Anda di halaman 1dari 78

Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi

Stunting
SITUASI CACINGAN
Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk
dunia, terinfeksi cacingan.

Lebih dari 270 juta anak pra sekolah dan lebih


dari 600 juta anak usia sekolah di dunia tinggal di
area yang mudah tertular cacingan dan
membutuhkan pengobatan dan pencegahan
cacingan.

Lebih dari 58 juta anak menjadi sasaran


minum obat cacing di Indonesia
DISTRIBUSI CACINGAN GLOBAL
Hasil Survei Prevalensi Cacingan di Indonesia
pada Anak SD, 2002 -2013
Prevalensi Cacingan berkisar 0,5 – 85,9%
Rata-rata Prevalensi Nasional 28,25%
PREVALENSI CACINGAN PADA ANAK SD DI INDONESIA,
SURVEI TAHUN 2002 - 2013
CACINGAN
Soil Transmitted Helminths

Umumnya infeksi cacingan CACING GELANG


(Ascaris lumbricoides)
disebabkan oleh cacing
tanah (STH) :
- Ascaris lumbricoides
- Trichuris trichiura CACING CAMBUK
- Ancylostoma duodenale ( Tricuris trichiura )

CACING TAMBANG
(Ancylostoma duodenale
Necator americanus)
SIKLUS CACINGAN
Telur dan larva cacing
berkembang di tanah yang
terkontaminasi
DAMPAK
CACINGA
N Cacingan

KH & Protein dihisap Darah dihisap

Anemia Anak Anemia Bumil


GIZI BURUK
Lemas
BBLR Perdarahan
mengantuk ibu bersalin

Kemampuan belajar turun/


sering tidak masuk sekolah Kematian Kematian

Prestasi belajar menurun

Produktivitas menurun
DAMPAK KERUGIAN CACINGAN
1.AKIBAT CACING GELANG

Kehilangan Karbohidrat :
(21% x 265.015.313 x 28,25% x 6 x 0,14gr x 365 hr) : 1000 x Rp. 11.000,-
= Rp. 52.554.889.904
Kerugian  Rp 52,5 M/tahun
Kehilangan Protein:
(21% x 265.015.313 x 28,25% x 6 x 0,035gr x 365 hr) : 1000 x
Rp 110.000,- = 131.387.224.760
Kerugian  Rp. 131,4 M/tahun
*(% anak sekolah x Jml Penduduk x Prevalensi x Rata-rata Jml Cacing/orang x
*Kehilangan Karbohidrat /protein oleh 1 ekor cacing / harix 1 tahun 365 hari)
*Rp. 11000 : harga 1 Kg beras rate tahun 2018
*Rp. 110.000 : harga 1 Kg Daging rate tahun 2018
2. KERUGIAN AKIBAT CACING TAMBANG
Kehilangan darah 
(21%x265.015.313x28,25%x0,2ccx50ekor x365hr):1000 =
56.877.586,48 liter/tahun

3. KERUGIAN AKIBAT CACING CAMBUK:


Kerugian darah 
(21%x265.015.313x28,25%x0,005ccx100ekorx365hr): 1000 =
2.843.879,32 liter/th
(% anak sekolah x Jml Penduduk x Prevalensi x Jumlah darah dihisap seekor cacing per harix Rata-rata Jml Cacing dalam tubuh
perorang x
1 tahun 365 hari )
CACINGAN
DALAM
INTERVENSI
STUNTING
Masalah Tidak Berperilaku Hidup
Cacingan Bersih dan Sehat

Stunting/ Anemia/
Tidak Minum Pertumbuhan
Obat Cacing Cacingan Balita /Anak
Terhambat

Akses Air Bersih Sulit


/ Linkungan Tidak
Sehat
• Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami
stunting (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013)
• Di seluruh dunia, Indonesia adalah Negara dengan prevalensi stunting
kelima terbesar.

Kerangka Intervensi Stunting

Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif

Bumil Pemberian
Obat Cacing Pemberian Obat
Ibu Menyusui dan Cacing
Anak Usia 0-6 Bulan berkontribusi pada
30% penurunan
Ibu Menyusui dan Pemberian stunting
Anak Usia 7-23 bulan Obat Cacing
KEBIJAKAN
PENANGGULANGAN CACINGAN
DI 100 KABUPATEN INTERVENSI STUNTING
2018

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal pada penduduk sasaran


usia 1-12 tahun dilaksanakan 2x setahun, dengan interval 6
bulan
2. Pemeriksaan cacingan kepada ibu hamil dengan gejala
anemia
3. Pemberian obat cacing pada trimester kedua usia kehamilan
pada bumil yang hasil pemeriksaan cacingannya positif telur
cacing.
STRATEGI INTEGRASI PROGRAM CACINGAN DALAM
INTERVENSI STUNTING 2018

Integrasi Pemberian Integrasi Pemberian


Obat Cacing Massal pada Obat Cacing pada
Anak Usia 1-12 Tahun Bumil
a. POPM Filariasis Program Kesehatan Ibu
b. Program Kesehatan Lingkungan
c. Program Kesehatan Anak Usia Sekolah Dasar
d. Program Kesehatan Anak Balita
e. Program Gizi
f. Program Promosi Kesehatan
a. Strategi Integrasi POPM Filariasis dan Cacingan
• Usia 12-23 bulan mendapat:
Albendazole
Usia 1-12 tahun
• Usia 2-12 tahun mendapat:
mendapat Albendazole
Albendazole & DEC

DAERAH
ENDEMIS FEB MEI AGS OKT
FILARIASIS

DAERAH NON
ENDEMIS
FILARIASIS Pemberian Obat Cacing pada usia 1-12
tahun berintegrasi dengan kegiatan:
bulan Vit. A & UKS
b. Program Kesehatan Lingkungan (WASHED)
• Water – Akses air bersih untuk cuci tangan dan membersihkan
bahan makan, untuk menekan resiko re-infeksi STH
• Sanitation - Kakus bersih untuk menampung kotoran manusia
agar tidak dibuang di tempat-tempat dimana manusia tinggal,
bekerja dan bermain
• Hygiene Education – Kesehatan perseorangan dan kesehatan
lingkungan untuk menekan resiko re-infeksi STH dan mencegah
infeksi baru
• Deworming – Pemberian obat cacing untuk menurunkan angka
infeksi cacingan
c. Program Kesehatan Anak Usia Sekolah Dasar

Integrasi kegiatan pemberian obat cacing massal pada anak SD/MI saat:
1. Penjaringan anak kelas 1 SD/MI, untuk pemeriksaan tinja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala anak SD/MI

• Usaha Kesehatan Sekolah SD/MI (pemberian obat cacing pada anak


kelas 1 sd 6 SD/MI sebagai salah satu Program Kesehatan UKS)
d. Program Kesehatan Anak Balita
• Pemberian vitamin A bersama dengan pemberian obat
cacing massal

e. Integrasi Cacingan dan Program Gizi


 pemberian obat cacing & program penanggulangan
anemia (pemberian tablet besi atau fortifikasi besi)
 pemberian obat cacing massal & program PMT-AS
f. Program Promosi Kesehatan

PHBS
• Cuci tangan pakai sabun dan air bersih
• BAB dan BAK menggunakan jamban sehat
• Jajan di kantin sehat di sekolah
• Kuku pendek dan bersih
• Memakai alas kaki
g. Program Kesehatan Ibu
• Ibu hamil dengan pemberian Fe masih tetap anemia dilakukan
pemeriksaan tinja. Jika hasil positif diberikan obat cacing.

• Skrining (pemeriksaan tinja) bagi ibu hamil yang mengalami gejala


Cacingan atau anemi pada saat kunjungan Antenatal.

• Memberikan pengobatan bagi ibu hamil yang mempunyai hasil (+)


mulai trimester ke 2 di bawah pengawasan dokter.
Manfaat Program Pengendalian Cacingan

 Sumber Daya Manusia yang berkualitas & produktif


baik untuk jangka pendek dan jangka panjang
 Menurunkan prevalensi kecacingan melalui
pemberian obat & untuk mencegah dampak
kecacingan
(Gizi buruk, anemia, Persistent Malnourish 
Stunting)
 Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
CONTOH MEDIA EDUKASI
CONTOH MEDIA EDUKASI
Outline

1| Mengapa Masalah Stunting Sangat Penting Untuk Ditangani


2| Kerangka Penanganan Stunting dan Program Saat ini
3| Pembelajaran Internasional dalam Penanganan Stunting
4| Aksi Bersama dan Terobosan Untuk Menangani Stunting
5| Penajaman Sasaran Wilayah Penanganan Stunting
6| Lampiran
1
Mengapa Masalah Stunting Sangat Penting
Untuk Ditangani
Definisi Stunting
• Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya.
• Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan
dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi stunting
baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
• Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely
stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U)
atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS
(Multicentre Growth Reference Study) 2006
nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan
Sumber: Rebekah Pinto, World Bank untuk Review Pembelajaran
kurang dari – 3SD (severely stunted) (Kepmenkes Stakeholders STBM Nasional 10 -13 Feb 2017

1995/MENKES/SK/XII/2010).
Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit,
menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan
Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan
Sel Otak pada Anak Normal dan Stunted bahwa stunting….

Menghambat Pertumbuhan Ekonomi dan


Produktivitas Pasar kerja
Hilangnya 11% GDP
Mengurangi
pendapatan
pekerja dewasa
hingga 20%
2 Singapura Tingkat ‘Kecerdasan’
Anak Indonesia
17 Vietnam di urutan 64 terendah
Memperburuk kesenjangan/inequality
dari 65 negara*
50 Thailand Mengurangi 10% dari Kemiskinan
total pendapatan seumur hidup antar-generasi
52 Malaysia

64 Indonesia
*Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA (Organisation for
Economic Co-operation and Development - Programme for International Student
Assessment), suatu organisasi global bergengsi, terhadap kompetensi 510.000 pelajar
Sumber: diolah dari laporan World Bank Investing in
usia 15 tahun dari 65 negara, termasuk Indonesia, dalam bidang membaca,
Early Years brief, 2016
matematika, dan science.
Sekitar 37% (9 Juta) Anak Mengalami Stunting
Stunting di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan

Jumlah anak stunting <5 tahun

Stunting U-5, Indonesia


60.0

50.0

40.0 2007
2010
30.0 2013
20.0

10.0

-00
Q-1 (poorest) Q-2 Q-3 Q-4 Q-5 (richest)
Sumber: Estimasi dari RISKESDAS (tingkat stunting) dan proyeksi populasi BPS
Situasi Stunting Indonesia dan Global
Situasi Malnutrisi Ibu dan Anak di Indonesia dan Global
Kelompok Negara dengan Kasus Stunting pada Balita, Anemia pada Perempuan Dewasa
(WRA/Women of Reproductive Age), Overweight pada Individu Dewasa

Stunting pada Balita≥ 20%, WRA/Anemia pada Perempuan Dewasa ≥ 20%


Overweight pada Individu Dewasa ≥ 35%
Overlap/
Indikator Total
Jumlah
populasi Negara
Negara
(juta)
Stunting dibawah
3 194 Ethiopia, Rwanda, Viet Nam
5 Tahun
WRA anemia 3 102 Senegal, Sri Lanka, Thailand
Argentina, Brazil, Chile, Colombia, Costa Rica, Germany, Mexico, Paraguay,
Overweight pada
12 873 Peru, the former Yugoslav Republic of Macedonia, United States of America,
Orang Dewasa
Uruguay

Angola, Bangladesh, Benin, Bhutan, Burkina Faso, Burundi, Cambodia,


Central African Republic, Chad, Comoros, Congo (Republic of the), Cote
d’Ivoire, Democratic People’s Republic of Korea, Democratic Republic of
Stunting di bawah 5 the Congo, Djibouti, Eritrea, Gambia, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Haiti,
tahun dan WRA 47 2758 India, Indonesia, Kenya, Lao People’s Democratic Republic, Liberia,
Anemia Madagascar, Malawi, Mali, Mozambique, Myanmar, Namibia, Nepal, Niger,
Nigeria, Pakistan, Philippines, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Tajikistan,
Timor-Leste, Togo, Uganda, United Republic of Tanzania, Zambia,
Zimbabwe.
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi
Intervensi paling menentukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik
• Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
• 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
• 2 dari 3 anak usia 6-24 bulan tidak menerima MP-ASI yang tepat (sesuai kebutuhan)

2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care,


Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
• 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD*
• 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
• Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
• Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
3. Kurangnya akses ke makanan begizi**
• 1 dari 3 ibu hamil anemia
*PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini • Makanan bergizi mahal dan Kurangnya
**Komoditas makanan di Jakarta 94% pengetahuan dan penyiapan
lebih mahal dibanding dengan di New
Delhi, India. Buah dan sayuran di 4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
Indonesia lebih mahal dari di Singapura.
• 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
Sumber: RISKESDAS 2013, SDKI • 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
2012, SUSENAS berbagai tahun
ke air minum bersih
Sumber: Kemenkes dan Bank Dunia (2017)
2
Kerangka Penanganan Stunting dan
Program Saat ini
Kerangka Penanganan Stunting

Intervensi yang ditujukan kepada anak dalam


1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

1
Intervensi Gizi Spesifik Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor
(berkontribusi 30%) kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka
pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu
relatif pendek.

Intervensi yang ditujukan melalui berbagai


Intervensi Gizi

2
kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan.
Sensitif
Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak
(berkontribusi 70 %)
khusus untuk 1.000 HPK.
1| Intervensi Gizi Spesifik
I. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:
1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan
protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.

II. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:
6. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).
7. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

III. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:
8. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-
ASI.
9. Menyediakan obat cacing.
10.Menyediakan suplementasi zink.
11.Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
12.Memberikan perlindungan terhadap malaria.
13.Memberikan imunisasi lengkap.
14.Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
2 | Intervensi Gizi Sensitif
1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.
3. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.
4. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
10. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
11. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
12. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.
Kebijakan dan Regulasi terkait Stunting
• RPJPN 2005–2025 (Pemerintah melalui program pembangunan nasional ‘Akses Universal Air Minum dan Sanitasi
Tahun 2019’, menetapkan bahwa pada tahun 2019, Indonesia dapat menyediakan layanan air minum dan sanitasi
yang layak bagi 100% rakyat Indonesia)

• RPJM 2015-2019 (target penurunan prevalensi stunting pada 2019 adalah menjadi 28% pada 2019)
• Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011
• Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan
• Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif
• Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
• Kepmenkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Ais Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di Indonesia
• Permenkes No.15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau
Memerah Air Susu Ibu

• Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


• Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi
• Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan
1000 HPK), 2013

• Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013
Mengapa Penanganan Stunting Belum Efektif?
• Regulasi-regulasi terkait penanganan stunting belum dijadikan landasan bersama untuk
menangani stunting.
• K/L terkait melaksanakan program masing-masing tanpa koordinasi yang cukup.
• Program-program penanganan stunting yang telah direncanakan belum seluruhnya
dilaksanakan.
• Program/intervensi yang ada, baik yang bersifat spesifik gizi maupun sensitif gizi, perlu
ditingkatkan disain, cakupan, kualitas dan sasarannya.
• Belum ada program yang secara efektif mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang baik
dan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat.
• Program-program berbasis komunitas yang efektif di masa lalu tidak lagi dijalankan seperti
sebelumnya – Posyandu, PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya.
• Pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menangani stunting
perlu ditingkatkan.
Percepatan Penanganan Stunting
2018 2019 2020 2021
Memaksimalkan Memperluas program Memperluas program Memperluas program
pelaksanaan program dan kegiatan nasional dan kegiatan nasional dan kegiatan nasional
terkait stunting yang ada yang ada yang ada
di 100 Kab/Kota ke 160 Kab/Kota ke 390 Kab/Kota ke 514 Kab/Kota
untuk untuk koordinasi dan untuk koordinasi dan untuk
koordinasi dan pelaksanaan dari pilar pelaksanaan dari pilar koordinasi dan
pelaksanaan penanganan stunting penanganan stunting pelaksanaan dari pilar
dari pilar penanganan penanganan stunting
Stunting
KEBIJAKAN RUMAH
SEDERHANA SEHAT DALAM
INTERVENSI KECACINGAN
TERINTEGRASI STUNTING
Dasar hukum
UU RI no 28/2002 tentang Bangunan dan Gedung
Paragraf 3, Pasal 21, Persyaratan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 meliputi
• Persyaratan sistim penghawaan
• Persyaratan sistim pencahayaan
• Persyaratan sistim Sanitasi
• Persyaratan sistim Penggunaan bahan bangunan

Paragraf 5, Pasal 21, ayat (1) Persyaratan Kenyamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 meliputi Persyaratan:
• Kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung
• Kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung

UU RI no 18 /2008 tentang pengelolaan sampah (pasal 12)


• Kewajiban seluruh lapisan masyarakat untuk mengelola sampah di tingkat rumah tangganya, mengurangi
kuantitas timbulan sampah di kawasan perkotaan
• Pentingnya Pemerintah Daerah bekerjasama dengan masyarakat dalam penanganan sampah mulai pewadahan
di sumber, pengumpulan ke TPS hingga pengangkutan ke TPA.

UU RI no 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan permukiman (penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau
di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh Indonesia)
Dasar hukum
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 102 TAHUN 2000
TENTANG STANDARDISASI NASIONAL
SK Badan Standar Nasional no 3401/BSN-I/HK.71/11/2001
• STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku secara nasional
• Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun
berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan IPTEK masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya.

PP 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum


Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan Air minum untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang
digunakan untuk keperluan minum, masak, mandi, cuci peturasan dan ibadah.

Kepmen Kimpraswil no 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Umum Rumah


Sederhana Sehat (Proses revisi)
Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3
(tiga) aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan.
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia, terdiri dari: tidur, makan, kerja, duduk,
mandi, BAB, cuci (badan dan alat-alat rumah tangga), dan masak
Dasar hukum
Keputusan Menteri Pedoman Teknis Air Bersih Kebutuhan air bersih ± 100 Liter/hari/orang
Permukiman dan Pembangunan Rumah
Prasarana Wilayah Sehat Sederhana Sehat
Nomor: (RsSehat
403/KPTS/M/2002
Keputusan Menteri Pedoman Standar Prasarana Air limbah:
Permukiman dan Pelayanan Minimal lingkungan Terdapat sarana sanitasi individual dan komunal
Prasarana Wilayah (Pedoman Penentuan seperti toilet / jamban / MCK dan septictank,
Nomor: Standar Pelayanan Minimal serta penanganan lumpur tinja
534/KPTS/M/2001 Bidang Penataan Ruang, Terdapat separasi antara air bekas dan air kotor,
Perumahan dan tanpa ada kebocoran, bau dan rembesan.
Permukiman dan Pekerjaan Drainase dan pengendalian banjir:
Umum) Tidak ada genangan banjir > 10 Ha
Bila terjadi genangan, tinggi genangan rata-data
< 30 cm dan lama genangan < 2 jam
Frekuensi kejadian banjir < 2 kali setahun
Persampahan:
Penanganan sampah on site maupun
terintegrasi.
Tersedia tempat kapasitas pewadahan
Pengumpulan dan pengangkutan sampah
dilakukan secara regular.
Dasar hukum
Keputusan Menteri Permukiman dan Utilitas Umum Air bersih:
Prasarana Wilayah Nomor: Kebutuhan 60 – 220 Liter/orang/hari untuk permukiman kota dan 30 –
534/KPTS/M/2001 50 Liter/orang/hari untuk perumahan, serta memenuhi standar air
Pedoman Standar Pelayanan Minimal bersih
(Pedoman Penentuan Standar Pelayanan
Minimal Bidang Penataan Ruang,
Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan
Umum)
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: Komponen dan Kualitas air tanah pada daerah perumahan minimal harus memenuhi
829/MENKES/SK/VII/1999 penataan ruang persyaratan air baku, air minum (golongan B) sesuai PP NOMOR 82
Persyaratan Kesehatan Perumahan TAHUN 2001, TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Sarana dan Prasarana Lingkungan:
• Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan
vector penyakit dan memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku
• Tersedia sumber air bersih yang menghasilkan air secara cukup
sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan
keshatan, sesuai Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kaulitas Air Minum
• Pengelolaan pembuangan kotoran manusia dan limbah rumah tangga
harus memenuhi peraturan Peraturan menteri LHK Nomor:
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku mutu air limbah
domestik.
• Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga hatus memenuhi
persyaratan kesehatan, sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku
Dasar Hukum

Keputusan Menteri Kesehatan Persyaratan kesehatan rumah tinggal Air


Nomor: 829/MENKES/SK/VII/1999 • Tersedia sarana air bersih dengan
Persyaratan Kesehatan Perumahan kapasitas minimal 60
Liter/hari/orang
• Kualitas air harus memenuhi
persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Limbah
• Limbah cair yang berasal dari
rumah tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan
pencemaran terhadap permukaan
tanah serta air tanah.
KONSEP RUMAH SEDERHANA SEHAT (RS SEHAT)

Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat)


rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan
tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan
kenyamanan, dgn mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal, meliputi potensi fisik
seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur
lokal, dan cara hidup.

Rumah Inti Tumbuh (RIT)


Disain rumah antara yg hanya memenuhi standar kebutuhan minimal rumah, dengan ketentuan:
• ruang paling minimal berupa 1 ruang tertutup dan 1 ruang terbuka beratap dan fasilitas MCK
• Bentuk atap, mengantisipasi perubahan yang akan dilakukan penghuni
• Bentuk atap generik berupa: pelana, limasan, kerucut sesuai potensi budaya lokal
• Penghawaan dan pencahayaan alami menggunakan bukaan yang memungkinkan terjadi sirkulasi
udara silang dan masuknya sinar matahari
Kebutuhan ruang minimum

Kebutuhan ruang minimal menurut perhitungan dengan ukuran Standar Minimal adalah 9
m2, untuk perhitungan kurang atau sama dengan 3 (tiga) jiwa (bila mengacu pada standar
WHO, maka jumlah jiwa tersebut adalah 4 jiwa) luas tersebut harus ditambahkan dengan
luas kelengkapan bangunan minimal, yang meliputi kamar mandi / WC dan dapur.

4
Penghawaan
Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan
memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut
• Lubang penghawaan minimal 5% x luas lantai ruang
• Aliran volume udara masuk = volume udara keluar
• Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau kamar mandi/wc

Bila KM/WC menggunakan blower/exhaust fan, ketentuannya:


• Lubang hawa keluar tidak mengganggu kenyamanan di sekitarnya
• Lubang hawa keluar tidak mengganggu ruang kegiatan lainnya di dalam rumah
Ventilasi pengatur udara dalam ruangan
Udara tidak segar

Udara segar
KONSEPSI RUMAH INTI TUMBUH
(RIT)
RUMAH INTI TUMBUH (RIT) merupakan upaya menyiasati kendala keterjangkauan masyarakat terhadap Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat).
RIT menjadi rancangan rumah antara sebagai cikal bakal Rumah Sederhana Sehat.
Rancangan RIT dapat memenuhi tuntutan kebutuhan paling mendasar dari penghuni mengembangkan rumahnya, sebagai upaya
peningkatan kualitas kenyamanan, dan kesehatan penghuni melakukan kegiatan hidup sehari-hari. dengan ruang-ruang yang perlu
disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari:
1.
1 ruang tidur, memenuhi persyaratan keamanan;
dengan bagian bagiannya tertutup oleh dinding dan atap;
memiliki pencahayaan yang cukup berdasarkan perhitungan;
ventilasi cukup dan terlindung dari cuaca.
2. 1 ruang serbaguna, merupakan ruang kelengkapan rumah dimana didalamnya dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat melakukan
aktivitas-aktivitas lainnya.
Ruang terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga merupakan ruang terbuka
masih memenuhi persyaratan minimal untuk menjalankan fungsi awal dalam sebuah rumah sebelum dikembangkan.
3. 1 kamar mandi/kakus/cuci, merupakan bagian dari ruang servis yang sangat menentukan berfungsi/tidaknya rumah tersebut, khususnya
untuk kegiatan mandi cuci dan kakus.
Konsepsi cikal bakal dalam hal ini diwujudkan sebagai suatu Rumah Inti yang dapat tumbuh menjadi rumah sempurna yang memenuhi
standar kenyamanan, kemanan, serta kesehatan penghuni, sehingga menjadi rumah sederhana sehat.
POLA PERTUMBUHAN RUMAH INTI TUMBUH (RIT) MENJADI Rs. SEHAT

• RIT adalah embrio dari Rs SEHAT , memiliki wujud rumah belum sempurna tapi sudah memiliki
komponen sistim yang utuh walau belum berfungsi 100% untuk selanjutnya menjadi rumah yang
sempurna dgn fungsi penuh.
• RIT merupakan rancang ruang yg hanya menyediakan wadah untuk kebutuhan kegiatan paling
mendasar.
Pengembangan menjadi Rs SEHAT dilakukan bertahap mulai dari RIT1  RIT-2  RS-Sehat-1  Rs
Sehat 2.
• Pengembangannya tergantung tuntutan, kebutuhan & kemampuan pemiliknya
• Ukuran pembagian ruang dalam rumah didasarkan pada satuan ukuran modular dan standar
internasional untuk ukuran ruang gerak. Ukuran ruang RIT-1 adalah sebagai berikut:
 R. Tidur : 3,00 m x 3,00 m
 Serbaguna : 3,00 m x 3,00 m
 Km/Kukus/cuci: 1,20 m x 1,50 m
• Dalam proses pengembangan RIT-1 RIT-2, Rs.SEHAT-1, Rs. SEHAT-2: Rs. SEHAT T-28,8 maupun Rs
Sehat T-36 tetap mengikuti kaidah perencanaan Rs. Sehat dan ukuran modul yg sudah ditetapkan.
Tata Letak
• Rumah tunggal,
• Sumber air bersih,
• Tangki septik,
• Bidang resapan atau taman sanita,
• Bak sampah (dibuang ke TPS/TPA,
• Komposter sampah organik/basah
yang akan diolah jadi kompos.
Permasalahan
• Di pedesaan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini karena buruknya sistem
sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak
terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar.
• Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki kebiasaan membuang
hajat di tanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang
reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
• Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu
optimal adalah 23-30oC.
• Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur
cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.
Kecacingan
Pencegahan
Cara penularan
• Perilaku BAB tidak di jamban atau di sembarang tempat, menyebabkan pencemaran • Sanitasi yang baik
tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing.
dan perbaikan
• Penularan terjadi karena menelan telur yang fertile dari tanah yang terkontaminasi
dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang terkontaminasi dengan
hygiene perorangan
tanah yang berisi telur cacing.  terutama
• Penularan tidak terjadi langsung dari orang ke orang lain atau dari tinja segar ke penggunaan alas
orang. kaki;
• Penularan terjadi paling sering di sekitar rumah, dimana anak-anak, tanpa adanya
fasilitas jamban yang saniter, mencemari daerah tersebut; infeksi pada anak • Membersihkan
kebanyakan karena menelan tanah yang tercemar. jamban setiap hari.
• Penularan melalui air sungai juga dapat terjadi, karenaair sungai sering
dipergunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari
• Buang Air Besar di
• Tanah yang terkontaminasi telur cacing dapat terbawa jauh karena menempel pada
jamban.
kaki atau alas kaki masuk ke dalam rumah, penularan melalui debu juga dapat
terjadi.
KOMPONEN BANGUNAN RUMAH SNI
DRAINASE Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air SNI 03-2453-2002
Hujan Untuk Lahan Pekarangan
Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan
SNI 06-2459-2002

AIR BERSIH SUMBER Persyaratan pemasangan meter SNI 2418-2-2009


air minum
Sumur gali untuk sumber air SNI 03-2916-1992
bersih
Spesifikasi bak penampungan air Pt-S-05-2000-C
Sumur resapan hujan untuk air bersih dari
pasangan bata

PLUMBING Spesifikasi bak penampung air Pt S-05-2000 C


hujan untuk air bersih dari
pasangan bata
Tata cara perencanaan sistem SNI 03-7065-2005
plambing

Septik tank/tangki septik Biofil Sistem plambing SNI 8153:2015

Tata Cara Pembuatan Saringan AB-D/LW/TC/004/98


Rumah Tangga (Sarut)

AIR LIMBAH Tata cara perencanaan tangki septik dengan SNI 03-2398-2002
sistem resapan
Pengoperasian dan pemeliharaan instalasi Pd T-02-2004-C
pengolah air limbah rumah tangga dengan
Tangki Biofilter
wadah di sumber
wadah sampah basah dan sampah
Spesifikasi komposter rumah tangga individual SNI 19-7029-2004
KOMPOSTER
kering
SAMPAH dan komunal
Spesifikasi kompos dari sampah organik SNI 19-7030-2004
domestik
Tata cara pemasangan dan pengoperasian Pd-T-15-2003
komposter individual dan komunal

Tata cara pemilihan lokasi pembuangan akhir SNI 03-3241-1994


sampah
Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah SNI 19-2454-2002
perkotaan
Pengelolaan sampah di permukiman SNI 3242:2008
SNI 03-2399-2002
Tata cara perencanaan bangunan MCK umum
FASILITAS KAMAR MANDI MCK
• luas lantai min 2 m2 (1,00 m x 2,00 m)
• Tidak licin, kemiringan kearah lubang pembuangan  1%;
Lantai

Dinding • Tinggi dinding kamar mandi min 1,60 m;

• Harus terbuka ke dalam,


Pintu • Ukuran pintu : lebar (0,60 – 0,80) M dan tinggi minimal 1,60
m;

Ventilasi dan • Harus mempunyai lubang cahaya yang langsung


Penerangan berhubungan dengan udara luar.

• Air bekas mandi dibuang ke riool, ke tangki septik atau cara-


Air Bekas Mandi
cara lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
SNI 03-2399-2002
Tata cara perencanaan bangunan MCK umum
FASILITAS KAMAR MANDI MCK
• Luas lantai min 2,40 m2 (1,20 m x 2,00 m)
Lantai • Tidak licin, kemiringan ke arah lubang tempat pembuangan 1%;

Dinding • Tinggi dinding kamar mandi min 1,60 m;

• Harus terbuka ke dalam,


Pintu
• Ukuran pintu : lebar (0,60 – 0,80) M dan tinggi minimal 1,60 m;

Ventilasi dan
• Lubang cahaya langsung berhubungan dengan udara luar.
Penerangan

• Menggilas pakaian dapat dilakukan dengan jongkok atau berdiri


• Tiggi tempat penggilas dengan cara berdiri adalah 0,75 cm
Tempat
diatas lantai
Penggilasan
• Ukuran min 0,60 m x 0,80 m,
• Permukaan tempat penggilas tidak licin dan kemiringan 1%;
SNI 03-2399-2002
Tata cara perencanaan bangunan MCK umum
SARANA KAKUS
• Luas lantai min 2 m2 (1,00 m x 2,00 m)
Lantai • Tidak licin, miring kearah tempat pembuangan air kotor 1%;

Dinding • Tinggi dinding kamar mandi min 1,60 m;

Pintu • Terbuka ke dalam, lebar (0,60 – 0,80) m dan tinggi min 1,60 m;

Ventilasi dan • Lubang cahaya langsung berhubungan dengan udara sebagai


Penerangan penerangan alamiah

• Tempat kaki dibuat sebagai perlengkapan kloset jongkok;


• Diameter lubang pemasukan tinja 10 cm – 15 cm;
• Jarak antar dinding bangunan ke kloset 20 cm – 25 cm;
Kloset jongkok • Bagian pinggir kloset jongkok tidak boleh tajam;
• Panjang kloset 40 cm dan lebar 20 cm;
• Dudukan kloset ditinggikan dari lantai dengan kemiringan 1%;
• Dilengkapi dengan air perangkap.

• Air kotor dibuang ke riool, maupun ke tangki septik sesuai


Air kotor
dengan Tata Cara Perencanaan Tangki Septik.
SNI 03-2398-2002
Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem resapan

tangki septik
suatu ruangan kedap air atau beberapa kompartemen
ruangan yang berfungsi menampung dan mengolah air limbah
rumah tangga dengan kecepatan alir yang lambat, sehingga
memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap
suspensi benda-benda padat dan kesempatan untuk
penguraian bahan-bahan organik oleh jasad anaerobik
membentuk bahan-bahan larut air dan gas.
• Tidak boleh ada rembesan dari tangki, sehingga
menimbulkan potensi pencemaran lingkungan.
• Jarak tangki ke bangunan 1,5 m, sedangkan jarak tangki ke
sumur air bersih 10 m, dan 5 m untuk jarak tangki ke sumur
resapan air hujan.
• Waktu pengurasan (2-3) tahun
Baku mutu efluen

Standar Jepang Standar USEPA

Pengolahan Primer + sekunder + tersier Pengolahan Permen


Parameter + desinfeksi sekunder LHK
Pertanian Rekreasi Pertanian Keperluan Air Minum Pertanian 68/2016
Umum

BOD5 ≤ 10 mg/L ≤ 3 mg/L 30 mg/L ≤10 mg/L kualitas 30 mg/L 30


COD air 40-80 mg/L 100
minum
Kekeruhan ≤ 10 NTU ≤ 5 NTU ≤ 2 NTU ≤ 2 NTU 7-9 NTU
pH 5.8 - 8.6 5.8 - 8.6 6-9 6-9 6-9
Coliform ≤ 1000 ≤ 1000 E.Coli E.Coli E.Coli Total coli
CFU/100 ml CFU/100 200/100 ml Tidak ada 200/100 ml 3000/100
ml mL
Warna ≤ 40 ≤ 10
TSS 30 mg/L 30 mg/L 30 mg/L 30
CL2 sisa ≥ 1 mg/L ≥ 1 mg/L
Minyak dan 5
lemak
NH3 10
Pengolahan AIR LIMBAH RUMAH TANGGA Dengan Sistem
BIOFILTER

• Aplikator Biority: CV. Tribina Reinforced; Manfaat


• Aplikator Biofil: PT. Induro International; 
• Aplikato Bio3: CV. Aman Makmur Indonesiaku (AMI).  Mampu mengolah limbah rumah tangga.
 Air hasil olahan dapat langsung dibuang
atau dialirkan ke badan air
 Lahan yang digunakan relatif kecil karena
tidaak menggunakan bidang resapan
 Dapat ditempatkan pada daerah dengan
muka air tinggi
 Effisiensi pengolahan tinggi (80 - 90 %)
sehingga tidak mencemari lingkungan dan
BOD 30 - 50 mg/L yang memenuhi Baku
Mutu Air Limbah
Media biofilter

Syarat media sistem biofilter Media biofilter


• berfungsi tempat pertumbuhan biomassa dan
menahan padatan Luas
permukaan
• kekerasan, bahan inert No Jenis media
spesifik
• ketahanan abrasi (m2/m3)
1 Trickling filter dengan batu 100-200
• kekasaran permukaan
pecah
• fleksibilitas, ringan 2 Modul sarang tawon 150-240
• fraksi volume rongga besar (honey comb modul)
3 Tipe jaring 50
• diameter celah bebas besat 4 RBC 80-150
• ketersediaan dalam jumlah yang banyak. 5 Bioball (random) 200-240
• tahan penyumbatan
• Wetability / sifat kebasahan, hydrophilic (suka air)
• Jenis media: mineral, plastik yang berstruktur dan
random
Kriteria taman sanita
Tipe aliran: vertikal, horizontal, hibrid Sumber air limbah tercampur
1.Taman Sanita –vertikal (80-95 % nitrifikasi )
• Kapasitas: 50 - 100 KK
2.Taman Sanita - horizontal (60-70 % denitrifikasi)
• BOD influen: 50 - 80 mg/L
3.Taman Sanita Hibrid (denitrifikasi 75-80 %)
 Media: kerikil, pasir, bambu, potongan botol
• BOD efluen < 30 mg/L
plastik • Area 80 - 300 m2 (0,25 - 0,7 m2/orang)
 Waktu tinggal: 1-4 hari
 Batasan Konsentrasi Influen 200-400 mg COD/L
Sumber air limbah non kakus
 Kedalaman max. 70 cm
• Kapasitas: 50-100 KK
 penyisihan BOD5 < 10 mg/L
 Konstanta kecepatan reaksi: 1,104 • BOD influen: < 30 mg/L
 Beban hidraulik: 0.014 < Lw < 0.046 m3/m2.h) • BOD efluent: < 10 mg/L
 perbandingan panjang dan lebar 2-3 : 1 • Area 40 - 80 m2 (0,16 - 0,4 m2/orang)
Pengolahan air limbah lanjutan
(wetland/lahan basah)

Kualitas Efluen Akhir


Kedalaman Akar (mg/l)
Tipe (m) BOD TSS NH3
Bulrush (lidi 0,8 5 4 2
air), Scirpus
(mendong)
Reeds / 0,6
Phragmites 22 8 5
Pisang hias Cattail / 0,3
Typha 30 6 18
(Lidi air)
canna Tanpa 0,0 36 6 22
tanaman

papyrus
typha
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH KOMUNAL
BIOTOUR-1
(SISTEM BIOFILTER-MEDIA STATIS/MOBILE, HIBRID UASB-BIOFILTER, TAMAN SANITA DAN FILTRASI
GRANULAR)
cuci
kendaraan,
Unit flushing
membran toilet

Unit aerob,
lahan Unit
Air limbah Unit Unit biofilter basah filtrasi,
rumah Prapengolahan multi media buatan desinfeksi
tangga -screen kasar
-pengendap

Badan air

Kolam ikan
Kebutuhan
Daur ulang : umum rumah
pertanian tangga
PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTOUR-1
Penggunaan air daur ulang yang lebih aman di Kesenden, Cirebon
PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTOUR-1
Perubahan perilaku BABS di kebun/sungai ke sarana MCK+daur ulang di kawasan endemik filariasis di Kab.
Bandung (Oxbow Dara Ulin, DAS Citarum)
PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTOUR-1
Outlet Outlet Permen
• Sumber air limbah: Air Parameter satuan
Inlet
IPAL taman
sanita-1
taman
sanita-2
LHK
68/2016

limbah tercampur pH
BOD mg/L
  8,30
610,26
7,76
32,33
7,77
17,03
6-9
30
COD mg/L 682,20 14,77 3,52 100
• Kapasitas: 50 KK TSS
Minyak dan
mg/L
mg/L
221,4
195,13
2,46
21,6
5
9,20
5
10
lemak

• BOD efluent < 20 mg/L


• Area 110 m2
• Effluen LBB: kolam ikan
dan irigasi pertanian
Penerapan Biotour-2
Lokasi (2013): Kp. Mande, di Desa Karya Makmur, Kec. Batujaya, Kab.
Karawang (DAS Citarum)
 Inlet  Efluen Standar Pertanian
 Parameter satuan  Efluen Taman Sanita
IPAL Biofilter (USEPA)
Temperatur ⁰C 29,8 7,15 25  
kekeruhan NTU     0,4  2
TSS mg/L 287,5 53,0 7,0  30
pH - 6,81 7,15 7,68  6 - 9
Nitrat ( NO3) mg/L 15,47 0,39 0,004  
Nitrat ( N) mg/L 3,49 0,087 0,006  
Nitrit (NO2) mg/L 0,344 0,205 0,005  
Nitrit ( N) mg/L 0,105 0,063 0,0001  
Ammonia mg/L 1,9 0,16 0,03  
Ammonia (N) mg/L 1,5 0,13 0,001  
COD mg/L 3340 229,1 9,61  
BOD mg/L 860 46,8 0,26  30
coliform         Coli 200/100 ml
 

Unit
Biodigester
Air limbah – baffled Unit
kakus fixed dome Biofilter
Unit Taman
Sanita- Daur ulang :
Air limbah Horizontal pertanian
Sampa
h basah non kakus
Penerapan Biotour-2
Perubahan perilaku BABS di sungai ke sarana MCK+daur ulang di
kawasan (Batujaya, Karawang)
Penerapan Biotour-2
Lokasi (2014):
Kp. Lija, Desa Sukaresmi, Kec. Megamendung, Kab. Bogor, Jawa Barat

USEPA
Baku mutu
Standard for
Parameter  Satuan 2014 2015 2016 Permen LHK
water reuse –
No.68/2016
agricultural
T °C 28 28 28    
pH - 7,01 7,08 7,3 6-9  
BOD mg/L 39,88 26,15 11,5 30 ≤ 30
COD mg/L 71,21 80,52 20,6 100   
TSS mg/L 32 21 10,5 100 ≤ 30
Penerapan Biotour-2
Lokasi (2015):
Desa Pongkai Istiqomah, Kecamatan XIII Koto, Kab. Kampar, Provinsi Riau

USEPA
Unit Unit Standard for
Permen LHK
Parameter Satuan Biodigester + Pengolahan water reuse –
No.68/2016
biofilter akhir agricultural
purposes
T °C 28,3 28,1    
pH - 7,01 7,20 6-9  
TSS mg/L 65 46 100 ≤ 30
COD mg/L 415,24 168  100  
BOD mg/L 74,6 26,3 30 ≤ 30
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
Hasil pengujian bakteriologis pada lumpur tinja (septage) dan lumpur stabil

 Parameter  Satuan Influen Efluen Lumpur Keterangan Bakumutu


(Standar EPA)
Suhu °C 26,5 25 cuaca hujan  
pH   7,61 7,5    
Kadar air % 94,53 65,7   50-60 %
TS mg/l 12027,95 5467,25    
TVS mg/l 3556 4154    
Indeks stabilisasi % 29,6 76,0   40% (volatile/total
padatan)
Fecal Coliform MPN/g 460 150,0 efluen : lumpur  
      7,4 lumpur +kapur < 1000 MPN/g
      < 3,6 lumpur +kapur  
        lumpur +sekam  
Salmonella MPN/g 93 93 efluen : lumpur  
      3,6 lumpur +kapur < 3 MPN/4 gr
padatan kering
      3,6 lumpur +sekam  
Shigella CFU/g < 30 < 30 efluen : lumpur  
      0 lumpur +kapur < 3 CFU/100 ml
      0 lumpur +sekam  
Telur cacing I jumlah/100 ml 3,09 0,24 efluen: lumpur metode Mc Master
      musin hujan  1 telur viable/100 ml
Telur cacing II jumlah/100 ml 0,4 0,2 efluen : lumpur  metode apung
  0,1 efluen : lumpur +kapur  
  0,15 efluen :lumpur +sekam  
    musim peralihan  
Model Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis 3R
Pt T-13-2002-C
Pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang pada lingkungan

Konsep:
Pengelolaan sampah terpadu berbasis 3R.
•Di dalam sampah berbagai jenis patogen
Keunggulan:
dapat hidup antara 5 sampai 100 hari,
 Efisiensi pengelolaan sampah kota.
bergantung pada kondisi lingkungan
 Proses pemilahan dan 3R sejak di sumber sampai di TPA
yang mempengaruhinya, misalnya suhu baik secara individual, komunal dan lingkungan.
lingkungan, pH, kelembaban dan  Sampah organik rumah tangga (sampah dapur/ sampah
sebagainya. halaman) terselesaikan di sumber.
•Bakteri E.coli dapat hidup 50-90 hari  Menekan biaya investasi dan O&M pengolahan sampah.
dalam sampah berlumpur dengan suhu  Peningkatan peluang usaha dan penghasilan masyarakat.
20-30OC.  Untuk daerah sub urban/ perbatasan kota digunakan
•Telur cacing perut Ascaris lumbricoides konsep 3R di sumber.

Persampahan
dapat hidup beberapa bulan di sampah.

75
Lumpur stabil
• Tidak berbau, tidak terdapat vector
• Indeks stabilisasi: min 40% (volatile/padatan)
• Kadar air: 50 – 60%
• Kelembaban < 10%
• Virus hewan < 1 plaque/100 mL, bakteri pathogen < 3 koloni unit
forming per 100 mL, parasite 1 telur viable per 100 mL
• Untuk di taman perumahan (densitas fecal coliform < 1,000
MPN/gram padatan kering, densitas salmonella < 3 MPN per 4 gram
padatan kering).
PROMKES
• Tidak merokok
• Germas
• Gizi seimbang
• PHBS
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai