi ekonomi

Menurut Grunfeld
Suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dari
pada kepadatan penduduk nasional, struktur mata pencaharian non
agraris, dan sistem penggunaan tanah yang beranekaragam, serta ditutupi
oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya berdekatan
KESIMPULAN

Sebuah wilayah yang menjadi pusat aktivitas wilayah, memiliki


banyak penduduk dengan kepadatan tinggi, memiliki sifat
penduduk yang heterogen dan memiliki wilayah wewenang yang
terbatas oleh suatu peraturan atau konvensi
2. STRUKTUR KERUANGAN
KOTA
Karakteristik Kota
Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:
1.Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat
penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan
2.Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial di antara warganya
3.Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan
pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan
4.Warga kota umumnya sangat menghargai waktu
5.Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan
berprinsip ekonomi
6.Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan
sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar
7.Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat
solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi
Ciri Masyarakat Kota
1.Egois, disebabkan karena adanya pengaruh individualis sehingga
melahirkan persaingan antar warga
2.Memiliki pekerjaan yang beraneka ragam, umumnya bergerak di bidang
jasa dan perdagangan
3.Berfungsi sebagai agent of change (agen perubahan), karena berpola
pikir terbuka dalam menerima budaya pengaruh dari luar
4.Kehidupan keagamaan sudah berkurang, karena kesibukan kerja,
materialistis, kontrol sosial rendah, dan emosi keagamaan berkurang
5.Memiliki kesempatan kerja yang luas, terutama pekerjaan formal dan
non formal dengan berbagai bidang kehidupan yang ada
6.Tidak mengenal gotong-royong dalam menyelesaikan permasalahan
seperti halnya warga desa, mereka cenderung individualis
7.Bersifat glamour (mewah), karena banyak uang dalam memenuhi
kebutuhan hidup
8.Kesenjangan sosial tinggi, perbedaan antara kaya dan miskin sangat
mencolok dan memberi status sosial bagi masyarakat
9. Tingkat pendidikan tinggi, yan mampu untuk memenuhi kualifikasi
lapangan pekerjaan yang tersedia.
10. Sebagian besar bekerja di bidang industri, tidak terdapat pekerjaan
bidang agraris di wilayah kota

Ciri-ciri kota
1.Memiliki daerah terbuka yang digunakan sebagai open space atau
paru-paru kota
2.Memiliki gedung pemerintahan
3.Memiliki gedung perkantoran dan hiburan
4.memiliki sarana olahraga
5.Memiliki alun-alun
6.memiliki lahan parkir
7.Memiliki kompleks hunian untuk masyarakat ekonomi rendah,
sedang, dan elite
Menurut Bintarto, ciri-ciri kota dibedakan menjadi dua yaitu:
1.Ciri-ciri Fisik, diantaranya:
* Sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket
* Tempat parkir yang memadai
* Tempat rekreasi dan olahraga
* Alun-alun
* Gedung-gedung pemerintahan

Putrajaya dan Wisata Taman Warisan Pertanian dari Kuala Lumpur


2. Ciri-ciri Sosial, diantaranya:
* Masyarakatnya heterogen
* Bersifat individualistis dan materialistis
* Mata pencaharian nonagraris
* Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan
mulai pudar)
* Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan
masyarakat miskin
* Norma-norma agama tidak begitu ketat
* Pandangan hidup lebih rasional
* Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau
kelompok sosial masyarakat secara tegas
Perbedaan kualitatif masyarakat desa dan kota
Keunikan perbedaan
karakter masyarakat yang
sebenarnya memiliki tujuan
yang sama, yaitu dalam
rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya guna
memperoleh penghidupan
yang lebih baik
Kehidupan yang sangat kontras antara desa dan kota
Tahap Perkembangan Kota
Menurut Griffith Taylor perkembangan kota didasarkan pada:
1. Tahap awal/stadium infantile (the infantil stage)
Ditandai dengan adanya kawasan campuran tanpa batas pemisah
antara wilayah domestik dan komersial (permukiman dan
perdagangan)
atau wilayah yang lebih kaya dan lebih miskin (kelas atas dan kelas
bawah). Bangunan cenderung tersebar secara tidak merata ke semua
penjuru wilayah.
Atau ditandai dengan tidak adanya tempat pemisah antara pusat
perekonomian dengan tempat perumahan sehingga biasanya dijadikan
satu antara toko dan perumahan. Lalu lintas menjadi terganggu.
Trotoar
dan jalur jalan sempit akan menjadi halaman warga. Selain itu batas
antara daerah miskin dan daerah kaya semakin sulit untuk
digambarkan.
2. Tahap muda/stadium juvenile (the juvenil stage)
Mulai ada pemisahan antara area perdagangan dan permukiman.
Pertokoan mulai bermunculanl di pusat wilayah secara mengelompok.
Permukiman mulai dibangun di pinggiran kota sementara pabrik-pabrik
mulai bermunculan dimana-mana.

Atau ditandai dengan munculnya rumah-rumah baru diantara rumah-


rumah lama atau tua dan mulai nampak terpisahnya antara toko atau
perusahaan atau perumahan.

Kota tua Jakarta


4. Tahap Mature
ditandai adanya pengaturan tempat ekonomi dan perumahan atau
sudah adanya perencanaan tata kota yang baik

Tata ruang Kota Malang


4. Tahap ketuaan/stadium senile (the senile stage)
Ditandai adanya pertumbuhan kota yang terhenti (cessation of growth)
atau terjadi kemunduran kota yang disebabkan faktor ekonomi dan
politik, seperti pemimpin yang korup atau utang yang tinggi
Contoh kota Detroit yang ditinggalkan penduduk karena bangkrut

Atau kota kembali menjadi rumit karena adanya pengembangan


pengembangan kota yang lebih luas lagi sehingga terjadi
pembongkaran dan penggusuran perumahan maupun untuk
dipindahkan keluar kota
Contoh Waduk Pluit yang diolupasi untuk pengembangan permukiman
Detroid merupakan kota terbesar dalam sejarah
AS yang mengumumkan kebangkrutannya

Bantaran Waduk Pluit, Jakarta


Wilayahnya semakin menyempit karena
adanya perkembangan permukiman penduduk
secara liar/ilegal
Menurut Lewis Munford perkembangan kota dibagi menjadi:
1. Tahap eopolis
Merupakan tahap awal pembentukkan sebuah kota yang dicirikan
dengan adanya perkampungan. Kegiatan masyarakat masih terfokus
pada sektor pertanian, pertambangan, perkebunan, dan perikanan
2. Tahap polis
Dicirikan dengan munculnya pasar di tengah perkampungan serta
mulai berdirinya industri kecil. Pengaruh industri pada tahap ini masih
belum begitu besar dan pola kehidupan agraris, sebagai pusat
keagamaan dan pemerintahan
3. Tahap metropolis
Struktur ruang kota sudah berkembang cukup besar. Pengaruh kota
sudah terasa hingga daerah sekitarnya sehingga banyak ditemukan
kota satelit atau daerah penyokong kota utama, kota utama
perekonomiannya sudah mengarah ke sektor industri
Contoh: Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan
4. Tahap megapolis
wilayah perkotaan yang terdiri atas beberapa kota metropolis yang
berdekatan lokasinya sehingga membentuk jalur perkotaan yang
sangat besar dan telah mencapai tingkat tertinggi, perilaku manusia di
atasnya yang hanya berorientasi materi
Contoh: di Amerika Serikat (“Bos-Wash”; jalur Boston dan Washington,

“San-San”; jalur San Diego dan San Francisco). Di Belanda


(“Randstand Holland”; jalur dari Doordrecht - Arnhem)
5. Tahap tiranopolis
Merupakan awal kehancuran kota, adanya kemerosotan moral dan
akhlak manusianya, kerawanan sosial dan sulit dikendalikan (seperti
angka kriminalitas yang tinggi, kemacetan lalu lintas, kerusakan
lingkungan)
6. Tahap nekropolis
Kota menuju kearah keruntuhan, bahkan berkembang menjadi kota
mati karena beragam faktor (peperangan, bencana, kelaparan, maupun
sistem tata kota yang jelek)
Runtuhnya peradaban Romawi Kuno pada tahun 476 SM
Perkembangan sebuah kota akan membentuk suatu pola
tertentu, diantaranya:
1. Pola sentralisasi
Merupakan pola persebaran kegiatan kota yang cenderung
mengelompok pada satu wilayah utama
2. Pola desentralisasi
Merupakan pola persebaran yang cenderung menjauhi pusat atau inti
kota
3. Pola nukleasi
Merupakan pola persebaran kegiatan kota yang menyerupai pola
sentralisasi, tetapi skala ukuran lebih kecil. Inti kegiatan perkotaan
berada di daerah utama
4. Pola segresi
Merupakan pola persebaran kota yang terpisah-pisah berdasarkan
keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya
Unsur-unsur pembentuk struktur tata ruang kota

Menurut Doxiadis, perkotaan atau permukiman kota merupakan totalitas


lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur:
1.alam (nature)
2.individu manusia (antropos)
3.masyarakat (society)
4.ruang kehidupan (shells)
5.jaringan (network).

Menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu


kawasan memiliki 3 unsur:
1.tempat tinggal (place)
2.tempat kerja (work)
3.tempat bermasyarakat (folk)
Menurut Sinulingga (2005), elemen-elemen yang membentuk struktur
ruang kota yaitu:
1.Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan,
pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara
berkelompok dalam pusat pelayanan
2.Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur), pergudangan, dan
perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat
3.Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan
ruang terbuka hijau
4.Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas
Bentuk dan model struktur ruang
Bentuk struktur ruang kota ditinjau dari pusat pelayanan (retail), menurut
Sinulingga (2005):
1.Monocentric City Monocentric City adalah kota yang belum
berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya
mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai
Central Bussines District (CBD)
2.Polycentric City Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh
satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar
membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya
tergantung pada jumlah penduduk kota
3.Kota Metropolitan Kota Metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi
oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari
kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam
pelayanan penduduk wilayah metropolitan
Model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-pusat pelayanan
diantaranya adalah:
1. Mono Centered
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling
terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain

Toko Toko Alat


Bangunan Listrik

Pusat Kegiatan
(pasar di kota
kecamatan)

Toko
Kelontong Toko Alat
Pertanian
Foto
Copi
2. Multi Nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub-sub pusat
yang saling terhubung satu sama lain. Sub-sub pusat selain terhubung
langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat

Home Permukiman
Industri

Hypermaket Hasil
(Pusat Perbelanjaan) Kerajinan

Hasil
Pertanian

Terminal
3. Multi Centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu
sama lain

Pasar
Tradisional
Hypermaket Pasar
Swalayan
Usaha
Kerajinan Permukiman

Home
Industri
Carrefour

Terminal/ Konveksi
stasiun
4. Non Centered
Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat,
semua node memiliki hirarki sama dan saling terhubung antara satu
dengan yang lain

Pusat
Sekolah Perbelanjaan

Pusat
Pemerintahan

Permukiman Pasar
Tradisional
3. KLASIFIKASI KOTA

Berdasarkan sejarah pertumbuhannya


1. Kota dari pusat perkebunan
* karena tanah dan iklimnya yang cocok
* contoh di abad ke 19, Belanda membuka perkebunan kopi di
Sukabumi, Bogor, Mandailing, dan Sidikalang
2. Kota dari pusat industri dan perdagangan
* biasanya terletak di dekat sungai atau laut
* contohnya bisa kita lihat di Jakarta, Surabaya, Gresik, Palembang,
dan Samarinda
3. Kota dari pusat pemerintahan
* terdapat pada daerah konsentrasi penduduk
* contohnya Jakarta yang jadi markas VOC dan Yogyakarta yang jadi
pusat keraton. Begitu juga Desa Trowulan pusat kerajaan Majapahit
yang kini menjadi Mojokerto
Berdasarkan jumlah penduduknya:
1. Kota kecil : 20.000 - < 100.0000 orang
2. Kota sedang : 100.000 - < 500.000 orang
3. Kota besar : 500.000 - < 1000.000 orang
4. Kota metropolis : 1000.000- 5.000.000 orang
5. Kota megapolitan : lebih dari 5.000.000 orang
4. POLA KERUANGAN KOTA

Pengelompokkan dan pembagian kegiatan di kota di dasarkan pada


beberapa faktor antara lain:
1.sumber daya alam dan sumber daya manusia
2.kebutuhan warga kota
3.tingkat penguasaan teknologi
4.perencanaan / tata ruang kota
5.topografi wilayah setempat
6.ruang yang tersedia di dalam kota
A. INTI KOTA (pusat kota)
Pusat dari kegiatan baik sosial, ekonomi, politik, pendidikan,
kebudayaan, maupun kegiatan lain karena memiliki berbagai macam
sarana dan prasarana yang mendukung kegitan tersebut. Atau
disebut juga dengan PDK (pusat daerah kegiatan), CBD (central
bussiness district)

Bentuk PDK bisa berupa pertokoan, stasiun, terminal, sekolah,


tempat
rekreasi, pasar, perkantoran, dan sebagainya

Beberapa contoh pusat daerah kegiatan


B. SELAPUT INTI KOTA
Pusat kegiatan yang terletak di luar/pinggir inti kota, sebagai akibat
tidak tertampungnya kegiatan yang ada di inti kota. Daerah ini
merupakan perluasan atau pemekaran dari inti kota

Perkembangan selaput inti kota dapat membentuk pola-pola unit kegiatan


seperti:
1.Sentralisasi, yaitu munculnya gejala pengelompokkan aktifitas pada
tempat tertentu. Daerah ini pada umumnya merupakan pusar keramaian
sehingga dapat menjadi inti selaput kota
2.Nukleasi, yaitu pusat daerah kegiatan yang hampir sama dengan
sentralisasi namun ukurannya lebih kecil
3.Desentralisasi, merupakan gejala pengelompokan yang menjauhi titik
pusat sehingga akan menghasilkan inti baru
4.Segregasi, merupakan kelompok pemukiman yang terpisah karena
perbedaan status sosial seperti pemukiman kumuh, pemukiman kelas
atas/cluster dan rusun
Daerah kumuh / slums area adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan
yang terfapat di kota atau perkotaan. Umumnya dihuni oleh orang-orang yang
memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan
lain sebagainya.
Ciri-ciri daerah slum :
1.Banyak dihuni oleh pengangguran
2.Tingkat kejahatan / kriminalitas tinggi
3.Demoralisasi tinggi
4.Emosi warga tidak stabil
5.Miskin, daya beli rendah, dan berpenghasilan rendah
6.Kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan
7.Fasilitas publik sangat tidak memadai
8.Warganya adalah migran urbanisasi yang migrasi dari desa ke kota
9.Umumnya pekerja kasar dan serabutan
10.Bangunan rumah kebanyakan gubuk dan rumah semi permanen
C. KOTA SATELIT
Daerah yang mempunyai sifat kota yang memberi daya dukung bagi
kehidupan kota, disebabkan inti kota sudah tidak mampu memberi
daya dukung terhadap aktifitas kehidupan kota inti
Contoh; Depok, Tangerang, Bogor, dan Bekasi merupakan kota
satelit dari Jakarta

Ciri-ciri kota satelit:


1.sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota
besar
2.biasanya penghuninya adalah komuter dari kota besar tersebut ini
3.merupakan daerah penunjang bagi kota-kota besar di sekitarnya dan
merupakan 'jembatan' masuk/akses untuk menuju ke kota besar
4.sebagai pemasok barang-barang kebutuhan warga kota besar
(hinterland), karena semakin besar dan berkembangnya suatu kota maka
sikap warganya untuk memproduksi barang-barang untuk kebutuhan
mereka juga akan semakin turun
5. TEORI DALAM PUSAT PERTUMBUHAN KOTA

TEORI INTI GANDA


Oleh Harris dan Ullman di tahun 1945

Karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan oleh banyak


faktor yang tergolong unik seperti sejarah hingga situs – situs kota,
sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan zona – zona tertentu di
sebuah kota tidak memiliki urutan yang teratur

Tata ruang kota mempunyai bentuk yang kompleks, di mana pada


awalnya muncul nukleus (inti) baru yang berfungsi sebagai kutub
pertumbuhan

Nukleus tersebut dapat berupa perguruan tinggi, pelabuhan laut, terminal,


kawasan industri, maupun bandara
Dikatakan bahwa kompleksitas ini disebabkan karena dalam sebuah kota
yang berkembang akan tumbuh inti-inti kota baru yang sesuai dengan
kegunaan dari sebuah lahan tersebut.
Misalnya, akan dibangun perguruan tinggi, maka disekitarnya akan
tumbuh permukiman kos-kosan, perdagangan kecil, angkutan umum,
usaha fotokopi, dan sebagainya yang tentunya semua ini juga akan ikut
memengaruhi struktur ruang kota.
Biasanya faktor keuntungan dari sisi ekonomilah yang melatarbelakangi
munculnya inti-inti kota tersebut
Asumsi dalam penerapan teori inti ganda
Faktor yang memengaruhi
pertumbuhan beberapa inti
(CBD) dalam teori inti ganda
diantaranya:
1.Perbedaan akan fasilitas
yang dibutuhkan untuk
kegiatan tertentu, misalnya
kegiatan industri
2.Aktivitas yang serupa
dapat dikelompokkan
bersama untuk keuntungan
ekonomi sehingga
munculnya beberapa zona
khusus untuk perekonomian
3.Aktivitas perekonomian
dan nilai pendapatan yang
berbeda menyebabkan
adanya pemisahan zona
untuk tempat tinggal
Susunan Ruang Kota Teori Inti Ganda
1. Zona 1 : Pusat kota atau CBD
2. Zona 2 : Daerah grosir dan manufaktur, digunakan untuk kawasan niaga
dan industri ringan
3. Zona 3 : Permukiman kelas rendah, digunakan untuk kawasan
murbawisma
4. Zona 4 : Permukiman kelas menengah, digunakan untuk kawasan
madyawisma
5. Zona 5 : Permukiman kelas tinggi, digunakan untuk kawasan adiwisma
6. Zona 6 : Daerah manufactur berat, sebagai pusat industri berat
7. Zona 7 : Daerah luar CBD : sebagai pusat niaga lain di pinggiran kota
8. Zona 8 : Permukiman suburban, merupakan kawasan madyawisma dan
adiwisma
9. Zona 9 : daerah industri suburban, merupakan kawasan industri
TEORI SEKTORAL
Oleh Hommer Hoyt dan dimuat dalam “The Structure and Growth of
Residential Neighborhoods in American Cities (1939)”

Pada umumnya orang cenderung membangun aktivitas sedekat mungkin


dengan jalur jalan utama

Teori ini mengasumsikan adanya variasi penggunaan lahan di sekitar


pusat kota (CBD Zone), lalu berkembang dan masing” meluas ke zona
lain yang sifatnya lebih bebas (seperti bentuk irisan kue tar)

Menurutnya persaingan spasial bukan satu-satunya sumber


perkembangan kota, tetapi juga faktor kondisi geografis, transportasi, dan
keberadaan sosial ikut memengaruhi juga
Kelemahan teori ini diantaranya mengabaikan jenis penggunaan lahan
lain selain permukiman
Menurut Hoyt bahwa perkembangan kota berbentuk melingkar, tetapi
berkembang menurut sektor tertentu yang dipengaruhi oleh kondisi
geografis wilayah tersebut (perkembangannya seperti irisan kue tar)

Beberapa kota yang perkembangannya menggunakan teori sektoral


diantaranya California, Alberta, Boston, dan Calgary

Beberapa asumsi dalam Teori Sektoral:


1.Daerah-daerah dengan harga jual atau sewa tanah tinggi biasanya
terletak di luar kota
2.Daerah-daerah dengan harga jual atau sewa tanah rendah merupakan
jalur-jalur yang memanjang dari pusat ke perbatasan kota
3.Zona pusat umumnya sebagai daerah pusat kegiatan
Susunan Ruang Kota Teori Sektoral
1. Zona 1 : Pusat kota atau CBD, meliputi perkantoran, pusat perbelanjaan,
dll
2. Zona 2 : Daerah manufaktur, terdapat kawasan industri ringan dan
perdagangan
3. Zona 3 : Permukiman kelas rendah, berada di dekat pusat kota dan
terdapat kawasan murbawisma (tempat tinggal kaum buruh)
4. Zona 4 : Permukiman kelas menengah, berada agak jauh dari pusat kota
atau sektor industri dan terdapat kawasan madyawisma (tempat tinggal
kaum menengah)
5. Zona 5 : Permukiman kelas tinggi, terdapat kawasan adiwisma (tempat
tinggal kaum elit/atas)
TEORI
KONSENTRIS
Oleh Ernest W Burgess dalam “Introduction to the Science of Sociology”
(1921)

Manusia punya kecenderungan alamiah untuk berada sedekat mungkin


dengan pusat kota

Teori ini menyakini bahwa perkembangan kota dimulai dari pusatnya yang
kemudian meluas ke wilayah yang jauh dari pusat akibat adanya
peningkatan penduduk
Interaksi antara penggunaan lahan dan manusia, baik dalam segi ekonomi,
sosial maupun politik membentuk beberapa zona konsentris

Kelemahan tidak bisa diterapkan untuk semua negara di dunia

Contoh kota Chicago, London, Kalkuta, Adelaide, sebagian besar kota-kota


di Indonesia
Asumsi dalam teori konsentris:
1.Populasi dengan sosial budaya yang heterogen
2.Industri komersial menjadi basis ekonomi
3.Persaingan ruang untuk zona ekonomi dan ruang pribadi (private
ownership)
4.Perluasan area dan peningkatan populasi kota
5.Transportasi dinilai mudah, cepat, dan murah di stiap zona kota
6.Pusat kota untuk pusat kegiatan ekonomi sehingga ruang di dekat pusat
menjadi terbatas dan bernilai tinggi
Susunan Ruang Kota Teori Konsentris
Ciri-ciri zona pusat kegiatan (CBD)
1.Merupakan inti kota
2.Intensitas yang tinggi terutama untuk kegiatan komersial dan
pemerintahan (gedung, perkantoran, pertokoan, dll)
3.Nilai harga jual atau sewa lahan sangat tinggi
4.Populasi untuk permukiman sangat sedikit
5.Aksesibilitas mudah dan laju orang masuk/keluar jumlahnya besar untuk
setiap harinya

Ciri-ciri zona peralihan (transition zone)


1.Terikat dengan zona pusat keggiatan
2.Populasi penduduknya heterogen dan tidak stabil baik di permukimnan
atau kegiatan sosial ekonomi
3.Daerah dengan penduduk miskin
4.Kualitas lingkungan permukiman memburuk, sering ditemukan daerah
slum atau permukiman kumuh
5.Dapat diubah menjadi komplek industri manufaktur, perhotelan,
apartemen, dll (untuk pengembangan kota itu sendiri)
6.Tingkat kejahatan dan penyakit tertinggi di kota
Ciri-ciri zona permukiman kelas proletar (low-class
residential atau workingmen’s homes)
1.Kondisi permukimannya lebih baik, umumnya rumah-rumah kecil atau
rumah susun
2.Populasi penduduknya merupakan para pekerja dengan penghasilan kecil
(buruh)
3.Transportasi relatif mudah dijangkau dan murah menuju tempat bekerja

Ciri-ciri zona kelas menengah (medium-class


residential zone
1.Permukiman untuk para pekerja dengan penghasilan menengah
2.Kondisi permukiman lebih baik dibandingkan kelas proletar, permukiman
horisontal maupun vertikal (apartemen)
3.Lokasinya strategis baik dengan pusat perbelanjaan maupun pusat-pusat
kegitan yang lain (kondisinya mirip dengan pusat kota)
Ciri-ciri zona penglaju (commuters zone)
1.Memasuki daerah belakang (hinterland), daerah batas desa – kota
2.Penduduknya tinggal di pinggiran kota tetapi bekerjanya di kota
3.Biaya transportasi relatif tinggi menuju CBD dibandingkan dengan zona
lain
4.Pendapatan penduduknya relatif tinggi
TEORI KUTUB
PERTUMBUHAN
Oleh ahli ekonomi Prancis, Francois Perroux (1950)

Menurut teori ini pembangunan sebuah kota atau wilayah merupakan hasil
dari proses dan tidak terjadi secara serentak, melainkan muncul di tempat-
tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda

Lokasi yang menjadi pusat pembangunan atau pengembangan di


namakan “kutub pertumbuhan”,yang selanjutnya akan menyebar ke
wilayah-wilayah lain di sekitar atau ke pusat-pusat yang lebih rendah

Kutub pertumbuhan bukanlah suatu kota atau wilayah, melainkan suatu


kegiatan ekonomi yang dinamis yang tercipta di dalam dan di antara
sektor-sektor ekonomi yang ada

Pusat-pusat pertumbuhan dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai


tempat memancarnya kekuatan-kekuatan sentrifugal (menjauhi pusat) dan
kekuatan-kekuatan sentripetal (mendekati pusat)
Konsep teori ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pada satu kota
tertentu dan diharapkan selanjutnya akan meningkatkan pula aktivitas
masyarakatnya sehingga pada akhirnya semakin banyak barang dan jasa
yang akan dibutuhkan

Contoh industri baja di daerah Cilegon-Banten akan berdampak


menimbulkan kekuatan sentripetal dan sentrifugal
Dampak sentripetalnya akan menarik kegiatan-kegiatan yang langsung
berhubungan dengan pembuatan baja seperti penyediaan bahan mentah,
pasar, sarana angkutan, tenaga-tenaga ahli, dll
Dampak sentrifugalnya diantaranya akan menimbulkan kemunculan
kegiatan-kegiatan baru yang tidak ada hubungannya dengan industri baja
tersebut seperti muncul tempat-tempat kos, angkutan umum, warung
makan, dll
DAMPAK DARI TEORI PUSAT PERTUMBUHAN
1.Dampak positif dari kemajuan pembangunan dari pusat pertumbuhan
(trickle down) yaitu:
* kemajuan arus informasi dan barang yang serba cepat dan mudah
* berkembangnya iptek dan informasi, serta sosial menyangkut
kesehatan, perumahan, transportasi, tenaga kerja, penduduk, dan
pariwisata
* munculnya peluang kerja di berbagai sektor dan pergerakan arus
barang antar pusat
* Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
2.Dampak negatif yang dirasakan oleh wilayah pinggirannya (backwash
polarization) yaitu:
*
TEORI INTERAKSI
KERUANGAN
Perlu dipahami bahwa dalam interaksi desa – kota terdapat “interaksi
keruangan”, yaitu hubungan timbal balik (resiprocal relationship) yang
saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih yang dapat
menimbulkan gejala, kenampakan, atau permasalahan baru.

Kuat lemahnya suatu interaksi sangat dipengaruhi oleh:


1.Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional
complementary)
2.Adanya kesempatan untuk berintervensi (intervening opportunity)
3.Adanya kemudahan dalam transfer atau pemindahan dalam ruang
(spatial transfer ability)

Beberapa contoh teori interaksi keruangan diantaranya:


1.Teori gravitasi
2.Teori titik henti
3.Teori grafik
Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi

Adanya kesempatan untuk berintervensi


Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang
1. MODEL/TEORI GRAVITASI

Teori ini diadopsi dari hukum Fisika Oleh Sir Isaac Newton (1687), yaitu
berkaitan dengan hukum gaya tarik menarik antara dua buah benda
(gaya gravitasi). Kekuatan gaya tarik-menarik ini besarnya berbanding
lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda tersebut

Oleh W.J. Reilly (1929)


Yaitu kekuatan interaksi antar dua wilayah yang berbeda dapat dikur
dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua
wilayah tersebut

Perbandingan potensi interaksi antar wilayah akan terjadi jika:


1.kondisi penduduk/tingkat ekonomi tiap-tiap wilayah relatif sama
2.kondisi alam/relief kedua wilayah relief relatif sama
3.keadaan sarana dan prasarana transportasi kedua wilayah juga relatif
sama
Untuk mengukur kekuatan interaksi antar wilayah digunakan
formulasi/rumus:
Contoh Soal
Kota A berpenduduk 75.000 jiwa, Kota B berpenduduk 70.000 jiwa,
dan kota C berpenduduk 65.000 jiwa. Jarak dari kota A ke kota B
adalah 30 km, jarak kota B ke kota C adalah 35 km, dan jarak dari
kota A ke kota C adalah 50 km. Dari ketiga kota tersebut, manakah
yang paling besar kekuatan interaksinya
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perbandingan kekuatan interaksi
antara kota A–B, B–C, dan A–C adalah 5.833 : 3.979 : 1.820

Interaksi antara kota A dan kota B lebih tinggi daripada interaksi antara
dengan kota B ke kota C

Kecilnya interaksi antara kota A ke kota C lebih banyak dipengaruhi oleh


jarak tempuh yang relatif jauh

Penduduk kota A lebih memilih kota B dibandingkan dengan kota C dalam


pemenuhan kebutuhannya, begitu pula sebaliknya, penduduk kota C akan
lebih memilih kota B dibandingkan dengan kota A karena jaraknya lebih
dekat
2. MODEL/TEORI TITI K HENTI (BREAKING POINT
THEORI)
Merupakan hasil modifikasi dari model teori grafitasi Reilly

Teori ini memiliki tujuan:


1.menggambarkan tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan
wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda
jumlah dan komposisi penduduknya
2.Memperkirakan penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan
masyarakat seperti puskesmas, kantor kecamatan, dan sebagainya agar
bisa terjangkau oleh penduduk/masyarakat di setiap wilayah tersebut
RUMUS :
Contoh Soal

Pemerintah akan mendirikan pasar antara desa A dengan desa B.


Diketahui bahwa jarak dari desa A ke desa B adalah 50 km. Jumlah
penduduk A sebanyak 1.000 orang, sedangkan wilayah B 25.000. Maka
lokasi pasar yang tepat didirikan agar dapat melayani kedua desa tersebut
secara maksimal adalah:

Diketahui :
Dengan demikian, titik henti antara desa A dengan desa B adalah
8,33 km diukur dari desa A yang penduduknya lebih kecil. Ini berarti
bahwa pembangunan pasar yang strategis adalah sekitar 8.33 km
dari desa A, dan 41,67 dari desa B yang penduduknya lebih banyak
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan model gravitasi dan titik henti,
berkaitan dengan perencanaan pembangunan wilayah dapat dimanfaatkan
untuk merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat seperti:
1.pusat perdagangan (pasar, super market)
2.bank
3.kantor pemerintahan
4.sarana pendidikan
5.sarana kesehatan
6.lokasi industri
7.maupun fasilitas pelayanan jasa masyarakat lainnya
3. MODEL/TEORI GRAFIK (teori interaksi antar
wilayah)
Oleh K.J. Kansky

Menurut K.J. Kansky kekuatan interaksi ditentukan dengan indeks


konektivitas. Dia membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki
banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut,
sehingga semakin tinggi nilai indeksnya, semakin banyak jaringan jalan
yang menghubungkan kota-kota atau wilayah tersebut.

Faktor yang mendukung kekuatan interaksi antarwilayah di antaranya


adalah kondisi sarana transportasi. Sarana tersebut yang menghubungkan
suatu wilayah dengan wilayah lain di sekitarnya, sehingga mobilitas
barang dan jasa antar wilayah berjalan dengan baik
Sebagai contoh, dua
wilayah yang
dihubungkan dengan satu
jalur jalan tentunya
memiliki kemungkinan
hubungan penduduknya
jauh lebih kecil
dibandinkan dengan dua
wilayah yang memiliki
jalur transportasi yang
lebih banyak
RUMUS :
CONTOH SOAL 1:
Jawab
(3) Jadi, dilihat dari konektivitasnya, potensi interaksi antar kota di wilayah

A lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah B. Hal tersebut terjadi


dengan catatan kondisi alam, sosial, serta kualitas prasarana antara
kedua wilayah tersebut relatif sama
CONTOH SOAL 2:

Manakah wilayah di bawah ini yang paling tinggi interaksinya?

Dari hasil perhitungan,


diketahui bahwa yang
paling tinggi tingkat
interaksinya adalah
wilayah A
Dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan wilayah, analisis
indeks konektivitas dapat dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan
untuk merencanakan pembangunan infrastruktur jalan serta fasilitas
transformasinya, sehingga dapat meningkatkan hubungan suatu wilayah
dengan wilayah-wilayah lainnya, serta memperlancar arus pergerakan
manusia, barang dan jasa yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai