Anda di halaman 1dari 36

SINKRONISASI REGULASI BIDANG PERTAMBANGAN

DENGAN SEKTOR LAIN


(KEHUTANAN, TATA RUANG, DAN LINGKUNGAN HIDUP)

Oleh:
Dhoni Yusra, SH, MH.
1. Konflik Pemanfaatan Lahan antara sektor
pertambangan dan sektor lainnya
2. Penyelesaian masalah tumpang tindih
pemanfaatan lahan untuk kegiatan
pertambangan
3. Sinkronisasi regulasi bidang pertambangan
dengan sektor non-pertambangan terkait
pemanfaatan lahan
4. Sinkronisasi regulasi di bidang pertambangan
dengan regulasi di bidang lingkungan hidup

2
MINERAL DAN BATUBARA HARUS DAPAT DIMANFAATKAN
SERACA OPTIMAL

EKSPLOITASI M & BB:

• DAPAT MENIMBULKAN DAMPAK


NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN
• KONFLIK PENGGUNAAN LAHAN

DEPOSIT
SUMBER DAYA MINERAL
DAN BATUBARA
PERMASALAHAN TUMPANG TINDIH PEMANFAATAN
LAHAN
UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN

1. Tumpang tindih penggunaan lahan antara sesama konsesi


pertambangan (IUP/KK/PKP2B)
a. Komoditas tambang yang sama
b. Komoditas tambang yang berbeda
c. Tumpang Tindih karena batas administrasi yang tidak jelas
2. Tumpang tindih penggunaan lahan pertambangan dan sektor
lainnya:
a. Tumpang tindih pemanfaatan lahan pertambangan dan
kehutanan
b. Tumpang tindih pemanfaatan lahan pertambangan dan
perkebunan/pertanian
c. Tumpang Tindih pemanfaatan lahan pertambangan dan
perikanan/kelautan
(PP NOMOR 23 TAHUN 2010)

IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi (OP) *)

Kontruksi pengolahan/ Pengngkutan/


PU EKSPLORASI FS Penambangan
pemurnian Penjualan

Kegiatan
Usaha

**)
Pengangkutan/ pengolahan/ Pengangkutan/
Penjualan pemurnian Penjualan

*) Penambangan atau Pengolahan/Pemurnian dapat dilakukan


terpisah
**) Apabila Pengolahan/Pemurnian terpisah, harus kerjasama dengan
pemegang IUP OP Penambangan
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal :
1. Penerbitan IUP/IUPK Operasi Produksi yaitu Kepemillikan serta letak/lokasi wilayah tambang,
pelabuhan dan unit pengolahan, serta faktor lingkungan (dampak kegiatan
2. Penerbitan IUP Khusus Angkut-Jual yaitu lokus/cakupan dari kegiatan angkut-jual
3. Penerbitan IUP Khusus Olah-Murni yaitu asal dari komoditas tambang yang diolah 5
(Pasal 37 dan Pasal 48 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba)

PEMERINTAH PEMERINTAH DAERAH / PEMERINTAH

Wilayah
Kerja BUPATI / WALIKOTA LOKAL BUPATI
dlm Kab/Kota

Wilayah
Kerja GUBERNUR
REGIONAL GUBERNUR
lintas Kab/Kota

Wilayah
Kerja PEMERINTAH
NASIONAL PEMERINTA
lintas Provinsi H

6
PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH
SESAMA KONSESI PERTAMBANGAN

1. Konsesi Pertambangan terdiri dari KP/IUP,


KK, PKP2B
2. Pengaturan tumpang tindih pemanfaatan
lahan pertambangan dalam PP Nomor 23
Tahun 2010
3. Penerapan Asas First Come First Served
4. Rekonsiliasi Data IUP Nasional
5. Koordinasi Penetapan Batas Administrasi
Provinsi/Kabupaten/Kota
7
KOMODITAS TAMBANG LAIN DALAM PP
NOMOR 23 TAHUN 2010
1. Tumpang tindih penggunaan lahan pertambangan antar
komoditas tambang yang berbeda telah diakomodir dalam Ps
44 PP Nomor 23 Tahun 2010
2. Pasal 44 PP No 23/2010:
1. Jika pada lokasi WIUP ditemukan komoditas tambang
lain (non DMP), pemegang IUP memperoleh keutamaan
untuk mengusahakannya
2. Untuk mengusahakannya harus membentuk badan
usaha baru
3. Jika pemegang IUP tidak berminat mengusahakan, maka
pengusahaannya dapat diberikan kepada pihak lain
4. Pihak lain yang akan mengusahakan harus
berkoordinasi dengan pemegang IUP pertama

8
Penerapan asas “first come first served”

 Asas first come first served dikenal dalam Kepmen ESDM


No.1603 Tahun 2003 tentang Pedoman Pencadangan
Wilayah
 Berdasarkan asas first come first served, Pemohon yang
terlebih dahulu mengajukan pencadangan wilayah
pertambangan dan telah memenuhi persyaratan akan
mendapatkan WIUP
 Asas tersebut dapat dijadikan dasar untuk melakukan
penertiban KP/IUP yang tumpang tindih dengan konsesi
pertambangan lainnya
 Sejak berlakunya UU No. 4 Tahun 2009 jo PP No. 23 Tahun
2010, asas tersebut hanya berlaku untuk komoditas
mineral bukan logam dan batuan, sedangkan untuk
komoditas mineral logam dan batubara menggunakan
sistem lelang
 Dasar hukum:
 Ps. 140 ayat (1) UU No. 4 Th. 2009  Menteri melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
 Ps. 112 angka 4 huruf a PP No. 23 Tahun 2010  KP/SIPD/SIPR harus
disesuaikan menjadi IUP/IPR
 Rekonsiliasi nasional data IUP diselenggarakan pada tanggal 3 s.d. 6 Mei
2011 di Hotel Bidakara Jakarta dengan mengundang seluruh gubernur/
bupati/walikota se Indonesia
 Tujuan rekonsiliasi data IUP nasional a.n:
1. Bahan koordinasi untuk penentuan tata ruang sehingga dapat
mengetahui tumpang tindih IUP
2. Optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (iuran tetap, royalti,
penjualan hasil tambang) dari izin usaha pertambangan
3. Mengetahui produksi nasional mineral dan batubara
4. Dasar penentuan pemenuhan kebutuhan domestik (DMO)

10
III. PROSES REKONSILIASI
A. Inventarisasi data IUP
Data IUP yang diperoleh :
1. Data IUP sebelum rekonsiliasi
2. Data IUP setelah rekonsiliasi
B. Verifikasi data IUP
1. Pengecekan silang data yang diperoleh saat rekonsiliasi dengan data yang ada
pada DJMB sebelum rekonsiliasi
2. Verifikasi ada/tidaknya tumpang tindih wilayah, dokumen pendukung (SK yang
diterbitkan sebelumnya)
3. Registrasi IUP yang tidak ada permasalahan tumpang tindih wilayah dan
dokumen pendukungnya lengkap
C. Klasifikasi data IUP
1. Clear and Clean adalah IUP yang tidak ada permasalahan tumpang tindih
wilayah dan dokumen pendukung yang telah diterbitkan sebelumnya lengkap
(ada SK Kuasa Pertambangan, SK Pencadangan Wilayah)
2. Non Clear dan Non Clean adalah IUP yang tidak memenuhi satu atau semua
persyaratan Clear and Clean
PROSES REKONSILIASI DATA IUP
REKONSILISASI
NASIONAL DATA IUP
1

Diperoleh data IUP


secara Nasional
2
Verifikasi dan Klasifikasi
3A data IUP Nasional 3B
berdasarkan dokumen
yang disampaikan
Non Clean and Clear
Clean and clear 1.IUP terbit setelah 30 April 2010
•Tidak bermasalah secara administrasi 2.Tumpang tindih sama komoditi
•Tidak ada tumpang tindih 3.Tumpang tindih beda komoditi
4 3 B. 2 4.Tumpang tindih lintas kewenangan
5.Dokumen pendukung tidak lengkap
WILAYAH 6.Koordinat tidak sesuai dengan SK
7.KP/SIPD yang belum penyesuaian menjadi
IZIN USAHA PERTAMBANGAN IUP
Diselesaikan untuk menjadi
WILAYAH Clean and clear 3 B. 1

USAHA PERTAMBANGAN Berdasarkan 7 kategori


IV. HASIL REKONSILIASI
1. IUP Clear and Clean
IUP Clear and Clean adalah IUP yang wilayah tidak tumpang tindih, ada
SK Kuasa Pertambangan, ada Pencadangan Wilayah, jumlahnya
mencapai 3.904 dengan rincian sebagai berikut :
  Jumlah Total Luas (Ha)
IUP Eksplorasi 1.770 15.173.794
IUP Operasi Produksi 2.134
5.558.200
2. IUP Non - Clear and Clean yang mencapai 4.936 dengan
rincian sbb: Terbit sebelum 1 Mei 2010
  Jumlah
Tumpang Tindih 651
Administrasi 3.363

Terbit setelah 1 Mei 2010


Jumlah
Administrasi 922 Status 28 Juni 2011
IV. HASIL REKONSILIASI
(LANJUTAN)
3. Rekapitulasi IUP Clear and Clean

IUP CLEAR AND CLEAN 3.904


  Jumlah Total Luas (Ha)
IUP Eksplorasi 1770 15.173.794
- Logam 838 4.047.311
- Batubara 845 10.792.809
- Non Logam 26 99.969
- Batuan 61 233.704
     
IUP Operasi Produksi 2134 5.558.200
- Logam 522 1.354.514
- Batubara 651 3.503.001
- Non Logam 138 97.309
- Batuan 823 603.376
Status 28 Juni 2011
V. RENCANA TINDAK LANJUT
1. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk
penyelesaian tata batas administrasi yang menyebabkan tumpang
tindih kewenangan dalam penerbitan IUP dan instansi terkait
lainnya.
2. Menggunakan data IUP yang ada sebagai acuan untuk meminta
kepada pemda dan perusahaan melaporkan kepada KESDM
antara lain hal-hal yang berkaitan dengan : produksi, PNBP,
investasi dan lain-lain.
3. Pemberian penghargaan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota yang
presentase IUP Clear and Clean besar.
4. Perlu dilakukan penertiban IUP yang belum sesuai dengan
ketentuan PP No 23 tahun 2010 dengan pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota.
PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH
PERTAMBANGAN DENGAN SEKTOR LAIN
16

1. Diperkenalkannya konsep WP/WUP sebagai bagian dari


RTRWN dalam UU No. 4 Tahun 2009
2. Penyelesaian tumpang tindih berdasarkan:
 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
 PP No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang
 Perpres No. 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan untuk Penambangan Bawah Tanah
3. Penyelesaian secara business to business dengan
difasilitasi oleh pemerintah/pemda/pihak terkait
4. Fasilitasi penyelesaian tumpang tindih lahan oleh Menko
Perekonomian (Draft Inpres Sikronisasi Pelaksanaan
Tugas Bidang Pertambangan sektor Terkait Lainnya)
Pasal 9 s.d 13 UU Minerba dan PP 22 Tahun 2010

 Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) oleh Pemerintah setelah


berkoordinasi dengan Pemda dan berkonsultasi dengan DPR RI
 Penyelidikan dan Penelitian Pertambangan dilakukan oleh Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota (sesuai kewenangan) dalam rangka
penyiapan WP
 WP terdiri atas:
a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP),
b. Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan
c. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
 WUP, WPR, dan WPN berada dalam Kawasan Peruntukan
Pertambangan yang sesuai dengan RTRW
 Pelimpahan kewenangan (dekonsentrasi) untuk penetapan WUP
Mineral non logam dan batuan kepada Gubernur

17

17
RTRWN

WILAYAH PERTAMBANGAN

Kawasan Lindung Kawasan Budidaya

Kawsn Peruntukkan
Pertambangan
WPN WUP
(dalam hutan lindung dengan
pola penambangan tertutup WUP WPR WPN
sesuai UU 41/1999
dan PP 15 Tahun 2010)

Peruntukkan lain

WP
18
CIRI INDUSTRI PERTAMBANGAN
UU 41/1999 : TTG KEHUTANAN
 Penggunaan kawasan hutan dengan skema Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan (IPPKH)  pengaturan lebih lanjut diatur dalam:
NON RENEWABLE
 Peraturan PemerintahRESOURCES
Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 4 Februari
PADAT TEKNOLOGI
2008 tentang Jenis dan DAN MODAL
Tarif atas Jenis PNBP yang berasal
dari Penggunaan
INVESTASI DENGAN Kawasan Hutan untuk
RESIKO Kepentingan
TINGGI (3-4%)
Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan
PENGEMBALIAN MODAL BERJANGKA PANJANG
 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
(LONG YIELDING)
Penggunaan Kawasan Hutan
SANGAT
 PeraturanTERGANTUNG
Menteri KehutananPASAR DUNIA (PRICE
No. P.43/Menhut-II/2008 tanggal
TAKER)
10 Juli 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
 Penambangan bawah tanah di hutan lindung  diatur lebih
 INVESTASI
lanjut DITENTUKAN
dalam Perpres No. 28 TahunOLEH LOKASI
2011 tentang Penggunaan
KETERDAPATAN
Kawasan Hutan untuk SUMBERDAYA
Penambangan MINERAL
Bawah Tanah ,
TIDAK DAPAT DIRELOKASI
 Larangan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan
konservasi
19
Pokok Pengaturan PPKH
 PPKH untuk kegiatan pertambangan hanya diperbolehkan di Hutan
Lindung dan Hutan Produksi
 Dilarang Tambang Terbuka di Hutan Lindung
 Tambang Terbuka di HL hanya untuk 13 Tambang pada Keppres 41 Tahun
2004
 Pada kawasan hutan yang telah dibebani izin di bidang kehutanan maka
pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan di luar kehutanan, dapat
dipertimbangkan setinggi-tingginya 10 % (sepuluh perseratus) dari luas
areal izinnya atau areal kerjanya.
 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada provinsi yang luas kawasan
hutannya lebih dari 30 % dari luas daratannya dikenakan kompensasi
membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan
Hutan, sedangkan pada provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari
30 % dari luas daratannya dikenakan kompensasi menyediakan lahan
kompensasi atas kawasan hutan yang dipinjampakai.
 Tanpa mengubah fungsi pokok
 Izin pinjam pakai oleh Menteri
 Batasan luas, jangka waktu tertentu, kelestarian lingkungan
PERMOHONAN PPKH
(Eksploitasi Pertambangan, Jalan, Listrik, Telkom, dll),
(Pasal 9)

 Permohonan diajukan oleh Kepala Instansi Pemerintah/Direksi


Perusahaan/Ketua Koperasi Kepada Menteri Kehutanan (Pasal 9 ayat 2)
 Permohonan wajib dilengkapi dengan KK/KP/PKP2B/SIPD/Perizinan/
Perjanjian lainnya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki
perizinan/perjanjian (Pasal 9 ayat 3).

 Persyaratan Permohonan : (Pasal 9 ayat 4)


 Rencana kerja, peta & citra satelit
 AMDAL
 Rekommendasi Gubernur atau Rekomendasi Bupati
 Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan
biaya
 Pertimbangan Teknis Perum Perhutani (khusus Jawa)
 Izin atau perjanjian disektor non kehutanan (KK/KP/SIPD/lainnya)
 Untuk kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh
Propinsi/Kabupaten, diperlukan pertimbangan dari ESDM
Permasalahan
PENERBITAN PERSETUJUAN/PENOLAKAN
PPKH TIDAK DIATUR JANGKA WAKTUNYA
Ps. 14 Permenhut Nomor P.43/Menhut-II/2008 :
1) Dalam hal permohonan PPKH ditolak, Menteri menerbitkan surat
penolakan atas permohonan tersebut;
2) Dalam hal permohonan PPKH disetujui, Menteri menerbitkan
surat persetujuan PPKH yang memuat kewajiban yang harus
dipenuhi pemohon, dalam jangka waktu 2 tahun dan dapat
diperpanjang;
Pasal 22 ayat (1)
IPPKH diterbitkan oleh Menteri setelah dipenuhinya seluruh
kewajiban dalam persetujuan prinsip

s
22
PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN SEBAGAI SALAH SATU JALAN KELUAR
Ps. 76 s.d 83 PP No. 23 Tahun 2010
 Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara apabila
terjadi: [Ps. 76 ayat 1]
1. Keadaan kahar;
2. Keadaan yang menghalangi;
3. Kondisi daya dukung lingkungan
 Yang dimaksud keadaan yang menghalangi antara lain meliputi: “blokade,
pemogokan,.........................dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
diterbitkan oleh Menteri yang menghambat kegiatan usaha pertambangan yang sedang
berjalan”. [Penj. Ps. 76 ayat 1 huruf b]
 Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan tidak mengurangi masa
berlaku IUP [Ps. 76 ayat 2]
 Penghentian sementara karena keadaan yang menghalangi dapat diberikan 1 kali
dengan jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun, jika terkait
permohonan izin dari instansi lain dapat diperpanjang kembali [Ps. 77]
 Penghentian sementara dilakukan oleh Menteri, Gub, Bupati/Walikota sesuai
kewenangan berdasarkan permohonan dari pemegang IUP [Ps. 76 ayat 3]

23
Permasalahan Tata Ruang

PASAL 37 – UU No 26/ 2007

24
Solusi Permasalahan Tata Ruang
CIRI INDUSTRI PERTAMBANGAN
PP NO. 15 TAHUN 2010 ttg
PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG
NON
 RENEWABLE
Lahirnya PP No. RESOURCES
15 Tahun 2010 menjadi
PADAT TEKNOLOGI DAN MODAL
solusi pemanfaatan lahan pertambangan di
INVESTASI DENGAN RESIKO TINGGI (3-4%)
kawasan hutan
PENGEMBALIAN MODAL BERJANGKA PANJANG
 (LONG
Pasal YIELDING)
31 ayat (1) ”Perubahan peruntukan dan
fungsi kawasan
SANGAT hutan PASAR
TERGANTUNG serta penggunaan
DUNIA (PRICE
TAKER)
kawasan hutan berlaku ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan.”
 INVESTASI DITENTUKAN OLEH LOKASI
 Perubahan peruntukan
KETERDAPATAN dan fungsi
SUMBERDAYA kawasan
MINERAL ,
TIDAK
hutan serta DAPAT DIRELOKASI
penggunaan kawasan hutan
mengacu pada UU 41/1999, PP 24/2010 dll
25
LANGKAH2 PEMDA

KK/ PKP2B/
KP
MEMBUKA KONSESI IUP IUP’s
PERTAMBANGAN BARU DENGAN BARU IMPROVED
CARA TENDER

26
Pasal 134 s.d 138 UU Minerba dan PP 23 Tahun 2010

 Hak atas WIUP, WPR, WIUPK tidak meliputi hak atas tanah
permukaan bumi  hak atas IUP/IUPK/IPR bukan merupakan
pemilikan hak atas tanah
 Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat
yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan
 Pemegang IUP/IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan
kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas
tanah (Persetujuan dimaksudkan untuk menyelesaikan lahan-lahan
yang terganggu oleh kegiatan eksplorasi a.n pengeboran, parit uji)
 Pemegang IUP/IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi
wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai
ketentuan peraturan perudang-udnangan
 Pemegang IUP/IUPK OP wajib memberikan kompensasi berdasarkan
kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah 
kompensasi dapat berupa sewa menyewa, jual beli, atau pinjam pakai

27
Pasal 165 UU No. 4 tahun 2009

“Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan
dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana
paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 200 juta”

Memberikan efek jera bagi pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai
dengan UU No 4 tahun 2009:
a.WIUP Mineral logam dan batubara yang seharusnya diberikan secara lelang
namun diberikan ijin dengan permohonan.
b.Memberikan ijin kepada pelaku usaha yang tidak sesuai dengan persyaratan
yang berlaku, al: persyaratan administrasi, persyaratan keuangan, persyaratan
teknis dan persyaratan lingkungan.
c.Memberikan IUP operasi produksi tanpa melewati/memberikan IUP
Eksplorasi.

28
SINKRONISASI REGULASI
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN
LINGKUNGAN HIDUP

29
PERIZINAN LINGKUNGAN
UU Nomor 32 Tahun 2009

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki


AMDAL atau UKL/UPL wajib memiliki izin
lingkungan [Ps. 36 ayat 1]
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gub,
Bup/Walikota sesuai kewenangannya [Ps. 36 ayat 4]
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan [Ps. 40
ayat 1]
Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin kegiatan
dan/atau kegiatan dibatalkan [Ps. 40 ayat 2]
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan
diatur dalam Peraturan Pemerintah [Ps. 41] 30
KETERKAITAN IZIN LINGKUNGAN DENGAN

IZIN USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

Izin lingkungan  syarat untuk memperoleh izin usaha


dan/atau kegiatan
Izin usaha dan/atau kegiatan tanpa izin lingkungan, izin
usaha dan/atau kegiatan dinyatakan BATAL
Jika izin lingkungan dicabut  izin usaha dan/atau
kegiatan dibatalkan oleh pemberi izin
Jika pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan tidak
membatalkan, usaha dan/atau kegiatan  TIDAK SAH

Pasal 19, RPP tentang Perizinan Lingkungan


31
Permasalahan
 Jika izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha (termasuk IUP), maka penerbitan
IUP Eksplorasi untuk logam dan batubara akan terkendala,
mengingat cara untuk mendapatkannya adalah dengan
cara lelang;
 Pemenang lelang WIUP harus mengajukan permohonan
IUP paling lambat 5 hari kerja setelah penetapan
pemenang lelang (Ps. 30 ayat 1 PP No. 23/2010];
 Waktu 5 hari tidak akan cukup untuk melakukan
pengurusan izin lingkungan
 Jika izin lingkungan harus diurus sebelum pengumuman
lelang, maka akan ada banyak perusahaan yang akan
mengurus izin lingkungan padahal hanya 1 perusahaan
yang akan diberikan IUP Eksplorasi
 Jangka waktu penerbitan izin lingkungan tidak diatur
dalam UU No. 32 Tahun 2009 32
SOLUSI (1)

IZIN USAHA PERTAMBANGAN [IUP]



IUP EKSPLORASI
N
UM IKA

S I
UM LID

A
R
E

LO
NY

S P
PE

EK STUDI
KELAYAKA
N
SK
IZIN
KELAYAKAN
LINGKUNGAN
LH
UKL- AMDAL
UPL

 IUP OPERASI
PRODUKSI
33
SOLUSI (2)

PENGAJUAN IZIN LINGKUNGAN


Jangka waktu penerbitan izin lingkungan,
maksimal

21 hari kerja

Jika LEWAT, permohonan izin


lingkungan dianggap DISETUJUI
Pasal 15, RPP tentang Perizinan Lingkungan
34
SOLUSI (3)

MASA BERLAKU IZIN


LINGKUNGAN

SAMA
DENGAN
=
Masa berlaku izin usaha
dan/atau kegiatan
Pasal 18, RPP tentang Perizinan Lingkungan
35
36

Anda mungkin juga menyukai