Anda di halaman 1dari 26

Klasifikasi ajaran islam aqidah

Dosen pembimbing :
Rinaldi, S.Pd.I.,M.Ed.,Ph.D

Disusun Oleh :
1. I s t i a n i ( 2 0 0 1 0 5 1 0 1 7 )
2. I t t a q i A m r i ( 2 0 0 1 0 5 1 0 1 8 )
Aqidah Islamiyah
Kata aqidah adalah bahasa Arab yaitu berasal dari kata „aqadah
- ya‟qidu- „aqidatan¸diIndonesiakan menjadi akidah. Artinya
secara etimologis adalah ikatan atau janji. Secara terminologis
adalah ikatan jiwa dengan Allah SWT, yakni mengakui nahwa tiada
Tuhan selain Allah SWT dalam ungkapan kalimat Laa Ilaa ha
illaulah (Tiada Tuhan yang disembah, kecuali Allah SWT)
sebagaimana QS Muhammad: 19.
Substansi dari „aqidah adalah tauhid yang berarti mengakui
Maha Esa Allah SWT. Akar kata tauhid adalah ahad sebagaimana
dalam QS Al-Ikhlas:1-4. Mengesakan juga bermakna membersihkan
keyakinan tentang adanya kekuasaan yang dapat menandingi atau
mengatasi kekuasaan Allah SWT yang disebut dengan syirik. Hal ini
didasarkan firman Allah SWT dalam QS Ar-Ra‟d: 36 yang
terjemahannya:
“....Katakanlah: „sesunggunya aku hanya diperintah untuk
menyembah Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun
dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan
hanya kepada-Nya aku kembali”.
Keimanan dan Ketawqaan
Iman artinya percaya, menurut istilah, iman adalah
membenarkan dan meyakinkan dengan hati, diucapkan oleh
lisan, dan diamalkan dengan perbuatan.
Takwa menurut bahasa adalah menjaga diri atau berhati-hati.
Sedangkan menurut istilah syari’at, takwa diartikan seorang
hamba menjadikan sebuah benteng bagi dirinya untuk
melindunginya dari kemurkaan Allah dan siksa-Nya.
Keimanan dan ketaqwaan dalam Al-Qur‟an selalu dijelaskan
dalam satu paket ayat, karena sasaran akhir dari keimanan
adalah ketaqwaan, sebagaimana dijelaskan dalam QS Ali Imran:
102 yang terjemahannya adalah:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah SWT
sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
Keimanan dan ketaqwaan juga sebagaimana dalam QS Al-
Baqarah: 177. Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa
ketaqwaan adalah aplikasi keimanan pada tataran perbuatan
yang berfungsi membentuk sikap konsisten melaksanakan
seluruh perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya.
Firman Allah, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluardan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS At
Thalaq: 2-3)
Dan ingatlah bahwa Allah mencintai orang yang bertakwa,
sehingga Allah akan selalu bersamanya dalam keadaan susah
maupun dalam keadaan susah. Sebagaimana janji-Nya, “Maka
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS
At Taubah [9]: 4)
Dan dalam ayat lain dikabarkan, “Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat kebajikan.” (QS An-Nahl [16]:128)
 Ciri-ciri orang bertakwa adalah;

1. Dalam surat Al Baqarah ayat 117, Allah menetapkan


seperangkat ciri-ciri orang yang bertakwa, yaitu: beriman
kepada Allah, beriman kepada hari akhir, beriman kepada
Malaikat, beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan
Allah, beriman kepada para Nabi, memberikan harta kepada
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, para musafir,
peminta-minta dan memerdekan sahaya. Kemudian ciri
berikutnya adalah mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menepati janji, bersabar disaat melarat, menderita dan
pada masa peperangan, jujur dalam segala tindakan baik
perkataan maupun perbuatan.
2. Dalam surat Ali Imron ayat 15-17, Allah memberikan ciri-ciri orang
yang bertakwa, yaitu: selalu mengingat Allah  dengan beriman
kepada-Nya; memohon ampunan dari Allah; selalu berlindung dan
meminta perlindungan dari siksa neraka kepada Allah; bersabar
dalam melaksanakan keta’atan-Nya dan menjauhi keharaman-Nya
dan sabar terhadap takdir Allah yang pahit; berlaku jujur; senantiasa
ta’at dan khusyu; berinfak dan selalu memohon Ampunan Allah  pada
waktu sebelum fajar. Begitu juga dalam Surat Al Baqarah ayat 1-4
terdapat ciri-ciri orang bertakwa, yaitu: beriman kepada yang ghaib;
mendirikan shalat; menginfakkan sebagian rezeki; beriman kepada Al-
Qur’an dan kitab-kitab suci yang ditutnkan sebelmnya dan beriman
serta meyakini adanya Akhirat.
Kualitas Rukun Iman
1.      Iman kepada Allah
Iman kepada Allah adalah mempercayai bahwa Dia itu
Wujud (ada) yang disifati dengan sifat-sifat keagungan dan
kesempurnaan, yang suci dari sifat-sifat kekurangan. Dia
Maha Esa, Maha Benar, Dia tempat bergantung para makhluk,
Maha Tunggal (tidak ada yang setara dengan Dia), Pencipta
segala makhluk, Yang melakukan segala yang dikehendakiNya,
dan mengerjakan dalam kerajaanNya apa yang
dikehendakiNya (al-Nawawi, 2006:41).
2.      Iman kepada Para Malaikat Allah 
Rasulullah SAW bersabda:
‫الجن من مارج من نار و خلق ٰادم م ّما وصف‬
ّ ‫خلقت المالئكة من نور و خلق‬
)‫(رواه مسلم‬ ‫لكم‬
“Malaikat itu diciptakan dari cahaya, dan jin diciptakan
dari nyala api, sedangkan manusia diciptakan dari apa
yang telah diterangkan padamu semua.” (HR. Muslim).
 
Malaikat merupakan makhluk yang senantiasa taat
kepada Allah dan tidak pernah sedikitpun ingkar
kepadaNya. Mereka tunduk dan patuh kepada kekuasaan
Allah serta keagunganNya. Para malaikat itu
melaksanakan segala yang diperintahkan oleh Allah
kepada mereka tanpa terkecuali.
Allah SWT telah berfirman:
)٥٠ ‫(النّحل‬ ‫يخافون ربّهم من فوقهم و يفعلون ما يؤمرون‬
“Mereka (para malaikat itu) takut kepada Tuhan yang
(berkuasa) di atas mereka dan selalu melaksanakan apa
saja yang diperintahkan kepada mereka.” (al-Nahl (16):
50).
3.      Iman kepada Rasul-rasul Allah
Kaum muslimin wajib beriaman kepada para Rasul tanpa
terkecuali, tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan
lainnya. Apabila seseorang telah beriman kepada sebagian Rasul
dan mengingkari sebagian lainnya, maka jelas orang yang demikian
ini tidak termasuk ke dalam golongan orang yang beriman atau
dengan kata lain sudah jelas kekafirannya. Allah SWT telah
berfirman:
“Katakanlah: “Kami beriman beriman kepada Allah dan kepada
apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang
diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak
cucunya, dan kepada apa yang diturunkan kepada Musa dan ‘Isa,
serts spa yang diturunkan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka.
Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, dan
kami berserah diri kepadaNya.” (QS. al-Baqarah(2): 136).
4.      Iman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab yang Allah yang pernah
diturunkan  kepada para rasulNya adalah keharusan yang
mutlak bagi setiap orang yang beriman karena beriman
kepada kitab-kitab Allah itu merupakan salah satu rukun
iman. Pengingkaran terhadap kitab-kitab Allah sama artinya
dengan pengingkaran terhadap para rasul Allah, pengingkaran
kepada para malaikat Allah, bahkan pengingkaran  terhadap
Allah SWT sendiri. Rukun adalah sesuatu yang wajib adanya.
kitab-kitab Allah yang diketahui namanya ada empat macam,
yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an. Iman terhadap kitab-
kitab terdahulu yang diturunkan sebelum al-Qur’an adalah
meyakini bahwa kitab-kitab kitab itu telah dikirimkan
(diturunkan) kepada para rasul, dan semuanya itu diturunkan
oleh Allah SWT yang juga telah menurunkan al-Qur’an kepada
nabi dan rasul terakhir  yaitu Muhammad SAW.
5.      Iman kepada Hari Akhir (Hari Qiyamat)
Iman kepada hari akhir akan membawa manusia pada
suatu keyakinan tentang adanya kehidupan kembali
sesudah berakhirnya kehidupan di dunia ini. Kehidupan
kembali sesudah mati itu merupakan kehidupan yang
kekal dan abadi, di mana hanya ada kehidupan namun
tiada lagi kematian. Kehidupan sesudah mati itulah yang
menjadi tujuan akhir perputaran roda kehidupan dan
penciptaan manusia. Orang yang beriman dengan benar
pasti meyakini bahwa kehidupan dunia dan apa yang ada
di dalamnya akan mengalami kehancuran total (berakhir)
pada suatu hari yang telah ditentukan oleh Allah SWT,
sebagaimana firmanNya:
“Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang
jatuh berserakan, dan apabila lautan meluap, dan
apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa
akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang
dilalaikannya.” QS. al-Infithar (82): 1 – 5).
6.      Iman kepada Takdir
Takdir adalah kata lain dari qadha’ dan qadar yang biasa
digunakan dalam pembicaraan sehari-hari. Beriman kepada
takdir dapat diartikan sebagai menyakini dengan sepenuh hati
adanya ketentuan Allah SWT yang berlaku bagi semua
mahluk. Kesalahfahaman dalam memahami takdir
(qadha’ dan qadar) karena tidak didasari iman dan ilmu yang
benar dapat menyebabkan seseorang tergelincir kepada sikap
hidup dan perilaku yang fatal. Kesalahan umum yang sering
terjadi dalam memahami qadha’ dan qadar, adalah
mengartikan bahwa segala nasib baik dan buruk seseorang
bahkan muslim dan kafirnya manusia telah ditetapkan secara
pasti oleh Allah SWT (Razak, 1982: 165-166), sehingga
manusia tidak ubahnya seperti robot yang tidak memiliki
pilihan sama sekali kecuali sekedar menjalani apa yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT.
Konsep Ketuhanan Dalam Islam
Tuhan adalah Khalik ( yang menciptakan) makhluk-Nya. Dia yang
menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya dari tiada menjadi
ada. Dialah pemilik kerajaan langit dan bumi yang mengatur segala yang
terjadii di langit da di bumi dari „Arsy-Nya (singgasana-Nya)
sebagaimana dalam QS Yunus: 3 yang terjemahannya
yaitu :‟Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit
dan bumu dalam enam masa, kemudia Dia bersemayam di atas „Arsy
untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi
syafa‟at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah
Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran?.
Konsep Ketuhanan Dalam Islam
Tuhan adalah Khalik ( yang menciptakan) makhluk-Nya. Dia yang
menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya dari tiada menjadi
ada. Dialah pemilik kerajaan langit dan bumi yang mengatur segala yang
terjadii di langit da di bumi dari „Arsy-Nya (singgasana-Nya)
sebagaimana dalam QS Yunus: 3 yang terjemahannya
yaitu :‟Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit
dan bumu dalam enam masa, kemudia Dia bersemayam di atas „Arsy
untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi
syafa‟at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah
Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran?.
Fungsi Keimanan Dalam Kehidupan
Keimanan kepada Allah SWT membentuk perilaku tauhid sebagai
aplikasi dari dimensi-dimensi Iman kepada Allah SWT.
Fungsi keimanan kepada kitabullah dalam kehidupan adalah sebagai
berikut:
• Menjadikan Al-Quran sebagai pedoman, pegangan, petunjuk dalam
menjalani kehidupan.
• Memahami bahwa isi kandungan Al-Qur‟an memuat seluruh aspek
kehidupan manusia.
• Membaca Al-Qur‟an karena gaya bahasanya yang indah dan juga
bernilai ibadah.
• Memelihara kesucian dan keaslian Al-Qur‟an karena Al-Qur‟an tidak
dapat ditiru oleh manusia, karena terpelihara sepanjang zaman
keasliannya oleh Allah SWT.
• Manusia dapat mengetahui sejarah perilaku umat-umat terdahulu
semenjak Adam sampai Muhammad sebagai bahan pelajaran dan
perbandingan yang berharga dalam kehidupan.
• Dengan memahami Al-Qur‟an, kehidupan manusia akan terarah,
penuh keteraturan dan ketenteraman untuk mencapai hidup yang
sejahtera dan bahagia di dalam ridha Allah SWT.

Beriman kepada Nabi dan Rasulullah memiliki fungsi dalam kehidupan


yaitu sebagai berikut:
• Menerima pencerahan kebaikan dan peringatan kepada manusia.
• Mendapatkan penjelasan, praktek ajaran Al-Qur‟an.
• Dapat menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan
tauladan dalam segenap aspek kehidupan manusai pada umumnya
dan dalam kehidupan ekonomi pada khususnya karena Rasululah
adalah seorang pemimpin dan juga pedagang.
• Rasul juga bertujuan menyempurnakan akhlak manusia. Oleh itu,
beriman kepadanya berarti kita dapat menyempurnakan akhlak.
Beriman kepada qadha dan qadar baik dan buruk dalam kehidupan berfungsi
sebagai berikut:
a) Manusia tidak akan putus asa jika usahanya tidak berhasil, karena niat beramal
shaleh adlam setiap mengawali usaha telah dinilai satu amal saleh di sisi Allah
SWT, bahkan manusia yang mengimani takdir akan selalu tawakal (melibatkan
Allah dalam setiap usaha).

b) Manusia tidak akan sombong jika usahanya berhasil gemilang karena ia


bersyukur kepada Allah SWT atas keberhasilannya, bahkan manusia tersebut
akan menjadi manusia yang selalu bersyukur kepada Allah SWT setiap ia
berhasil.

c) Dengan beriman kepada hari Akhirat , hidup manusia akan lebih berarti jika
manusia dapat mengahdapi kehidupannya dengan sikap penuh harap, sabar
dan tawakal serta tidak bersifat pesimisme karean takdir itu tidak dapat
diketahui sebelumnya.
Pemeliharaan Iman dari Bahaya
Syirik berarti memperserikatkan  Allah dengan yang lain .Syirik
menurut bahasa terambil dari kata arab syirkun artinya berserikat atau
bersekutu.Dalam kata kerja aktif-transitif ialah as-syaraka artinya
memperserikatkan /mempersekutukan sesuatu .Menurut Imam
Muhammad Abduh (79:94),syirik itu adalah percaya bahwa ada yang
memberi bekas selain Allah dan percaya bahwa ada sesuatu yang
mempunyai kekuasaaan yang mutlak selain Allah. 
Dalilnya dalam Al-Qur’an  yaitu Firman Allah yang bermaksud:
“Bahwasanya, siapa yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
lain, maka sesungguhnya Allah haramkan kepadanya syurga dan tempat
kembalinya ialah ke neraka.”  (Surah al-Ma’idah, ayat 72).
Syirik ini boleh berlaku melalui salah satu daripada tiga keadaan
yaitu:
1. Menerusi i’tiqad seperti meragui atau menafikan kewujudan Allah.
Justru, mana-mana fahaman yang meragui dan menafikan
kewujudan Allah seperti fahaman komunis dan ateis adalah jelas
syirik.
2. Menerusi perbuatan atau amalan tertentu seperti menyembah
patung, berhala, batu, pokok, matahari, bulan bintang atau objek
tertentu. Perbuatan memuja nasib dan meminta nomor rekor di
kubur tertentu atas dakwaan kubur itu keramat juga adalah unsur
syirik. Bahkan ulama menjelaskan perbuatan terlalu memuja dan
mendewakan orang atau pemimpin tertentu juga adalah perbuatan
syirik.
3. Menerusi lidah atau perkataan seperti menghalalkan perkara haram
dan mengaku keluar daripada agama Islam. Termasuk dalam kategori
ini ialah perkataan yang boleh menyebabkan terbatal syahadah
seseorang Muslim.
Dalam Al-Qur‟an dijelaskan bentuk-bentuk syirik yaitu:
• Menyembah selain Allah (QS Al-Anbiya‟: 52) seperti berhala, pohon,
bulan, matahari, bintang, dewa dan lain-lain.
• Menyekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya. Misalnya keyakinan
bahwa Isa Al-Masih adalah anak Tuhan (QS Al-Maidah: 72-73).
• Menjadikan pemimpin-pemimpin agama sebagai Tuhan (QS At-
Taubah: 31).
• Menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan (QS Al-Furqan: 43).
• Keyakinan bahwa hidup di dunia hanya tergantung pada masa
sebagaimana keyakinan kaum dahriyyun/atheis (QS Al-Jatsiyah: 24).
• Sifat Riya dalam beramal shaleh/beribadah.
• Dari Abu Sa‟id Nabi SAW bersabda: “ Maukah kamu aku beritahu
sesuatu yang lebih aku takuti menimpa dirimu dari pada Dajjal yang
merajalela? Mereka menajwab, baiklah! Maka ia (Rasulullah)
berkata: Syirik khafi yaitu seseorang sedang shalat lalu ia perindah
shalatnya karena ia tahu dilihat orang (Ibnu Majah No. 4194).
• Menurut Muhammad bin Abdul Wahab (1979), suatu amal yang
dilakukan karena Allah, kemudian dicampuri dengan riya, kalai riyanya
disingkirkan, maka riya itu tidak membahayakan, tetapi kalau riya
yang datang itu terus menghinggapinya, maka hilanglah nilai amal
yang permulaannya ikhlas karena Allah SWT.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai