Anda di halaman 1dari 95

PPO

K Kelompok 2

Preseptor : dr.Deddy Herman, Sp.P(K)FCCP,


FAPSR, MCH, FISR
BAB I
PENDAHULU
AN
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Penyakit paru kronik dengan karakteristik
adanya hambatan aliran udara di saluran napas
yang
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya
PPOK

Lebih dari 3 juta orang


meninggal karena
penyebab PPOK pada tahun 2012
utama yang menyumbang 6%
kematian ke-4 dari semua kematian di
di dunia seluruh dunia .
Perburukan
Morbiditas dan mortalitas Eksaserbasi Perburukan
gejala berulang- fungsi paru
variasi
harian
normal
Tujuan Penulisan
• Memahami dan menambah pengetahuan tentang PPOK

Batasan Masalah
• Case report ini akan membahas mengenai kasus PPOK

Metode Penulisan
• Pemeriksaan Fisik pasien, data rekam medis, tinjauan Pustaka
yang mengacu pada berbagai literatur, buku teks dan artikel ilmiah
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi

PPOK  penyakit multikomponen  hipersekresi mukus,


penyempitan jalan napas, dan kerusakan alveoli paru-paru
Faktor Resiko

1. Asap Rokok

2. Paparan Pekerjaan

3. Polusi Udara

4. Infeksi Berulang Saluran Respirasi

5. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK

6. Defisiensi α1 Antitrypsin
Patofisiologi
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
• Barrel chest
● Pada PPOK dini jarang ditemukan • Sela iga melebar
kelainan pada pemeriksaan fisik. • Penggunaan otot bantuan nafas
● Pada PPOK lanjut  pursed lip
Palpasi
breathing.
● Pada pemeriksaan fisik paru dapat • Terasa pembesaran sela iga
• Fremitus melemah
ditemukan:
Perkusi
Pada emfisema hipersonor,
batas jantung mengecil
letak diafragma rendah
hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
Suara napas vesikuler normal/ melemah
rhonki/ wheezing
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh.
Pemeriksaan Rutin

Spirometri
• Berdasarkan GOLD, obstruksi terjadi apabila VEP1/ KVP <70%

Uji Bronkodilator
• Bronkodilator inhalasi  4-8 hisapan (dosis 400-800 ug
salbutalmol)  15-20 menit  nilai VEP1/ APE.
• PPOK, nilai VEP1 <12% setelah pemberian bronkodilator.
Laboratorium Darah
• Pemeriksaan labor darah lengkap dan AGD diperlukan pada pasien
PPOK untuk membantu menegakkan diagnosis.
Foto Thoraks
• Pada emfisema  hiperinflasi, hiperlusen, sela iga melebar,
ruang retrosternal melebar, diafragma melebar, dan jantung
menggantung (jantung pendulum/ tear drop/ eye drop).
• Pada bronkitis kronik, foto thoraks dapat normal/ dapat
ditemukan peningkatan corakan bronkovesikuler pada 21%
kasus.
EKG
• Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P
pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
Pemeriksaan Penunjang
Uji Latih Kardiopulmoner
• Dapat dilakukan dengan treadmill test dan uji jalan 6 menit.

Uji Provokasi Bronkus


• Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus
derajat ringan.
Echokardiografi:
• Untuk menilai fungsi jantung kanan.

Bakteriologi
• Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola
kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.
Kadar α-1-AT
• Kadar α-1-antitripsin rendah dapat ditemukan pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda).
Diagnosis PPOK membutuhkan pemeriksaan perbandingan VEP1 post-
bronkodilator dan KVP dengan hasil kurang dari 0,7 dan selanjutnya
dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan keparahan PPOK berdasarkan
persentase VEP1 yang diprediksi.
Penilaian sesak napas yang dialami oleh pasien dapat menggunakan kuisioner Modified
British Medical Research Council (mMRC). Kuisioner mMRC berhubungan erat dengan penilaian
status kesehatan pasien dan dapat memprediksi risiko mortalitas pasien. Namun, akhir-akhir ini,
penilaian PPOK tidak sekedar melalui sesak napas saja sehingga kriteria COPD Assesment Test
(CAT) dan The COPD Control Questionnaire (The CCQ) digunakan.
Pengelompokan pasien PPOK berdasarkan atas gejala, klasifikasi spirometri,
dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi). Pengobatan pasien PPOK
didasarkan pada pengelompokan ini. Gejala diukur berdasarkan skor mMRC atau
CAT.
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
Edukasi

● Edukasi
○ pengetahuan dasar PPOK
○ obat yang digunakan untuk menatalaksana PPOK (dosis, cara pemakaian, manfaat, dan efek
samping)
○ cara pencegahan perburukan penyakit
○ smoking cessation (disampaikan pertama kali diagnosis ditegakkan),
○ penyesuaian aktivitas
○ pengenalan tanda eksaserbasi akut (batuk/ sesak bertambah, sputum bertambah dan perubahan
warna pada sputum).
Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi
risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit. Strategi untuk berhenti
merokok adalah 5A, yakni:
a. Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Advise (Nasihati)
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c. Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30 hari ke depan).
d. Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling
praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
e. Arrange (Atur)
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
Obat-obatan

Bronkodilator
• Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan dalam bentuk inhalasi.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat kerja lama (long acting).
Golongan Antikolinergik
• Antikolinergik kerja singkat digunakan pada PPOK derajat ringan
sampai berat, disarnping sebagai bronkodilator juga mengurangi
sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari). Tiotropium yang diberikan
jangka panjang terbukti mengurangi frekuensi eksaserbasi
Golongan β-2 agonist
• Golongan β-2 agonist kerja singkat bentuk inhaler digunakan untuk
rnengatasi sesak napas dan peningkatan jumlah penggunaannya dapat
digunakan sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Penggunaan
bronkodilator kerja singkat (SABA) secara reguler dan saat diperlukan
akan mernperbaiki VEP dan gejala. Penggunaan bronkodilator kerja lama
(formoterol dan salmeterol) secara bermakna akan memperbaiki VEP,
volume paru, sesak napas, kualitas hidup, dan angka eksaserbasi.
Kombinasi Golongan Antikolinergik dan β-2 Agonis
• Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda dan efek samping
yang Iebih sedikit. Selain itu, penggunaan obat kombinasi Iebih
mempermudah pasien.
Golongan Xanthin
• Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Sediaan bentuk
tablet biasa atau puyer digunakan untuk mengatasi sesak napas dan
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Antiinflamasi
• Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut. Dapat diberikan dalam bentuk
oral atau injeksi intravena yang berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi. Obat yang dipilih adalah metilprednisolon atau prednison.
Penambahan kortikosteroid inhalasi jangka panjang direkomendasikan
pada PPOK derajat berat dan sangat berat serta eksaserbasi yang tidak
bisa dikontrol dengan bronkodilator kerja lama.
Antibiotik
• Hanya diberikan jika terdapat eksaserbasi. Pemberian azitromisin 250 mg/ hari atau
3x500 mg/ minggu atau eritromisin 2x250 mg/ hari selama 1 tahun pada pasien yang
rentan mengalami eksaserbasi akut dapat menurunkan risiko eksaserbasi akut.
Antioksidan
• Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik
• Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutarna pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous
(misalnya ambroksol, erdostein dan carbocystein).
Antitusif
• Tidak memberikan manfaat pada pasien PPOK.

Phosphodiesterase-4 Inhibitor
• Diberikan kepada pasien Kelompok C atau D yang
telah mendapat inhalasi kortikosteroid, tetapi belum
memberikan hasil yang optimal. Phosphodiesterase-4
inhibitor (roflumilast) dapat mengurangi eksaserbasi
pada pasien yang telah mendapatkan LABA.
KOMPLIKASI
DISFUNGSI OSTEOPOROSI
OTOT PPOK dapatS
menyebabkan
Kelemahan otot rangka  penurunan kapasitas pasien kekurangan gizi dan
latihan fungsional, gangguan kualitas hidup, dan berkurangnya waktu yang
peningkatan mortalitas. dihabiskan di luar ruangan

PENYAKIT GANGGUAN KOGNITIF &


KARDIOVASKULAR SYARAF
Disfungsi vaskular, aktivasi neurohumoral, inflamasi Neuropati perifer dan kram otot
sistemik, dan hiperinflasi.
Perburukan fungsi kognitif dan memori
Inflamasi sistemik pada PPOK  aterosklerosis. Depresi dan ansietas

Hiperinflasi akan mengurangi pengisian jantung 


hipertrofi ventrikel kanan atau cor pulmonale.
PROGNOSIS
BODE (Body Mass Index, Airflow Obstruction, Dyspnea, dan Exercise Capacity)
Nilai BODE dapat dihitung dengan cara berikut.
a. Indeks Massa Tubuh (body mass index/BMI) Survival rate 4 tahun berdasarkan total
● Di atas 21 kg/m2: 0 poin jumlah poin variabel BODE diatas adalah
● Di bawah 21 kg/m2: 1 poin sebagai berikut:
b. Airflow Obstruction (FEV1) ● 0-2 poin = 80%
● <65%: 0 poin
● 50-64%: 1 poin ● 3-4 poin = 67%
● 36-49%: 2 poin ● 5-6 poin = 57%
● <35%: 3 poin ● 7-10 poin = 18%.
c. Dyspnea
● Sesak napas dirasakan bila melakukan aktivitas berat: 0 poin
● Sesak napas dirasakan saat berjalan di daerah tanjakan: 0 poin
● Sesak napas dirasakan saat berjalan di atas dataran yang rata, pasien merasa harus
berhenti sesekali karena sesak napas: 1 poin
● Sesak napas dirasakan setelah berjalan beberapa menit: 2 poin
● Pasien tidak bisa meninggalkan rumah karena merasa sesak napas: 3 poin
d. Tes Jalan 6 Menit
● Pasien dapat berjalan sejauh lebih dari 350 meter: 0 poin
● Pasien dapat berjalan sejauh 250-349 meter: 1 poin
● Pasien dapat berjalan sejauh 150-249 meter: 2 poin
● Pasien hanya dapat berjalan <149 meter: 3 poin
BAB III
LAPORAN
KASUS
Identitas Pasien
● Nama : Tn. Z
● Umur : 72 tahun
● Jenis kelamin : Laki-laki
● No. RM : 372211
● Status Perkawinan : Menikah
● Agama : Islam
● Pekerjaan : Tidak bekerja
● Suku : Minang
● No. Telepon : 0812xxxxxxxx
● Tanggal Pemeriksaan : 11 April 2023
“Sesak napas yang semakin meningkat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.”

KELUHAN UTAMA
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
● Sesak napas sejak 1 minggu yang lalu, semakin meningkat sejak 1 hari yang
lalu, meningkat dengan aktivitas, bersifat hilang timbul, dan tidak disertai bunyi
menciut. Riwayat sesak sudah dirasakan sejak 15 tahun yang lalu bersifat hilang
timbul. Sesak juga dirasakan oleh pasien saat menaiki tangga. Pasien juga merasa
napasnya seperti terengah-engah.

● Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit bersifat hilang timbul dan
terjadi sepanjang hari. Batuk berdahak warna putih dan sulit dikeluarkan.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
●Batuk berdarah tidak ada, riwayat batuk berdarah tidak ada.
●Nyeri dada dirasakan saat batuk, tidak menjalar.
●Demam saat ini tidak ada, riwayat demam tidak ada.
●Keringat malam tidak ada.
●Nafsu makan berkurang ada. Selama 3 bulan ini, pasien hanya menghabiskan ½
porsi makan biasa.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
●Penurunan berat badan ada, dari 55 kg ke 50 kg (9%) dalam 3 bulan terakhir.
●Mual dan muntah tidak ada.
●Edema pada kaki saat ini tidak ada, riwayat edem pada kaki ada.
●BAB warna, konsistensi, dan frekuensi biasa.
●BAK warna, jumlah, dan frekuensi biasa
RIWAYAT RIWAYAT
PENYAKIT PENGOBATAN
DAHULU
● Riwayat penyakit jantung ada,
SEBELUMNYA
Konsumsi digoxin 0,25 mg dan
kontrol rutin dengan dokter.
● Riwayat TB sembuh tahun 2013. furosemide 40 mg.
● Riwayat tekanan darah tinggi
tidak ada.
● Riwayat penyakit gula tidak ada.
● Riwayat keganasan tidak ada.
● Riwayat asma tidak ada.
● Riwayat alergi terhadap obat
dan/atau makanan tidak ada.
RIWAYAT RIWAYAT
PENYAKIT KEBIASAAN, SOSIAL,
KELUARGA
● Riwayat penyakit jantung tidak ada. DAN
● Pasien PEKERJAAN
merokok sejak 50 tahun yang lalu,
● Riwayat konsumsi obat 6 bulan tidak sebanyak 48 batang per hari, dan telah berhenti
ada. merokok sejak 10 tahun terakhir (bekas perokok
● Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada. dengan IB berat).
● Riwayat penyakit diabetes melitus tidak ● Pasien tinggal di rumah permanen, lantai tidak
ada. ada yang retak, ventilasi udara dan pencahayaan
● Riwayat keganasan tidak ada. cukup baik, serta tidak ada sumur galian.
● Riwayat asma tidak ada. ● Pasien memasak dengan menggunakan kompor
gas.
● Riwayat alergi terhadap obat dan/atau ● Saat ini pasien tidak bekerja.
makanan tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
KU Kes TD HR RR T BB TB

Sedang CMC 115/64 mmHg 84x/menit 17x/menit 36,7C 50 kg 165 cm

Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah rontok


Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks
cahaya +/+
Leher : Inspeksi: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran
regio colli, terdapat benjolan di regio supraklavikula, dengan bentuk bulat,
konsistensi lunak, dan diameter 5 cmx5cm.
PEMERIKSAAN FISIK
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
Perkusi : Batas jantung kanan : linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC IV
Batas jantung atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : S1-S2 normal, reguler, murmur(-), gallop (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Paru Depan (Dada)
Inspeksi : Statis : barrel chest, sela iga melebar
Dinamis : pergerakan dinding dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor pada kedua lapangan paru
Peranjakan paru hepar : RIC 6-8 linea mid klavikula dextra
Peranjakan paru lien : RIC 6-8 linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada rhonki, terdapat wheezing di kedua lapangan
paru
PEMERIKSAAN FISIK
Paru Belakang (Punggung)
Inspeksi : Statis : barrel chest, sela iga melebar
Dinamis : pergerakan dinding dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada rhonki, terdapat wheezing di kedua lapangan
paru
PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen :
Inspeksi : distensi tidak ada, vena kolateral tidak ada, dan tidak tampak membucit
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak ada
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, crt < 2 detik, tidak ada edema ekstremitas 
PEMERIKSAAN LABORATORIUM (01/12/22)

● Hemoglobin : 12,9 g/dl ● SGOT : 14 U/l


● Leukosit : 6.800/mm3 ● SGPT : 12 U/l
● Trombosit : 180.000/mm3 ● Ureum darah : 45 mg/dl
● Hematokrit : 38,9% ● Kreatinin : 1,36 mg/dl
● Natrium : 139,6 mmol/l ● GDS: 99 mg/dl
● Kalium : 4,35 mmol/l
● Klorida : 107,2 mmol/l
Kesan: kreatinin meningkat
PEMERIKSAAN
RONTGEN
THORAX

Kesan : emfisema thorak, bekas TB.


EKG

- Kalibrasi 10 mm/s dengan speed 25 m/s


- HR: 78 x/menit (sinus rhythm)
- Tidak ada deviasi axis
- Gelombang P normal
- PR interval 0,12 s (normal)
- Durasi QRS 0,08 s (tidak prolonged/narrow)
- Tidak ada gelombang Q patologis
- ST-T changes tidak ada
- Tidak ada LVH dan RVH
- QTc 365 msec (normal)
DIAGNOSIS

DIAGNOSIS KERJA

PPOK dengan eksaserbasi akut pupulasi E.


 

DIAGNOSIS BANDING
SOPT
Ca Paru
Asma
Bronkiektasis
RENCANA PENGOBATAN DAN
PEMERIKSAAN
•Pro serologi sputum
•IVFD asering 1 kolf/24jam
•O2 nasal kanul 3 liter/menit
•Inj. ceftriaxone 1x2 gram
•Inj. terbutalin 3x0,4 cc
•Inj. furosemide 1x1 amp
•Nebu kombinasi salbutamol dan ipratropium bromida 2x1
•Tioproprium bromide 1x2 puff
RENCANA PENGOBATAN DAN
PEMERIKSAAN
• Indocaterol 1x1 puff
• Warfarin 1x2 mg p.o.
• Mecobalamin 1x500 mg p.o.
• Cetrizine 1x10 mg p.o.
• Antasid 2x1 p.o
• Syr erdosteine 2x10 ml p.o.
• Levofloxacin 1x750 mg p.o.
RENCANA PENGOBATAN DAN
PEMERIKSAAN
Komplikasi
Cor pulmonale chronic

Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

Quo ad sanationam : Malam


BAB IV
DISKUSI
PASIEN
Seorang pasien laki-laki berusia 72 tahun dirawat di RSUD Dr.
Achmad Mochtar dengan diagnosis PPOK dengan eksaserbasi akut
pupulasi E berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
LITERATUR
- Pasien laki-laki berdasarkan epidemiologi lebih berisiko mengalami
PPOK pada data Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan
bahwa prevalensi PPOK sebesar 11,8% pada laki-laki, dan 8,5%
pada perempuan.
- Faktor risiko merupakan penyebab utama dari berbagai partikel gas
yang noxius atau berbahaya merupakan asap rokok, kebiasaan
merokok merupakan faktor risiko utama dalam terjadinya PPOK.
PASIEN
Pasien datang dengan keluhan utama sesak sejak meningkat sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit.
LITERATUR
- Hambatan aliran udara yang progresif memburuk adanya suatu
proses peradangan atau inflamasi yang kronik dan perubahan
struktural pada paru.
- Dampak partikel noxius dapat berupa rusaknya dinding alveolus.
PASIEN
Sesak napas sejak 1 minggu yang lalu, semakin meningkat sejak 1 hari
yang lalu, meningkat dengan aktivitas, bersifat hilang timbul, dan
tidak disertai bunyi menciut. Riwayat sesak sudah dirasakan sejak 15
tahun yang lalu bersifat hilang timbul. Sesak juga dirasakan oleh
pasien saat menaiki tangga. Pasien juga merasa napasnya seperti
terengah-engah.
LITERATUR
- Hambatan aliran udara yang progresif memburuk adanya suatu
proses peradangan atau inflamasi yang kronik dan perubahan
struktural pada paru.
- Dampak partikel noxius dapat berupa rusaknya dinding alveolus.
PASIEN
Pasien datang dengan keluhan utama sesak sejak meningkat sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit.
LITERATUR
- Sesak napas yang dialami oleh pasien PPOK cenderung
mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu, berlangsung
sepanjang hari, terkadang disertai mengi.
- Sesak napas juga dipengaruhi oleh aktivitas, seperti berjalan,
menaiki tangga, bahkan saat merapikan kasur.
- Sesak napas juga dapat dijelaskan pasien, seperti semakin sulit
untuk bernapas, terengah-engah, atau ”air hunger”
PASIEN
Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit bersifat hilang
timbul dan terjadi sepanjang hari. Batuk berdahak warna putih.
LITERATUR
- Batuk diawali oleh peranan radikal bebas mempunyai peranan
besar dalam menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru
- Produksi mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta
menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu
siklus yang menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus.
Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk kronik yang produktif.
PASIEN
Nyeri dada dirasakan saat batuk, tidak menjalar. Terdapat riwayat
edema pada ekstremitas bawah.
LITERATUR
- Respon inflamasi dan obstruksi jalan napas menyebabkan
kerusakan jaringan paru dan dapat menyebabkan keterbatasan
aliran udara dan gangguan pertukaran gas.
- Hipertensi pulmonal dapat terjadi karena vasokonstriksi difus
akibat hipoksemia.
LITERATUR
- Peristiwa patofisiologis awal dalam produksi cor pulmonale adalah
peningkatan resistensi pembuluh darah paru. Ketika resistensi
meningkat, tekanan arteri pulmonalis meningkat, dan kerja
ventrikel kanan meningkat yang menyebabkan pembesaran
ventrikel kanan. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan adalah nyeri
dada dan edema pada ekstremitas bawah.
PASIEN
Nafsu makan berkurang ada. Selama 3 bulan ini, pasien hanya
menghabiskan ½ porsi makan biasa dengan penurunan berat badan
dari 55 kg ke 50 kg (9%) dalam 3 bulan terakhir.
LITERATUR
- Selama penyakit akut dengan peradangan, kebutuhan energi
meningkat yang dapat mengakibatkan malnutrisi terkait penyakit.
- Respons inflamasi juga dapat mengurangi nafsu makan dan
mengubah perilaku makan.
- Hubungan antara penurunan nafsu makan atau asupan makanan dan
peningkatan tingkat peradangan, yang ditandai dengan peningkatan
protein C-reaktif (CRP), telah dilaporkan pada penelitian
sebelumnya, yaitu pasien dialisis, kanker, dan pasien geriatri
PASIEN
Pasien merokok sejak 50 tahun yang lalu, sebanyak 48 batang per hari,
dan telajh berhenti merokok sejak 10 tahun terakhir (bekas perokok
dengan IB berat).
LITERATUR
- Dari berbagai partikel gas yang noxius atau berbahaya, asap rokok
merupakan salah satu penyebab utama, kebiasaan merokok
merupakan faktor risiko utama dalam terjadinya PPOK.
PASIEN
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hasil pemeriksaan pada parunya
adalah barrel chest dan sela iga melebar pada inspeksi. Saat perkusi
ditemukan penurunan peranjakan paru hepar di RIC 6 hingga RIC 8.
Saat auskultasi ditemukan adanya wheezing di kedua lapangan paru .
LITERATUR
- Hasil pemeriksaan fisik ini sesuai dengan hasil pemeriksaan yang
dapat ditemukan pada PPOK berdasarkan GOLD 2023.
PASIEN + LITERATUR
Berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen thorax PA pada pasien
ditemukan gambaran hiperlusen vaskuler, sela iga melebar, tenting
diafragma, dan jantung pendulum yang merupakan gambaran khas dari
pasien emfisema paru.
PASIEN + LITERATUR
Pada rontgen pasien juga ditemukan peningkatan corakan
bronkovaskuler thoraks yang merupakan salah satu ciri rontgen pada
pasien bronchitis kronik
PASIEN
Berdasarkan seluruh rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan pada
Tn. Z, dapat diambil diagnosis kerja PPOK dengan eksaserbasi akut
populasi E.
LITERATUR
PASIEN
Diagnosis banding PPOK adalah asma, bronkiektasis, SOPT.
LITERATUR
- Pada asma dapat terjadi pada semua kelompok usia (sering pada
anak), gejala bervariasi dari hari ke hari, gejala meningkat pada
malam/menjelang pagi hari, dapat disertai riwayat atopi, dan
riwayat keluarga dengan asma.
LITERATUR
- Pada bronkiektasis dapat ditemukan adanya produksi sputum
dengan lapisan foam, liquid, dan pus serta rhonki kasar pada
pemeriksaan paru, dan foto thoraks dapat ditemukan adanya
hiperlusen dengan multiple cavitas menyerupai gambaran honey
comb appearance.
LITERATUR
- Pasien ini tidak ditegakkan Ca paru berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik dan rontgen thorax yang telah dilakukan pada pasien tidak
mengarah kepada kanker.
PASIEN
Berdasarkan seluruh rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan pada
Tn. Z, dapat diambil diagnosis kerja PPOK dengan eksaserbasi akut
populasi E.
TATALAKSANA PPOK
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non
farmakologis dan terapi farmakologis.

• Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara:


• menghentikan kebiasaan merokok
• meningkatkan toleransi paru dengan olahraga
• dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi
Pada terapi farmakologis, obat- obatan yang paling sering digunakan dan
merupakan pilihan utama adalah bronkodilator.
• antibiotik dan
• antiinflamasi
diberikan pada beberapa kondisi tertentu.
Pada pasien ini di terapi
• indacaterol 1x1
• tiopropium inhaler 2x1.
• Terapi ini sesuai dengan panduan GOLD 2023 yang pada pasien PPOK
populasi E diberikan LABA + LAMA, dengan pertimbangan pemberian
kortikosteroid inhalasi jika eosinophil > 300.
Pasien juga memiliki riwayat diberikan
• diuretik seperti furosemide dan
• digoksin. Pemberian furosemide

• Pemberian furosemide sering digunakan  untuk terapi udem tungkai yang


terkait dengan kor pulmonal kronik akibat PPOK yang diderita pasien
• Digoxin diberikan  jika pasien mengalami aritmia yang tekait dengan cor
pulmonal kronis yang pernah diderita pasien.
Pada pasien juga diberikan terapi antibiotik yaitu levofloxacin  yang
bertujuan untuk mengatasi eksaserbasi pada pasien

Eksaserbasi pada PPOK  oleh respon inflamasi yang disebabkan oleh infeksi
saluran napas sehingga terjadi edema saluran napas, bronkospasme, dan
peningkatan produksi sputum yang menyebabkan memburuknya pembatasan
aliran udara dan berkembangnya hiperinflasi dinamis
TERI
MA
KASI
H

Anda mungkin juga menyukai