Anda di halaman 1dari 40

DIABETES MELLITUS

Dr. Egha Zainur Ramadhani

1
Definisi :
Diabetes Mellitus ( DM ) merupakan suatu
penyakit endokrin metabolik yang dalam
keadaan tidak dikelola diasosiasikan dengan
kenaikan kronis kadar glukosa darah
Beberapa resiko penyakit meningkat pada DM :
Penyakit Koroner : 2-3 x lebih besar

Penyakit Stroke : 2-3 x lebih besar

Penyakit sumbatan pembuluh darah : 30 x

2
EPIDEMIOLOGI DM
Di negara industri maju, prevalensi 4-6%
Di AS : DM 6,6%, Intoleransi glukosa 11,2%
individu dengan I.g. ini dalam 5 tahun
30 % berkembang menjadi DM yang nyata.
Di Jerman : biaya tahunan untuk obat berkisar 800-
1500 DM (Rp 3,5-7,5 juta), yang dapat
meningkat menjadi 20000 DM (Rp 90 juta)
bila ada komplikasi

3
KLASIFIKASI DM
Menurut laporan WHO no. 727 Th 1985, DM
dibagi berdasar ketergantungan kepada insulin :
 IDDM ( Insulin Dependent DM )

 NIDDM ( Non Insulin Dependent DM )

 Tipe lain, termasuk : Malnutrisi DM, Gestational

DM, DM Sekunder, Gangguan toleransi glukosa

4
Pembaharuan klasifikasi oleh ADA ( American Diabetes
Association ) th. 1997 yang disetujui WHO th. 1998
membagi DM berdasar mekanisme penyakit:
I. DM Tipe 1 : Kerusakan sel B atau adanya defisiensi
produksi insulin, baik karena proses autoimun
maupun idiopatik
II. DM tipe 2 : Resistensi Insulin atau adanya
defisiensi relatif insulin
III.Gestational DM

5
IV. DM Spesifik :
 Defek genetik fungsi sel B : Maturity onset of
Diabetes on the Young ( MODY )
 Defek Genetik kerja insulin : kelainan reseptor
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopathi : sindr. Cushing, Hipertiroidi
 Induksi obat/bahan kimia : pentamidin,
glukokortikoid, thiazid, asam nikotin, interferon α,
diazoxide
 Infeksi : rubella, CMV, Coxsacki B, Mumps
 Immune mediated : antibodi anti reseptor insulin
 Sindroms genetik yang sering dikaitkan : Down’s,
Klinefelter, Turner
6
ENDOKRIN PANKREAS
Pankreas orang dewasa : 50-70 gram, bagian endokrin
hanya menempati 1-2 %, dikenal sebagai Insula
Langerhans yang tersusun dari 2 juta sel :
Sel ( B ) : 80 %, produksi : insulin

Sel ( A ) : 15 %, produksi : glukagon

Sel ( D ) : 5 %, produksi : somatostatin

Insulin merupakan glikoprotein, disekresi dengan sekuen,


sbb : Preproinsulin ( BM 11500 )  Proinsulin ( BM 9000
). Oleh enzim proteolitik proinsulin dipecah menjadi
insulin (51 asam amino) dan C-peptid (31 asam amino)

7
8
Kadar normal insulin : 30-50 mU/L, dengan waktu paruh
yang relatif pendek maka diperlukan sekresi pada orang
dewasa : 40-50 U perhari dengan puncak menjelang sore
dan paling rendah pada malam hari.
Sekresi insulin dipicu oleh :
- Glukosa, terutama bila > 70 mg %
- Arginin
- Benda keton
- Sulfonil urea
Enterohormon dapat meningkatkan sekresi insulin pada
intake melalui makanan.
Counter regulatory hormones : Glukagon, Kortisol,
Growth Hormon, Adrenalin
9
Kerja insulin
Aksi langsung insulin terutama pada hepar, otot
dan jaringan lemak, difasilitasi dengan banyaknya
reseptor di membran sel. Insulin memungkinkan
penetrasi glukosa kedalam sel dan mengatur
metabolisme seluler ( memacu anabolisme,
menghambat katabolisme ), terutama untuk
menata persediaan energi.
Inti dari DM adalah kesiapan insulin endogen
tidak adekuat dengan kebutuhan metabolisme
( dari segi cukupnya pencatuan dan kemampuan
aksi )
10
PERUBAHAN METABOLISME PADA DM
Dalam keadaan normal, insulin berperan :
 Hepar :

* Sintesa glikogen ( glikogenesis )


* Sintesa trigliserid, kholesterol, VLDL
* Sintesa protein
 Otot :

* Sintesa protein
* Sintesa glikogen
 Jaringan Lemak :

* Penyimpanan trigliserid
* Menghambat lipolisis seluler

11
Dalam keadaan defisiensi, akan terjadi :
1. Meningkatnya glikogenolisis dan
glukoneogenesis hiperglikemia
2. Berkurangnya utilisasi glukosa di organ sensitif
insulin hiperglikemia
3. Lipolisis tidak terhambat terganggunya
metabolisme trigliserid dan oksidasi glukosa
terbentuknya benda keton ( asetoasetat, hidroksi
butirat, aseton )
4. Gangguan metabolisme protein : penurunan
pengambilan asam amino kedalam sel otot,
peningkatan proteolisis dan utilisasi a.a
glikogenik untuk glukoneogenesis di hepar
balans nitrogen negatif
12
KONSEKUENSI PATOLOGIS HIPERGLIKEMIA

Hiperglikemia prinsip dapat disamakan dengan adanya racun


dalam
darah yang bila kronis ada resiko komplikasi walaupun lambat.
1. Kerusakan Sel B :
Hiperglikemia merangsang proliferasi sel B dan biosintesis &
sekresi insulin. Karena pembelahan sel B terbatas, dalam
keadaan kronis akan kelelahan ( exhausted ). Pada orangtua
keadaan ini diperberat dengan adanya sklerosis dan fibrosis
pada Insula Langerhans.
2. Jalan metabolik POLIOL :
glukosa dapat masuk secara bebas pada beberapa sel jaringan
tidak tergantung insulin ( saraf, glomerulus ginjal, lensa mata,
retina ).Kelebihan glukosa intraseluler akan dirubah menjadi
sorbitol oleh enxim aldose reduktase. Akumulasi sorbitol
intraseluler hiperosmolaritas seluler
ganggunan enzim Na-K-AT Pase dan penurunan kadar 13
myoinositol
3. Proses glikasi dan glikosilasi protein jaringan: Glukosa dalam
bentuk aldehid, bereaksi dengan gugus amino bebas dari
protein membentuk gugus aldimin yang labil ( basa Schiff’s )
berubah menjadi gugus ketoamin yang stabil
( reaksi Amadori ).

Secara umum proses glikasi ini mengenai semua protein


endogen, asam nukleat, gugus amino alkohol dan senyawa
yang terbentuk berbeda dengan glikosid dan glikoprotein.
Protein yang terglikasi akan berubah kemampuan fisik,
kimiawi maupun fungsi biologiknya. Produknya dapat
diklasifikasikan sbb :

14
A. Produk Glikasi Awal :
Yang terkenal HbA1c dan Fruktosamin
1. HbA1c ( GlikoHb) :
Reaksi ketoamin antara glukosa dengan N Terminal a.a. pada rantai ß
molekul Hemoglobin. Kadar tergantung pada fluktuasi glukosa
dalam kurun waktu 6-8 minggu.
Normal : 5-8 %, secara teknis terganggu pada keadaan hiperglikemia
akut, uremia dan adanya HbF.
2. Fruktosamin :
Albumin yang terglikasi, merupakan tolok ukur fluktuasi glukosa
selama 2-3 minggu.
B. Produk Glikasi Lanjut ( AGE = Advanced glication
end-product )
Terjadi terutama pada protein yang berumur panjang : kolagen,
kristalin lensa mata dan mielin. AGE bertanggungjawab pada
komplikasi lanjut pada DM : Nefropati, polineuropati dan
aterosklerosis.
15
Pemeriksaan Laboratorium DM
Sangat tergantung pada sejauh mana
keadaan fungsional yang akan dipantau :
1. Glukosa darah
2. Glukosa Urin
3. HbA1c
4. Benda keton Urin
5. Mikroalbuminuria
6. Insulin & C-peptid
7. Pemeriksaan lain

16
1. Glukosa darah :
Hasil Pengukuran tergantung dari jenis bahan pemeriksaan dan
metoda yang dipakai :
a. Darah arteri/kapiler 5-10 % lebih tinggi
daripada darah vena
b. Serum/Plasma 10-15 % lebih tinggi daripada
darah utuh
c. Metode dengan deproteinasi 5% lebih tinggi
daripada metode tanpa deproteinasi.
Beberapa hal yg harus diperhatikan :
b.Pemisahan serum/plasma harus segera dilakukan ( ½ jam ) karena
adanya glikolisis dan konsumsi oleh eritrosit dan lekosit, dapat
dicegah dengan antikoagulan NaF
b.Variasi intraindividual ( Non DM:5-10% ) tergantung : ritme
sirkadian, intake makanan & kerja otot
17
c. Reaksi fase akut : pada pembedahan , trauma yang berulang, cidera
otak, infrak miokard, infeksi & stress mental dapat menstimuli
counter regulatory hormones hiperglikemia
d. Strategi pengambilan : gula darah puasa ( gdp ), gula darah 2 jam
sesudah makan ( post prandial ) gula sesaat/sewaktu
( ad random ).
Normal : gdp - < 120 mg %,
post prandial - < 140 mg %
e. Uji Pembebanan Glukosa ( Glukosa Toleransi Test=GTT):
pemeriksaan lab. yg dilakukan dengan pemberian minum 75 gram
glukosa. Dilakukan bila hasil pem. Glukosa darah meragukan.
Darah diambil pada waktu puasa, ½ jam sesudah pemberian, 1 jam
dan 2 jam. Normal seperti diatas( ad.d ) dengan puncak pada jam ½
atau 1
f. Metode rujukan : hexokinase dengan cara basah. Yang banyak
dipakai di RS : glukose oxidase ( GOD ). Untuk pemantauan
dirumah : dry chemistry dengan test carik

18
2. Glukosa Urin :
95 % glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah
> 160-180 % maka sekresi dlm urin akan naik secara
eksponensial uji dlm urin : + Nilai ambang ini akan
naik pada orang tua.
metode yang poluler : carik celup memakai GOD.
3. HbA1c :
bahan pemeriksaan berupa darah kapiler/ vena
dengan pengawet EDTA, metode yang dipakai
dengan cara kromatografi.
4. Benda keton dalam urin :
bahan pemeriksaan berupa urin yang segar, karena
asam asetoasetat cepat didekarboksilasi menjadi
aseton. Metode yang dipakai : Na-nitroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi. 19
20
5. Mikroalbuminuria :
Ekskresi albumin urin dalam jumlah sedikit ( mikro ), sehingga
dengan pemeriksaan rutin tidak terdeteksi : untuk mengetahui
secara dini komplikasi DM pada ginjal.
Metode : imunologi dengan antibodi thd. Human globulin
6. Insulin dan C-peptid :
penetapan insulin tunggal tidak mempunyai makna dalam
pengelolaan DM, harus disertai dengan pengukuran ratio
insulin-glukosa. Penetapan insulin dalam cairan amnion penting
untuk pengelolaan DM kehamilan.
Penetapan C-peptid sering diperlukan pada DM tipe 1 untuk
melihat kapasitas sekresi insulin endogen dan DM tipe 2 yang
gagal dengan pengobatan sulfonilurea
Pemeriksaan dilakukan dengan metode RIA, EIA dan
imunoluminesen

21
7. Pemeriksaan Lain :
diperlukan untuk menunjang DM, seperti :
a. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
b. Lemak darah : kholesterol, HDL, LDL, Trigliserid
c. Fungsi hati
d. Antibodi anti sel insula Langerhans ( Islet cell
antibody )

22
23
Type 1 Type 2
History of diabetes in the family rare common
Common age of manifetation < 25 years > 40 years
Obesity rare Common (>85 %)

Manifestation Sudden, with metabolic gradual


decompensation

Hyperglycemia Pronounced Moderate, primary


post prandial at first
Ketosis ( keto-acidosis ) common rare
ketonuria
Insulin subtitution Required immediately in LADA After longer duration of
patients after a few months or years diabetes
Auto antibodies ( ß -ceil specific) Common before and in the first of the Rare (comparable to
disease non – diabetics)

Fasting and 2-hour insulin level Usually elevated


(oGTT) Low or non-existent

Early phase of insulin response Low or non-existent reduced


in glucose administration 24
KELENJAR TIROID
KELENJAR TIROID

Kelainan Tiroid:
1. Fungsional:
– Hipertiroid
– Hipotiroidi
– Eutiroidi
2. Morfologi:
– Kelenjar membesar (goiter) / tidak ?

PREVALENSI
WHO : wanita : laki-laki = (9 - 10) :1
Indonesia : 3 - 4 : 1
Penggunaan sarana diagnotik belum memadai ?
FISIOLOGI TIROID
Hipotalamus

TRH

Hipofise
Inhibitory
feed back TSH

Tiroid

T3 T4 (1:40-80)

Metabolisme
(Konsumsi O2)
SINTESIS HORMON TIROID
Tahap I : Penangkapan Yod
Kebutuhan sehari-hari: 100 - 500 U gram

Tahap II : Organifikasi
Yod anorganik  senyawa organik (MIT dan DIT)
Tahap III : Perangkaian
MIT + DIT  T3 }
DIT + DIT  T4 } diikat tiroglobulin (TG)

Tahap IV : Sekresi

T3 T3 aliran
T4 T4 darah
TG
TG
LABORATORIUM TIROID

I. Hormon tiroid; metabolik hormon; & protein pengangkut:


T4 dan / atau T3 total
T4 dan / atau T3 bebas
reverse T3
T3 uptake
TBG

II. Efek hormon terhadap sel/ jaringan perifer:


BMR
Kimia darah: Kholesterol,Kalsium, Kreatin Kinase, GTT.

III. Poros hipotalamus - hipofise - tiroid:


TSH
Uji perangsangan TRH
IV. Antibodi terhadap unsur-unsur tiroid:
1. Ab. Penghambat tiroid:
– Anti tiroglobulin
– Anti mikrosom
– Anti DNA sel

2. Ab. Perangsang tiroid: TSI


(thyroid stimulating imunoglobulin)
– LATS (long acting imunoglobulin)
– LATS protector

V. Fungsi in vivo:
- Radioactive Iodine Uptake
- Thyroid imaging
HIPERTIROIDI

Sindroma klinis yang diakibatkan oleh adanya


kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.

Penyebab:
1. Imunologik: Graves disease
2. Pertumbuhan jaringsn tiroid abnormal: toxic goiter
3. sebab lain:
– Hipertiroidi neonatus
– Fenomena Yod - Basedow
– Keganasan organ lain:
Gejala klinis:
berat badan menurun; nafsu baik
tidak tahan panas
nadi/ nafas meningkat defekasi meningkat
emosi labil
tremor
oligomenorrhoe/ amenorrhoe
Pemeriksaan laboratorium

1. Uji fungsi tiroid:


a. T3 & T4: meningkat (90% kasus)
b. T3 meningkat; T4 normal (5% kasus)
T3 hipertiroidi  T3 tirotoksikosis
c. T4 meningkat; T3 normal: ggn. Konversi T4 T3
d. TSH: rendah
e. Uji stimulasi TRH: tidak ada respons.
f. Antibodi: Graves  TSI
2. Hematologi: (tidak mesti ada)
– anemia normositik normokromik
– lekopeni dengan limfositosis relatif
– KED meningkat.

3. Kimia Klinik:
– [Ca] darah: meningkat (10% pend Osteodystrofi)
– GPT; Alk.fosf; Bilirubin: meningkat.
– Albumin: menurun.
– GTT (glukosa toleransi test): respon mirip DM.
HIPOTIROIDI

Sindroma klinik yang disebabkan menurunnya


sekresi T3 dan/ atau T4.
Primer : kelainan intrinsik tiroid.
Sekunder : kelainan hipofise
Tertier : kelainan hipotalamus.
Hipotiroidi Primer:
1. Tanpa goiter: atrofi spontan
2. Dengan goiter:
– tiroiditis Hashimoto (autoimun)
– obat-obatan: p.aminosalisilat; fenilbutazon
– defisiensi Yod: Gondok Endemik
– dyshormonogenesis:

3. Hipotiroidi ablatif:
Gejala Klinis:

1. “Aras - arasan” mudah lelah fisik & psikis.


2. Tidak tahan dingin
3. Konstipasi
4. Gejala berlawanan dengan hipertiroidi
5. “Non - pitting oedema” (myxoedema)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
1. Uji fungsi tiroid:
a. T4 rendah dengan TSH meninggi (>15 U/ml)
b. T3 dan T4 normal tetapi TSH meningkat (tahap awal)
c. Antibodi penghambat tiroid:
Atrofi spontan: titer rendah
Tiroiditis Hashimoto: titer tinggi
2. Hematologi:
Anemia normokromik dengan makrositosis
3. Kimia Klinik:
- LDH; GOT dan Kreatin kinase meningkat
- Gangguan metabolisme lemak:
Kholesterol Trigliserid meningkat.
- [Na + ] plasma: menurun

Anda mungkin juga menyukai