Anda di halaman 1dari 45

Surveilans Aktif Rumah Sakit (SARS) dan

Hospital Record Review (HRR)


20 April 2022

Indonesia Country Office


Outline

 Sekilas terkait surveilans dan PD3I


 Penyakit2 PD3I

 Penemuan Kasus PD3I

 SARS
 HRR

Indonesia Country Office


Survei Dampak Pandemi COVID-19 terhadap
Sistem Kesehatan
Service disruptions reported by countries (n=52)
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Routine immunization (outreach) 55% 18%
Dental services 56% 13%
Rehabilitation services 50% 19%
Implementation of planned ITN campaigns 46% 22%
NCD diagnosis and treatment 62% 4%
Implementation of seasonal malaria campaigns 39% 26%
Routine immunization (health facilities) 58% 6%
Implementation of planned IRS campaigns 41% 22%
Family planning and contraception 58% 4%
Treatment for mental health disorders 60% 2%
Cancer diagnosis and treatment 57% 4%
Antenatal care 60% 0%
Sick child services 58% 2%
Management of malnutrition 53% 6%
Palliative services 49% 9%
Malaria diagnosis and treatment 56% 0%
Outbreak detection and control (non-COVID ) 52% 2%
TB case detection and treatment 52% 0%
Facility based births 42% 2%
Partially disrupted
Continuation of established ARV treatment 44% 0%
Urgent blood transfusion services 29% 6% Completely disrupted
Inpatient critical care services 25% 10%
24-hour emergency room/unit services 31% 2%
* includes postnatal care, school-based programmes, elective surgery,
Emergency surgery 29% 0% and medicine supply chains

Others* 18% 9%
Indonesia Country Office Partially disrupted: 5% to 50% of patients not treated as usual
Completely disrupted: more than 50% of patients not treated as usual

6/8/23 Percentage of countries 3


Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I)

Tuberculosis Polio Diphteria

Indonesia Country Office

Pertusis Pneumonia Tetanus Measles


Gambaran Tingkat Penularan Penyakit PD3I
140,000 kematian per tahun
Penyakit Penularan akibat CAMPAK terjadi di dunia.
R0*
CFR 2.2% (tergantung settings)
Campak Airborne 12 - 18 Per tahun 100.000 bayi lahir dengan cacat
Pertussis Airborne bawaan akibat infeksi Rubella di dunia
12 - 17

Rubella Airborne 6-7 Di tahun 2015, 34.000 bayi


Diphtheria Saliva 6-7
meninggal akibat tetanus
Gondongan Airborne 4-7 1 dari 5 kasus Difteri pada anak usia < 5
tahun meninggal per tahunnya
Polio Fecal Oral 5-7
route

Indonesia Country Office


Sejarah Vaksin yang Saat ini Digunakan

Indonesia Country Office


SITUASI GLOBAL DAN NASIONAL

Indonesia Country Office


KLB PD3I Global

Sebaran KLB Campak dan Tren Rubela Global

Indonesia Country Office


Global WPV1 & cVDPV Cases1, Previous 12 Months2

WPV1 cases (latest onset)


Afghani s ta n 4 14-Jan-22
Ma l awi 1 19-Nov-21
cVDPV1 cases (latest onset)
Ma dagas car 10 07-Jan-22
cVDPV2 cases (latest onset)
DR Congo 29 10-Feb-22
Ni geri a 416 25-Jan-22
Somal i a 2 01-Jan-22
Ukra ine 2 24-Dec-21
Ni ger 17 14-Dec-21
Mozambi que 2 10-Dec-21
Yemen 32 06-Dec-21
Senegal 14 27-Oct-21
Ca meroon 3 11-Oct-21
Ethi opi a 6 16-Sep-21
Guinea-Bi s s au 3 15-Jul -21
Afghani s ta n 9 09-Jul -21
Ta ji ki s tan 26 26-Jun-21
Burki na Fa s o 1 09-Jun-21
Li beri a 1 28-May-21
Beni n 2 08-May-21
Pa ki s tan 2 23-Apr-21
South Suda n 1 08-Apr-21
Guinea 1 01-Apr-21
Endemic country
Indonesia (WPV1)
Country Office cVDPV3 case (latest onset)
Is rael 1 12-Feb-22
08/06/23
Excludes viruses detected from environmental surveillance; 2Onset of paralysis 30 Mar. 2021 to 29 Mar. 2022
1
Situasi PD3I Indonesia

Campak dan Rubella masih menjadi penyakit endemik di Indonesia, sesuai dengan hasil rekomendasi Regional Verification Committee (RVC) untuk
Eliminasi Campak dan Rubella yang diselenggarakan pada 27-29 September 2021. Kasus Campak dan Rubela dilaporkan meningkat terutama di
kuartal 3-4 tahun 2021.

Penyakit Difteti juga masih dalam kategori endemik di Indonesia, dan termasuk penyumbang kasus terbanyak di regional Asia Tenggara
sesuai dengan laporan WHO SEARO 2020 (WHO/UNICEF JRF 2020). Terjadi peningkatan Case Fatality Rate (CFR) di tahun 2021 dibandingkan
tahun 2020.

Indonesia, sesuai dengan laporan International Health Regulation (IHR), masuk dalam kategori negara yang rentan untuk terjadi reinfeksi
terhadap virus polio. Indonesia mengalami KLB Polio cVDPV-1 di Papua dan Papua Barat pada tahun 2019 yang mengharuskan pelaksanaan
2 putaran Sub-PIN Polio untuk anak dibawah usia 15 tahun.

Indonesia telah mendapatkan status eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal pada tahun 2016 dan saat ini dalam upaya untuk mempertahankan
status tersebut.

Indonesia Country Office


Kab/Kota Terdampak Difteri Tahun 2021; 96 Kab/Kota di 23 Provinsi
Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Aceh Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Kota Pontianak 1. Kapuas 1. Kota Balikpapan
1. Kota Banda Aceh 1. Kota Kendari Provinsi Gorontalo
2. Kota Singkawang 2. Penajam Paser Utara
2. Aceh Timur 2. Buton 1. Pohuwato
3. Sintang Provinsi Kalimantan Selatan
3. Bireun
4. Sambas 1. Kota Baru
4. Kota Lhokseumawe Provinsi Sulawesi Selatan
5. Mempawah 2. Kota Banjar Baru
5. Nagan Raya 1. Kota Makassar
6. Melawi
7. Bengkayang 2. Luwu Provinsi Maluku
Provinsi Sumatera Utara 8. Kubu Raya 3. Bulukumba 1. Maluku Tenggara Barat
1. Langkat
2. Mandailing Natal Provinsi Papua Barat
3. Kota Medan 1. Kota Sorong
2. Raja Amat
Provinsi Sumatera Barat
1. Kota Pariaman Provinsi Papua
2. Solok Provinsi Lampung 1. Kota Jayapura
3. Kota Padang 1. Lampung Selatan
2. Lampung Utara
Provinsi Riau 3. Lampung Tengah Provinsi Jawa Barat
1. Kota Pekanbaru 4. Lampung Timur 1. Kota Bandung
5. Tulang Bawang 2. Kota Bogor
Provinsi Jambi 3. Bogor Provinsi Jawa Timur : Difteri konfirmasi lab
1. Kota Jambi 4. Cianjur Provinsi Jawa Tengah 1. Gresik 12. Kota Surabaya : Difteri klinis
2. Muaro Jambi 5. Majalengka 1. Sragen 2. Sidoarjo 13. Kota Madiun
Provinsi DKI Jakarta
6. Bekasi 2. Wonosobo 3. Jombang 14. Sampang
Provinsi Sumatera Selatan 1. Jakarta Utara 7. Purwakarta 3. Temanggung 4. Tuban 15. Malang Suspek difteri secara klinis sudah
1. Kota Palembang 2. Jakarta Barat termasuk kasus difteri namun sampel
8. Bandung 4. Kota Semarang 5. Ngawi 16. Nganjuk
2. Empat Lawang 3. Jakarta Selatan tidak diperiksa karena kasus meninggal,
9. Kota Bekasi 5. Kudus 6. Magetan 17. Kota Batu
3. Musi Banyuasin 4. Jakarta Timur atau pasien tidak mampu membuka
10. Kota Depok 7. Blitar 18. Kota Blitar
5. Jakarta Pusat mulut karena kesakitan, atau sampel
11. Bandung Barat 8. Pasuruan 19. Kota Mojokerto
Provinsi Bangka Belitung 12. Indramayu 9. Lumajang 20. Bangkalan diambil namun sudah tidak adekuat
1. Bangka Indonesia Country Office 10. Situbondo 21. Bojonegoro untuk pemeriksaan laboratorium
Provinsi Banten 13. Kota Sukabumi
2. Bangka Tengah 1. Kab Tangerang 14. Karawang 11. Sumenep 22. Lamongan
15. Sukabumi 23. Tulungagung
Peta Sebaran Kasus Campak Konfirmasi Lab dan Rubela Konfirmasi Lab
Indonesia, Week 52 2021
Provinsi Aceh
Provinsi Kalimantan Utara Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Tengah
1. Kota Banda Aceh (R)
1. Kota Tarakan (R) 1. Kota Samarinda (C) 1. Kota Pontianak (C) 1. Kota Banjarmasin (C & R) 1. Kota Kotamobagu (R) 1. Kota Palu (C)
2. Aceh Besar (R)
3. Bireun (C & R) 2. Kutai Kartanegara (C) 2. Sanggau (C & R)
4. Pidie Jaya (R) 3. Kota Bontang (C) 3. Kota Singkawang (R)
Provinsi Riau 4. Penajem Paser Utara (C) Provinsi Sulawesi Barat
5. Aceh Tamiang (C) Provinsi Maluku Utara
1. Kota Pekanbaru (R) 1. Poliwari Mandar (R)
2. Mamuju Tengah (C) 1. Kota Ternate (C)
Provinsi Sumatera Barat 2. Indragiri Hilir (R) 2. Halmahera Barat (C & R)
1. Kota Padang (C) 3. Halmahera Selatan (C & R)
2. Kota Payakumbuh (C & R) Provinsi Bengkulu 4. Halmahera Timur (C)
3. Pasaman (C) 1. Kota Bengkulu (C & R) 5. Pulau Morotai (R)
4. Kota Pariaman (R) 2. Bengkulu Selatan (R)
5. Padang Pariaman (C)
6. Tanah Datar (C)
Provinsi Jambi
Provinsi Sumatera Selatan 1. Kota Jambi (C & R)
1. Ogan Ilir (C) 2. Tanjung Jabung Timur (R)
2. Kota Palembang (C & R) 3. Tanjung Jabung Barat (C & R)
Provinsi Bangka Belitung Provinsi Banten
1. Kota Pangkal Pinang (R) 1. Pandeglang (R)
2. Bangka (R) 2. Kota Tangerang (R)
3. Bangka Selatan (C) 3. Kota Serang (C & R) Provinsi Jawa Tengah
4. Kota Tangerang Selatan (C & R) 1. Kota Salatiga (R) Provinsi Sulawesi Selatan
2. Kota Surakarta (C & R) Provinsi DI Yogyakarta Provinsi Jawa Timur
Provinsi Lampung 1. Tana Toraja (R)
3. Banyumas (R) 1. Kota Yogyakarta (R) 1. Gresik (R)
1. Kota Bandar Lampung (C & R) Provinsi Jawa Barat Provinsi Bali 2. Enrekang (R)
4. Cilacap (R) 2. Kulon Progo (C & R) 2. Sidoarjo (C & R)
1. Kota Bandung (R) 1. Jembrana (C) 3. Barru (C)
Provinsi DKI Jakarta 5. Wonosobo (C & R) 3. Gunungkidul (C) 3. Ponorogo (C) Provinsi Papua Barat
2. Kota Sukabumi (C) 2. Tabanan (C & R) 4. Sidrap (R)
1. Kota Jakarta Pusat (C & R) 6. Tegal (R) 4. Sleman (R) 4. Lumajang (C & R) 1. Raja Ampat (R)
3. Cianjur (R) 3. Badung (C & R) 5. Jeneponto (R)
2. Kota Jakarta Utara (C & R) 7. Brebes (R) 5. Bantul (C & R) 5. Situbondo (C & R) 2. Kaimana (C)
4. Cirebon (C & R) 4. Klungkung (C & R) 6. Luwu Timur (C & R)
3. Kota Jakarta Barat (C & R) 8. Jepara (R) 6. Kota Surabaya (C & R)
5. Garut (R) 5. Gianyar (R) Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Papua
4. Kota Jakarta Selatan (C & R) 9. Blora (C & R) 7. Kota Blitar (C & R)
6. Kota Bekasi (R) 6. Kota Denpasar (R) 1. Kolaka (R) 1. Kota Jayapura (C)
5. Kota Jakarta Timur (C & R) 10. Sukoharjo (R) 8. Kota Kediri (C)
7. Kota Depok (C) 7. Karangasem (C) 2. Muna (R) 2. Yahukimo (R)
6. Kepulauan Seribu (C) 11. Karanganyar (C & R) 9. Kota Batu (C & R)
8. Bandung Barat (C & R) 12. Semarang (C) 10. Kota Mojokerto (R) 3. Kota Kendari (C & R) 3. Lanny Jaya (R)
9. Bandung (C & R) 13. Demak (C) 11. Kota Pasuruan (R)
Indonesia Country Office 132 Kasus campak konfirmasi laboratorium terdapat di 71 Kab/Kota di 25 Provinsi
: Campak (C)
267 Kasus rubela konfirmasi laboratorium terdapat di 84 Kab/Kota di 25 Provinsi
: Rubela (R) Dots are randomly placed within province
APA ITU SURVEILANS DAN PERAN DARI
SURVEILANS

Indonesia Country Office


Permenkes No.45 tahun 2014 : Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan
 Surveilans Kesehatan adalah kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang
kejadian penyakit atau masalah kesehatan
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan
secara efektif dan efisien

Indonesia Country Office


Tujuan Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

1. Tersedianya informasi tentang


situasi/tren/faktor risiko

2. Terselenggaranya kewaspadaan
dini
3. Terselenggaranya investigasi dan
penanggulangan KLB/Wabah

4. Dasar penyampaian informasi

Indonesia Country Office


PERAN SURVEILANS
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan

Verifikasi rumor
Deteksi dini
dari surveillans
 penanganan
dini

ORI/Imunisasi
Indonesia Country Office massal, pemberian
obat pencegahan
SISTEM KEWASPADAAN DINI :
PENEMUAN KASUS DAN RESPON ALERT

Indonesia Country Office


PENEMUAN KASUS PD3I

Indonesia Country Office


c (POLIO)
Poliomyelitis
 Virus Polio: Tipe 1, Tipe 2 (eradikasi), Tipe 3 (eradikasi)

 Gejala awal: seperti flu (demam, lemas), pada 1% kasus dapat menyebabkan
kelumpuhan permanen.
Vaksin Jenis vaksin Perlindungan Jadwal
tOPV (s/d April 2016) Virus dilemahkan 1, 2, 3 -
bOPV Virus dilemahkan 1, 3 1, 2, 3, 4 bulan (interval 4
minggu)
IPV Virus dimatikan 1, 2, 3 4 bulan (1x)
 Surveilans AFP: penemuan kasus lumpuh layuh untuk dibuktikan bahwa
bukan diakibatkan oleh virus Polio  >2/100.000 penduduk <15 tahun

Indonesia Country Office


Acute Flaccid Paralysis (AFP)

 Semua anak berusia <15 tahun dengan


 Kelumpuhan yang bersifat layuh (lemas/flaccid)
 Terjadi secara mendadak (1-14 hari)
 Tidak disebabkan oleh trauma/ruda paksa/kekerasan

(jika ada keraguan, laporkan sebagai kasus AFP!)

Indonesia Country Office


Pengambilan Spesimen

 Spesimen feses/tinja
– 2 spesimen berjarak minimal 24 jam
– 8-10 gram (1 ruas ibu jari orang
dewasa, jika feses encer maka
sekitar 1 sendok makan)
– Sebisa mungkin didapatkan ≤14 hari
setelah onset kelumpuhan

 Pengiriman dalam suhu 2-8⁰ C

Indonesia Country Office


1. Sindrom Guillain Barre DIAGNOSIS PENYAKIT
(SGB) DENGAN GEJALA AFP
2. Myelitis transversa (Pokja Ahli Nas)
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy 13.Periodic Paralysis hipokalemi
5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika (mis:
7. Hipokalemi vincristin)
8. Erb’s paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
9. Food drop paralysis 17.Meningitis
10.Stroke pada anak 18.Miastenia gravis umum
11.Todd’s paralysis 19.Metabolic myopathies
12.Duchene Muscular 20.Herediter Motor and Sensory
Dystrophy Neoropathy (HMSN)
INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila
Indonesia diagnosis
Country Office pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan DD-
nya
Indonesia Country Office
Indonesia Country Office
Campak-Rubela
ak
m p
a
Campak Rubela
Penularan

Kecepatan
Percikan ludah/droplet
kecil
Percikan ludah/droplet kecil

1 kasus menularkan sampai 1 kasus menularkan 4-7


c
penularan 18 orang disekitarnya orang disekitarnya
Gejala awal Demam dan bintik-bintik merah
Mekanisme Melumpuhkan sistem Ibu yang terkena rubella,
kekebalan tubuh (immune 90% menginfeksi janin dalam
amnesia) kandungan
Komplikasi/ Xeroftalmi (penurunan Bayi lahir meninggal, atau Katarak pada janin CRS
Bahaya penglihatan permanen), lahir dengan cacat
pneumonia, diare berat, (congenital rubella
kejang karena infeksi otak syndrome/CRS) -> kebutaan,
bocor jantung, ketulian

Tulang tidak terbentuk


Hidrosefalus sempurna
“Dampak jangka
Indonesia pendek
Country Officekematian, jangka Panjang
kecacatan/berkurangnya kualitas hidup”
Dampak Seumur Hidup Pasien
dan Keluarga dengan CRS
 Bayi dengan cacat bawaan ketulian,
jantung bocor, kebutaan dan gejala
lain karena CRS memiliki risiko tidak
tertangani tinggi.
 Bayi yang lahir dengan CRS masih
mengeluarkan virus dan menularkan
sampai usia >1 tahun (lihat grafik)
 Estimasi kebutuhan (pengobatan,
terapi, pendidikan, dsb) mencapai Rp Grafik 1. Bayi yang lahir dengan CRS bisa menularkan rubella
sampai dengan usia 36 bulan.
60 juta – 700.000 juta per tahun per
kasus (rata-rata negara berkembang)

Indonesia Country Office


Definisi Operasional Suspek Campak untuk
Mendukung Upaya Surveilans
Laporkan sebagai kasus Suspek Campak (2019) jika ditemukan:
 Demam (panas) dan Ruam Makulopapular (bintik-bintik merah)]
 Pada semua usia

Pengambilan spesimen
1. Spesimen serum sebanyak 1 mL (jika memungkinkan pada
periode hari ke-4 s.d 28 sejak onset ruam)
2. Jika menemukan kasus hot case (demam + ruam + salah satu
dari gejala batuk/pilek/konjungtivitis) maka dapat ditambah
swab orofaring/tenggorokan dengan media VTM.

Indonesia Country Office


Epidemiologi : Difteri
 KLB besar terjadi di Eropa pada PD-2 dengan 1 juta
kasus dan 50.000 kematian.
 Sebelum ditemukannya ADS, CFR-nya bisa 50%
(sesudah akhir tahun 1940-an)
 Setelah adanya vaksinasi yang luas, jumlah kasus
turun >90%
 Regional SEARO berkontribusi 55-99% dari total
kasus yang dilaporkan per tahun
 Insidensi kasus shifted ke usia yang lebih tua (>15
tahun)
 Mayoritas kasus tidak divaksinasi atau tidak lengkap

Indonesia Country Office


Difteri
 Suspek Difteri: gejala-gejala demam, sakit menelan, dan
pseudomembran putih keabu-abuan, yang tidak mudah
lepas dan mudah berdarah.
 Spesimen : swab menggunakan media Amis
 Kasus Konfirmasi:
a. Kasus suspek dengan hasil laboratorium positif

b. Kasus hubungan epidemiologi: kasus suspek yang ada hubungannya


dengan kasus laboratorium positif.

 Carrier/pembawa: kontak kasus yang tidak menunjukkan


gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium positif.
 KLB Difteri: SATU kasus dengan hasil laboratorium positif
ATAU jika ditemukan suspek difteri yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus kultur positif

Indonesia Country Office


Pencegahan dan Pengendalian

 Prinsip dasar
– Pencegahan primer : vaksinasi
– Pencegahan sekunder : investigasi cepat untuk
menemukan kontak erat agar segera
mendapatkan tindakan (obat
pencegahan/profilaksis dan pemberian imunisasi)

 Kekebalan tubuh  IgG difteri


– Target >1.0 IU/mL perlindungan jangka Panjang
– Infeksi alami jarang dapat meningkatkan IgG pada
level “long term protection” sehingga harus
dilengkapi setelah sembuh.

Indonesia Country Office


Pemberian Imunisasi :
Eritromisin Dosis Lama SUSPEK DIFTERI
Usia <5 tahun DPT-Hb-Hib
Anak 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis Usia 5-<7 tahun DT
7 hari TATALAKSANA Usia ≥7 tahun Td
Dewasa 4x500 mg/hari
KONTAK ERAT

KEMOPROFILAKSIS/ Evaluasi status


OBAT PENCEGAHAN imunisasi

Pengawasan minum obat


pada: ≥3 dosis, atau ≥3 dosis, atau
<3 dosis atau
- Hari ke-1 : awal minum dosis terakhir dosis terakhir
tidak diketahui
obat >5 tahun <5 tahun
- Hari ke-2 : memastikan 2
hari pertama minum obat <1 tahun: lengkapi Berikan 1 dosis - Anak yang
secara adekuatkuman imunisasi dasar (3) imunisasi belum dapat
mulai mati 1-6 tahun: difteri ulangan dosis ke-4,
- Hari ke-7: ketaatan minum imunisasi dasar (3) berikan
obat sampai selesai dan lanjutan - Anak yang
Pengawasan efek samping ≥7 tahun: 3 dosis sudah dapat
interval 0-1-6 dosis ke-4:
Jika timbul gejala tidak perlu
*pertimbangan lain (misal tidak ada catatan, KLB:
difteri, rujuk fasyankes semua kontak erat diberikan 1 dosis imunisasi difteri
PERAN DARI TENAGA KESEHATAN DALAM
PENEMUAN KASUS

Indonesia Country Office


*harus disampaikan
PENEMUAN KASUS nomer kontak yang bisa
dihubungi (minimal 2
nomer untuk back-up):
1. Surveilans Kab/kota
PD3I 2. Surveilans Provinsi
3. Surveilans
Puskesmas/RS

MASYARAKAT PUSKESMAS RUMAH SAKIT


• Sosialisasi di masyarakat: • Sosialisasi: dokter, • Sosialisasi: dokter spesialis,
pertemuan-pertemuan perawat, bidan, MTBS, dokter umum, bangsal anak,
masyarakat. poli gizi, UGD. bangsal saraf, poli
• Informer/pelapor-pelapor baru: anak/dewasa/saraf, fisioterapi,
• Pelaporan rutin melalui
pendeta, tokoh adat, kader, UGD.
kepala kampung, dukun bayi, SKDR • Surveilans aktif rumah sakit
klinik dokter/perawat/bidan, • Terintegrasi dengan (SARS)dinkes dan RS
klinik tukang pijat dsb. promkes, imunisasi dll. • Hospital record review : review
rekam medis
Indonesia Country Office
Surveilans Aktif Rumah Rumah Sakit

 Prioritas kegiatan penemuan di Rumah Sakit


– Asumsi kasus kelumpuhan akan dibawa berobat ke RS
– Kasus-kasus Difteri akan dirawat di RS
– Kasus-kasus campak (morbili) yang mungkin datang ke
poliklinik RS dan pada kasus berat akan dirawat di RS
– Memantau diagnosis yang berhubungan dengan komplikasi
penyakit campak seperti pneumonia dan diare dengan
dehidrasi sedang/berat

 Tujuan
– Penemuan kasus
– Sensitisasi petugas/tenaga Kesehatan di RS untuk selalu
ingat untuk melaporkan kasus

Indonesia Country Office


Surveilans Aktif Rumah Sakit (SARS)

 Rumah Sakit Pemerintah,  Frekuensi:


Swasta, TNI/POLRI – Setiap hari untuk petugas RS
(menyampaikan jika menemukan
 Lokasi penemuan kasus kasus di hari tersebut)
1. Bangsal anak (prioritas), – Setiap minggu oleh petugas Dinas
bangsal dewasa/syaraf Kesehatan (atau disesuaikan dengan
prioritas rumah sakit)
2. Poliklinik
anak/syaraf/peny.dalam  Pelaksana :
3. Unit Fisioterapi/Rehab Medis – Petugas surveilans Dinas Kesehatan
4. UGD Kabupaten/Kota
– Focal point/contact person di RS

Indonesia Country Office


Langkah-Langkah SARS

Langkah-Langkah:

1. Menentukan RS (milik pemerintah, swasta, TNI/Polri), lakukan pendekatan.

2. Menentukan tempat yang merawat anak usia <15 tahun (bangsal anak, poli
saraf, poli rehab medik/fisioterapi, poli anak dll)

3. Frekuensi: Petugas RS (setiap hari), Dinas Kesehatan (mingguan, atau


tergantung prioritas)

4. Catat nomer-nomer penting, bawa media KIE untuk edukasi/sensitisasi

5. Mencatat hasil SARS: menemukan diagnosis yang mungkin memiliki gejala


PD3I yang perlu dilaporkan, paraf pada buku rekapan medis, “zero
reporting”

6. Diskusikan dengan dokter jika menemukan kasus

Indonesia Country Office


Indonesia Country Office
Indonesia Country Office
Hospital Record
Review (HRR)
 Tujuan: untuk mengevaluasi kegiatan surveilans AFP dan
surveilans PD3I , dan mengukur seberapa sensitive
sistem surveilans di RS

 Lakukan pada RS yang selama waktu yang ditentukan


tidak melaporkan kasus

 Cara: review catatan medik/register/SIMRS/Simpus di


seluruh unit RS yg menerima anak <15 th. ( bangsal anak,
syaraf, poli anak & syaraf, peny dalam, fisioterapi & UGD)

 Menggunakan kata kunci diagnosis banding atau kode


ICD-10

Indonesia Country Office


Langkah-Langkah Melakukan HRR

1. Lihat buku register pasien, bisa di poli/bangsal/rekam medis.

2. Pengecekan secara teliti,


a. Diagnosis banding untuk setiap penyakit
b. Menyerahkan kode ICD-10 untuk dapat dicarikan rekapannya di rekam medis.

3. Jika menemukan, cari status lengkap dari pasien.

4. Konsultasikan dengan DPJP/Dokter yang memeriksa, untuk


memastikan diagnosis (AFP atau bukan)
5. Catat dalam formulir HRR

Indonesia Country Office


Indonesia Country Office
Integrasi Petugas Surveilans dengan Poli/UGD

Jika teridentifikasi memiliki


Gejala Suspek
Campak/AFP/Difteri

Arahkan untuk pengambilan


spesimen

Hubungi petugas surveilans


Puskesmas/Rumah Sakit

Edukasi kepada pasien/orang


tua/wali pasien
Investigasi/PE
Indonesia Country Office
Bagaimana Jika Menemukan
Kasus Pada Saat SARS dan HRR (1)
Kasus AFP
Kelumpuhan ≤ 14 Isi FP-1, Ambil 2 Spesimen
hari Tinja

Kelumpuhan >14 Isi FP-1, Ambil 2 Spesimen


hari - 2 bulan Tinja, KU60, Resume Medis

Kelumpuhan >2
Isi FP-1, KU60, Resume Medis
bulan
Indonesia Country Office
Bagaimana Jika Menemukan
Kasus Pada Saat SARS dan HRR (2)
Kasus Demam dan Ruam Makulopapular
 Jika onset (awal gejala) ruam masih <7 hari : isi MR-1 (formulir
investigasi), ambil spesimen serum, dan jika memiliki gejala tambahan
(batu, pilek, konjungtivitis/mata merah) maka dapat diambil juga
spesimen swab atau urin.
 Jika onset (awal gejala) ruam masih <28 hari : isi MR-1 (formulir
investigasi), lakukan pengambilan spesimen serum
 Jika onset (awal gejala) ruam sudah >28 hari : isi MR-1

Indonesia Country Office


TERIMA KASIH

Indonesia Country Office

Anda mungkin juga menyukai