Kebijakan Kecacingan Sragen 1-8-23
Kebijakan Kecacingan Sragen 1-8-23
Stunting
SITUASI CACINGAN
Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk
dunia, terinfeksi cacingan.
CACING TAMBANG
(Ancylostoma duodenale
Necator americanus)
SIKLUS CACINGAN
Telur dan larva cacing
berkembang di tanah yang
terkontaminasi
DAMPAK
CACINGA
N Cacingan
Produktivitas menurun
DAMPAK KERUGIAN CACINGAN
1.AKIBAT CACING GELANG
Kehilangan Karbohidrat :
(21% x 265.015.313 x 28,25% x 6 x 0,14gr x 365 hr) : 1000 x Rp. 11.000,-
= Rp. 52.554.889.904
Kerugian Rp 52,5 M/tahun
Kehilangan Protein:
(21% x 265.015.313 x 28,25% x 6 x 0,035gr x 365 hr) : 1000 x
Rp 110.000,- = 131.387.224.760
Kerugian Rp. 131,4 M/tahun
*(% anak sekolah x Jml Penduduk x Prevalensi x Rata-rata Jml Cacing/orang x
*Kehilangan Karbohidrat /protein oleh 1 ekor cacing / harix 1 tahun 365 hari)
*Rp. 11000 : harga 1 Kg beras rate tahun 2018
*Rp. 110.000 : harga 1 Kg Daging rate tahun 2018
2. KERUGIAN AKIBAT CACING TAMBANG
Kehilangan darah
(21%x265.015.313x28,25%x0,2ccx50ekor x365hr):1000 =
56.877.586,48 liter/tahun
Stunting/ Anemia/
Tidak Minum Pertumbuhan
Obat Cacing Cacingan Balita /Anak
Terhambat
Bumil Pemberian
Obat Cacing Pemberian Obat
Ibu Menyusui dan Cacing
Anak Usia 0-6 Bulan berkontribusi pada
30% penurunan
Ibu Menyusui dan Pemberian stunting
Anak Usia 7-23 bulan Obat Cacing
KEBIJAKAN
PENANGGULANGAN CACINGAN
DI 100 KABUPATEN INTERVENSI STUNTING
2018
DAERAH
ENDEMIS FEB MEI AGS OKT
FILARIASIS
DAERAH NON
ENDEMIS
FILARIASIS Pemberian Obat Cacing pada usia 1-12
tahun berintegrasi dengan kegiatan:
bulan Vit. A & UKS
b. Program Kesehatan Lingkungan (WASHED)
• Water – Akses air bersih untuk cuci tangan dan membersihkan
bahan makan, untuk menekan resiko re-infeksi STH
• Sanitation - Kakus bersih untuk menampung kotoran manusia
agar tidak dibuang di tempat-tempat dimana manusia tinggal,
bekerja dan bermain
• Hygiene Education – Kesehatan perseorangan dan kesehatan
lingkungan untuk menekan resiko re-infeksi STH dan mencegah
infeksi baru
• Deworming – Pemberian obat cacing untuk menurunkan angka
infeksi cacingan
c. Program Kesehatan Anak Usia Sekolah Dasar
Integrasi kegiatan pemberian obat cacing massal pada anak SD/MI saat:
1. Penjaringan anak kelas 1 SD/MI, untuk pemeriksaan tinja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala anak SD/MI
PHBS
• Cuci tangan pakai sabun dan air bersih
• BAB dan BAK menggunakan jamban sehat
• Jajan di kantin sehat di sekolah
• Kuku pendek dan bersih
• Memakai alas kaki
g. Program Kesehatan Ibu
• Ibu hamil dengan pemberian Fe masih tetap anemia dilakukan
pemeriksaan tinja. Jika hasil positif diberikan obat cacing.
1995/MENKES/SK/XII/2010).
Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit,
menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan
Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan
Sel Otak pada Anak Normal dan Stunted bahwa stunting….
64 Indonesia
*Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA (Organisation for
Economic Co-operation and Development - Programme for International Student
Assessment), suatu organisasi global bergengsi, terhadap kompetensi 510.000 pelajar
Sumber: diolah dari laporan World Bank Investing in
usia 15 tahun dari 65 negara, termasuk Indonesia, dalam bidang membaca,
Early Years brief, 2016
matematika, dan science.
Sekitar 37% (9 Juta) Anak Mengalami Stunting
Stunting di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan
50.0
40.0 2007
2010
30.0 2013
20.0
10.0
-00
Q-1 (poorest) Q-2 Q-3 Q-4 Q-5 (richest)
Sumber: Estimasi dari RISKESDAS (tingkat stunting) dan proyeksi populasi BPS
Situasi Stunting Indonesia dan Global
Situasi Malnutrisi Ibu dan Anak di Indonesia dan Global
Kelompok Negara dengan Kasus Stunting pada Balita, Anemia pada Perempuan Dewasa
(WRA/Women of Reproductive Age), Overweight pada Individu Dewasa
1
Intervensi Gizi Spesifik Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor
(berkontribusi 30%) kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka
pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu
relatif pendek.
2
kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan.
Sensitif
Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak
(berkontribusi 70 %)
khusus untuk 1.000 HPK.
1| Intervensi Gizi Spesifik
I. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil:
1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan
protein kronis.
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.
3. Mengatasi kekurangan iodium.
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.
5. Melindungi ibu hamil dari Malaria.
II. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:
6. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).
7. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.
III. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:
8. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-
ASI.
9. Menyediakan obat cacing.
10.Menyediakan suplementasi zink.
11.Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.
12.Memberikan perlindungan terhadap malaria.
13.Memberikan imunisasi lengkap.
14.Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
2 | Intervensi Gizi Sensitif
1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.
3. Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.
4. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7. Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.
8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
9. Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
10. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
11. Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
12. Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.
Kebijakan dan Regulasi terkait Stunting
• RPJPN 2005–2025 (Pemerintah melalui program pembangunan nasional ‘Akses Universal Air Minum dan Sanitasi
Tahun 2019’, menetapkan bahwa pada tahun 2019, Indonesia dapat menyediakan layanan air minum dan sanitasi
yang layak bagi 100% rakyat Indonesia)
• RPJM 2015-2019 (target penurunan prevalensi stunting pada 2019 adalah menjadi 28% pada 2019)
• Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011
• Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan
• Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif
• Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
• Kepmenkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Ais Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di Indonesia
• Permenkes No.15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau
Memerah Air Susu Ibu
• Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013
Mengapa Penanganan Stunting Belum Efektif?
• Regulasi-regulasi terkait penanganan stunting belum dijadikan landasan bersama untuk
menangani stunting.
• K/L terkait melaksanakan program masing-masing tanpa koordinasi yang cukup.
• Program-program penanganan stunting yang telah direncanakan belum seluruhnya
dilaksanakan.
• Program/intervensi yang ada, baik yang bersifat spesifik gizi maupun sensitif gizi, perlu
ditingkatkan disain, cakupan, kualitas dan sasarannya.
• Belum ada program yang secara efektif mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang baik
dan perubahan perilaku hidup sehat masyarakat.
• Program-program berbasis komunitas yang efektif di masa lalu tidak lagi dijalankan seperti
sebelumnya – Posyandu, PLKB, kader PKK, Dasawisma, dan lainnya.
• Pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menangani stunting
perlu ditingkatkan.
Percepatan Penanganan Stunting
2018 2019 2020 2021
Memaksimalkan Memperluas program Memperluas program Memperluas program
pelaksanaan program dan kegiatan nasional dan kegiatan nasional dan kegiatan nasional
terkait stunting yang ada yang ada yang ada
di 100 Kab/Kota ke 160 Kab/Kota ke 390 Kab/Kota ke 514 Kab/Kota
untuk untuk koordinasi dan untuk koordinasi dan untuk
koordinasi dan pelaksanaan dari pilar pelaksanaan dari pilar koordinasi dan
pelaksanaan penanganan stunting penanganan stunting pelaksanaan dari pilar
dari pilar penanganan penanganan stunting
Stunting
KEBIJAKAN RUMAH
SEDERHANA SEHAT DALAM
INTERVENSI KECACINGAN
TERINTEGRASI STUNTING
Dasar hukum
UU RI no 28/2002 tentang Bangunan dan Gedung
Paragraf 3, Pasal 21, Persyaratan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 meliputi
• Persyaratan sistim penghawaan
• Persyaratan sistim pencahayaan
• Persyaratan sistim Sanitasi
• Persyaratan sistim Penggunaan bahan bangunan
Paragraf 5, Pasal 21, ayat (1) Persyaratan Kenyamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 meliputi Persyaratan:
• Kemudahan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung
• Kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung
UU RI no 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan permukiman (penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau
di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh Indonesia)
Dasar hukum
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 102 TAHUN 2000
TENTANG STANDARDISASI NASIONAL
SK Badan Standar Nasional no 3401/BSN-I/HK.71/11/2001
• STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku secara nasional
• Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun
berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan IPTEK masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya.
Kebutuhan ruang minimal menurut perhitungan dengan ukuran Standar Minimal adalah 9
m2, untuk perhitungan kurang atau sama dengan 3 (tiga) jiwa (bila mengacu pada standar
WHO, maka jumlah jiwa tersebut adalah 4 jiwa) luas tersebut harus ditambahkan dengan
luas kelengkapan bangunan minimal, yang meliputi kamar mandi / WC dan dapur.
4
Penghawaan
Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan
memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut
• Lubang penghawaan minimal 5% x luas lantai ruang
• Aliran volume udara masuk = volume udara keluar
• Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau kamar mandi/wc
Udara segar
KONSEPSI RUMAH INTI TUMBUH
(RIT)
RUMAH INTI TUMBUH (RIT) merupakan upaya menyiasati kendala keterjangkauan masyarakat terhadap Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat).
RIT menjadi rancangan rumah antara sebagai cikal bakal Rumah Sederhana Sehat.
Rancangan RIT dapat memenuhi tuntutan kebutuhan paling mendasar dari penghuni mengembangkan rumahnya, sebagai upaya
peningkatan kualitas kenyamanan, dan kesehatan penghuni melakukan kegiatan hidup sehari-hari. dengan ruang-ruang yang perlu
disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari:
1.
1 ruang tidur, memenuhi persyaratan keamanan;
dengan bagian bagiannya tertutup oleh dinding dan atap;
memiliki pencahayaan yang cukup berdasarkan perhitungan;
ventilasi cukup dan terlindung dari cuaca.
2. 1 ruang serbaguna, merupakan ruang kelengkapan rumah dimana didalamnya dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat melakukan
aktivitas-aktivitas lainnya.
Ruang terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga merupakan ruang terbuka
masih memenuhi persyaratan minimal untuk menjalankan fungsi awal dalam sebuah rumah sebelum dikembangkan.
3. 1 kamar mandi/kakus/cuci, merupakan bagian dari ruang servis yang sangat menentukan berfungsi/tidaknya rumah tersebut, khususnya
untuk kegiatan mandi cuci dan kakus.
Konsepsi cikal bakal dalam hal ini diwujudkan sebagai suatu Rumah Inti yang dapat tumbuh menjadi rumah sempurna yang memenuhi
standar kenyamanan, kemanan, serta kesehatan penghuni, sehingga menjadi rumah sederhana sehat.
POLA PERTUMBUHAN RUMAH INTI TUMBUH (RIT) MENJADI Rs. SEHAT
• RIT adalah embrio dari Rs SEHAT , memiliki wujud rumah belum sempurna tapi sudah memiliki
komponen sistim yang utuh walau belum berfungsi 100% untuk selanjutnya menjadi rumah yang
sempurna dgn fungsi penuh.
• RIT merupakan rancang ruang yg hanya menyediakan wadah untuk kebutuhan kegiatan paling
mendasar.
Pengembangan menjadi Rs SEHAT dilakukan bertahap mulai dari RIT1 RIT-2 RS-Sehat-1 Rs
Sehat 2.
• Pengembangannya tergantung tuntutan, kebutuhan & kemampuan pemiliknya
• Ukuran pembagian ruang dalam rumah didasarkan pada satuan ukuran modular dan standar
internasional untuk ukuran ruang gerak. Ukuran ruang RIT-1 adalah sebagai berikut:
R. Tidur : 3,00 m x 3,00 m
Serbaguna : 3,00 m x 3,00 m
Km/Kukus/cuci: 1,20 m x 1,50 m
• Dalam proses pengembangan RIT-1 RIT-2, Rs.SEHAT-1, Rs. SEHAT-2: Rs. SEHAT T-28,8 maupun Rs
Sehat T-36 tetap mengikuti kaidah perencanaan Rs. Sehat dan ukuran modul yg sudah ditetapkan.
Tata Letak
• Rumah tunggal,
• Sumber air bersih,
• Tangki septik,
• Bidang resapan atau taman sanita,
• Bak sampah (dibuang ke TPS/TPA,
• Komposter sampah organik/basah
yang akan diolah jadi kompos.
Permasalahan
• Di pedesaan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini karena buruknya sistem
sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak
terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar.
• Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki kebiasaan membuang
hajat di tanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang
reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
• Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu
optimal adalah 23-30oC.
• Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur
cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.
Kecacingan
Pencegahan
Cara penularan
• Perilaku BAB tidak di jamban atau di sembarang tempat, menyebabkan pencemaran • Sanitasi yang baik
tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing.
dan perbaikan
• Penularan terjadi karena menelan telur yang fertile dari tanah yang terkontaminasi
dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang terkontaminasi dengan
hygiene perorangan
tanah yang berisi telur cacing. terutama
• Penularan tidak terjadi langsung dari orang ke orang lain atau dari tinja segar ke penggunaan alas
orang. kaki;
• Penularan terjadi paling sering di sekitar rumah, dimana anak-anak, tanpa adanya
fasilitas jamban yang saniter, mencemari daerah tersebut; infeksi pada anak • Membersihkan
kebanyakan karena menelan tanah yang tercemar. jamban setiap hari.
• Penularan melalui air sungai juga dapat terjadi, karenaair sungai sering
dipergunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari
• Buang Air Besar di
• Tanah yang terkontaminasi telur cacing dapat terbawa jauh karena menempel pada
jamban.
kaki atau alas kaki masuk ke dalam rumah, penularan melalui debu juga dapat
terjadi.
KOMPONEN BANGUNAN RUMAH SNI
DRAINASE Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air SNI 03-2453-2002
Hujan Untuk Lahan Pekarangan
Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan
SNI 06-2459-2002
AIR LIMBAH Tata cara perencanaan tangki septik dengan SNI 03-2398-2002
sistem resapan
Pengoperasian dan pemeliharaan instalasi Pd T-02-2004-C
pengolah air limbah rumah tangga dengan
Tangki Biofilter
wadah di sumber
wadah sampah basah dan sampah
Spesifikasi komposter rumah tangga individual SNI 19-7029-2004
KOMPOSTER
kering
SAMPAH dan komunal
Spesifikasi kompos dari sampah organik SNI 19-7030-2004
domestik
Tata cara pemasangan dan pengoperasian Pd-T-15-2003
komposter individual dan komunal
Ventilasi dan
• Lubang cahaya langsung berhubungan dengan udara luar.
Penerangan
Pintu • Terbuka ke dalam, lebar (0,60 – 0,80) m dan tinggi min 1,60 m;
tangki septik
suatu ruangan kedap air atau beberapa kompartemen
ruangan yang berfungsi menampung dan mengolah air limbah
rumah tangga dengan kecepatan alir yang lambat, sehingga
memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap
suspensi benda-benda padat dan kesempatan untuk
penguraian bahan-bahan organik oleh jasad anaerobik
membentuk bahan-bahan larut air dan gas.
• Tidak boleh ada rembesan dari tangki, sehingga
menimbulkan potensi pencemaran lingkungan.
• Jarak tangki ke bangunan 1,5 m, sedangkan jarak tangki ke
sumur air bersih 10 m, dan 5 m untuk jarak tangki ke sumur
resapan air hujan.
• Waktu pengurasan (2-3) tahun
Baku mutu efluen
papyrus
typha
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH KOMUNAL
BIOTOUR-1
(SISTEM BIOFILTER-MEDIA STATIS/MOBILE, HIBRID UASB-BIOFILTER, TAMAN SANITA DAN FILTRASI
GRANULAR)
cuci
kendaraan,
Unit flushing
membran toilet
Unit aerob,
lahan Unit
Air limbah Unit Unit biofilter basah filtrasi,
rumah Prapengolahan multi media buatan desinfeksi
tangga -screen kasar
-pengendap
Badan air
Kolam ikan
Kebutuhan
Daur ulang : umum rumah
pertanian tangga
PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTOUR-1
Penggunaan air daur ulang yang lebih aman di Kesenden, Cirebon
PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTOUR-1
Perubahan perilaku BABS di kebun/sungai ke sarana MCK+daur ulang di kawasan endemik filariasis di Kab.
Bandung (Oxbow Dara Ulin, DAS Citarum)
PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTOUR-1
Outlet Outlet Permen
• Sumber air limbah: Air Parameter satuan
Inlet
IPAL taman
sanita-1
taman
sanita-2
LHK
68/2016
limbah tercampur pH
BOD mg/L
8,30
610,26
7,76
32,33
7,77
17,03
6-9
30
COD mg/L 682,20 14,77 3,52 100
• Kapasitas: 50 KK TSS
Minyak dan
mg/L
mg/L
221,4
195,13
2,46
21,6
5
9,20
5
10
lemak
Unit
Biodigester
Air limbah – baffled Unit
kakus fixed dome Biofilter
Unit Taman
Sanita- Daur ulang :
Air limbah Horizontal pertanian
Sampa
h basah non kakus
Penerapan Biotour-2
Perubahan perilaku BABS di sungai ke sarana MCK+daur ulang di
kawasan (Batujaya, Karawang)
Penerapan Biotour-2
Lokasi (2014):
Kp. Lija, Desa Sukaresmi, Kec. Megamendung, Kab. Bogor, Jawa Barat
USEPA
Baku mutu
Standard for
Parameter Satuan 2014 2015 2016 Permen LHK
water reuse –
No.68/2016
agricultural
T °C 28 28 28
pH - 7,01 7,08 7,3 6-9
BOD mg/L 39,88 26,15 11,5 30 ≤ 30
COD mg/L 71,21 80,52 20,6 100
TSS mg/L 32 21 10,5 100 ≤ 30
Penerapan Biotour-2
Lokasi (2015):
Desa Pongkai Istiqomah, Kecamatan XIII Koto, Kab. Kampar, Provinsi Riau
USEPA
Unit Unit Standard for
Permen LHK
Parameter Satuan Biodigester + Pengolahan water reuse –
No.68/2016
biofilter akhir agricultural
purposes
T °C 28,3 28,1
pH - 7,01 7,20 6-9
TSS mg/L 65 46 100 ≤ 30
COD mg/L 415,24 168 100
BOD mg/L 74,6 26,3 30 ≤ 30
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
Hasil pengujian bakteriologis pada lumpur tinja (septage) dan lumpur stabil
Konsep:
Pengelolaan sampah terpadu berbasis 3R.
•Di dalam sampah berbagai jenis patogen
Keunggulan:
dapat hidup antara 5 sampai 100 hari,
Efisiensi pengelolaan sampah kota.
bergantung pada kondisi lingkungan
Proses pemilahan dan 3R sejak di sumber sampai di TPA
yang mempengaruhinya, misalnya suhu baik secara individual, komunal dan lingkungan.
lingkungan, pH, kelembaban dan Sampah organik rumah tangga (sampah dapur/ sampah
sebagainya. halaman) terselesaikan di sumber.
•Bakteri E.coli dapat hidup 50-90 hari Menekan biaya investasi dan O&M pengolahan sampah.
dalam sampah berlumpur dengan suhu Peningkatan peluang usaha dan penghasilan masyarakat.
20-30OC. Untuk daerah sub urban/ perbatasan kota digunakan
•Telur cacing perut Ascaris lumbricoides konsep 3R di sumber.
Persampahan
dapat hidup beberapa bulan di sampah.
75
Lumpur stabil
• Tidak berbau, tidak terdapat vector
• Indeks stabilisasi: min 40% (volatile/padatan)
• Kadar air: 50 – 60%
• Kelembaban < 10%
• Virus hewan < 1 plaque/100 mL, bakteri pathogen < 3 koloni unit
forming per 100 mL, parasite 1 telur viable per 100 mL
• Untuk di taman perumahan (densitas fecal coliform < 1,000
MPN/gram padatan kering, densitas salmonella < 3 MPN per 4 gram
padatan kering).
PROMKES
• Tidak merokok
• Germas
• Gizi seimbang
• PHBS
TERIMA KASIH