Anda di halaman 1dari 20

ASAS

PENYLENGGARAAN
PEMERINTAHAN
DAERAH

DESENTRALISASI,
DEKONSENTRASI DAN TUGAS
PEMBANTUAN
SEJARAH DESENTRALISASI

 Desentralisasi, terutama desentralisasi


politik telah menjadi tren global.
Menurut Catatan Manor (1998) negara-
negara demokrasi, besar atau kecil,
kaya atau miskin, telah melakukan
devolusi politik, desentralisasi fiskal,
dan desentralisasi administratif ke
daerah-daerah
 di Indonesia konsep desentralisasi
sebenarnya bukanlah hal baru.
Ekspedisi Harian Kompas 2009
menemukan bahwa desentralisasi, yang
dalam hal ini swatantra (Otonomi) –
telah dipraktikkan di beberapa tempat
di Indonesia jauh sebelum negeri ini
merdeka. Artinya, negeri ini memiliki
pengalaman historis dalam
berdesentralisasi.
 Rezim orba dengan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tidak
“memperkenankan” adanya
pemerintahan daerah, tetapi
pemerintahan “di” daerah.
 Kata “di” dapat ditafsirkan sebagai
praktek hegemonik-eksploitatif pusat
terhadap daerah. Untuk memperhalus
hegemoni itu, pemerintah pusat
mengkampanyekan citra: Pusat adalah
pusatnya Daerah; Daerah adalah
daerahnya Pusat.

 “Politik desentralisasi dan otoda“ rezim
orba telah membuat pemerintah daerah
sangat tergantung kepada pemerintah
pusat; sebuah kondisi yang paradoks /
diasumsikan dengan makna konsep
otonomi daerah.
 Selain ketergantungan, banyak daerah,
khususnya “pemilik” sumberdaya alam,
seperti hutan dan tambang, tidak puas
terhadap pusat, akibat ketimpangan
pembagian keuangan antara pusat dan
daerah.
 Gerakan reformasi membantu bangsa ini
untuk memahami konsep desentralisasi
dengan lebih sehat dan adil, meski terus
berusaha menyempurnakan konsep yang
ideal dalam pola hubungan antara pusat
dan daerah
 Pada masa penerapan UU No. 5/1974
(UU pokok-pokok pemerintahan)
dinamika hubungan pusat-daerah
didominasi oleh dinamika sentripetal
(kekuasaan terpusat)
 Eforia reformasi melahirkan UU No.
22/1999. UU ini bergerak ke pendulum
yang sangat ekstrim. Tata-kelola
pemerintahan daerah di negeri ini
mengalami lompatan kuantum dari
yang serba-sentralistik menuju ke yang
serba-desentralistik (sentrifugal)
 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
mencoba merevisi (membagi secara
proporsional) dlm pola hub. Pusat dan
daerah.
PENGERTIAN
DESENTRALISASI
 Desentralisasimenurut UU
No. 32 tahun 2004 adalah
penyerahan wewenang
pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur
dan mengurus
urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
14 alasan perlunya desentralisasi
pemerintahan dalam sebuah Negara
(Rondineli dan Cheema)

1. Alat utk mengatasi hambatan bawaan


akibat perencanaan nasional yg
terpusat.
2. Memotong rantai panjang prosedur
birokrasi.
3. Meningkatkan kepekaan para pejabat
ttg masalah dan kebutuhan
masyarakat daerah.
4. Memberi peluang lebih baik pada
Pemerintah Pusat utk melakukan
campur tangan politik dan administrasi.
5. Memberi peluang lebih besar kpd
perwakilan kelompok politik, agama,
etnik, dll dalam membuat keputusan
utk pembangunan.
6. Meningkatkan kemampuan Pemda dan
Lembaga Swasta Daerah.
7. Efisiensi pemerintahan, krn tugas rutin
dilaksanakan oleh aparat di lapangan.
8. Koordinasi lintas departemen menjadi
efektif.
9. Partisipasi masyarakat dapat
dilembagakan secara efektif.
10. Melibatkan elit lokal.
11. Administrasi menjadi lebih luwes,
inovatif, dan kreatif.
12. Penempatan pelayanan dan fasilitas ke
dalam komunitas lebih efektif.
13. Meningkatkan stabilitas politik dan
persatuan nasional.
14. Efisiensi manajemen barang dan jasa
publik.
Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
 Isu otonomi daerah tidak bisa
di pisahkan dari konsep
desentralisasi
 Otonomi daerah lahir dari
kebijakan, implementasi dan
komitmen
mendesentralisasikan
kebijakan pusat kepada
daerah
IMPLEMENTASI DESENTRALISASI
DALAM PENYELENGGARAAN OTODA
DI INDONESIA

 Implementasi Asas Desentralisasi dalam


penyelenggaraan pemerintahan dan
pola hubungan antara pusat dan daerah
sejatinya sudah berlangsung sejak lama
 Penyelenggaraan otonomi daerah
sebagai bukti penerapan asas
desentralisasi di Indonesia sudah ada
sejak tahun 1957.

 Beberapa sistem yang sudah diterpkan


dapat diuraikan sebagai berikut :
I. Model Tiga tingkat dg otonomi luas
pada unit dasar.

– UU No 22 Th 1948, UU No 1 Th 1957,
dan UU No 18 Th 1965.
– Pemda terdiri 3 tingkat : Pemda Tk I,
Pemda Tk II, dan Pemda Tk III.
II. Model Dua Tingkat dg otonomi
sangat terbatas.

– UU No 5 Th 1974.
– Dati I (otonom) sekaligus
wilayah Provinsi (wilayah
administrasi) dan Dati II
sekaligus wilayah
kabupaten/kota (wilayah
administrasi)
– Asas dekonsentrasi dan
desentralisasi pada semua
tingkat
III. Model Semi Dua Tingkat dg Otonomi
luas pada unit dasar

– UU No 22 Th 1999 jo UU 32 Th
2004.
– Pemda terbagi atas Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
– Provinsi menganut asas
Dekonsentrasi dan
Desentralisasi terbatas.
– Kabupaten/Kota menganut asas
desentralisasi.
– Provinsi merupakan wilayah
administrasi sekaligus daerah
otonom (terbatas).
– Kabupaten/Kota merupakan
daerah otonom penuh (luas).
KESIMPULAN PELAKSANAAN
DESENTRALISASI INDONESIA

 Dalam era reformasi kebijakan


desentralisasi lebih berpihak pada
kemandirian daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan, atau
penyelenggaraan pemerintahan
cenderung bersifat desentralis. Hal ini
ditandai dengan berlakunya UU Nomor
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang kemudian direvisi menjadi
UU Nomor 32 tahun 2004.
 Kebijakan ini tentunya sejalan dengan
semangat reformasi, meskipun
demikian dalam implementasinya
ternyata belum benar-benar dapat
mewujudkan otonomi daerah.
 Sebagian besar urusan pemerintahan
telah diserahkan kepada daerah disertai
dengan dukungan fiskalnya, tetapi
pengelolaannya belum berdampak
signifikan terhadap peningkatan kualitas
pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat.
 Hal ini diantaranya terlihat dari:
fenomena tingginya political cost yang
harus dikeluarkan untuk membiayai
proses demokrasi di daerah, sementara
di lain pihak terdapat fenomena masih
rendahnya tingkat pendidikan pada
sebagian besar lapisan masyarakat,
tingginya angka kemiskinan di daerah-
daerah, masih rendahnya indeks
pembangunan manusia, dan
terbatasnya penyediaan sarana dan
prasarana pembangunan di berbagai
daerah.
DEKONSENTRASI

 Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu.
 Gubernur yang karena jabatannya
berkedudukan juga sebagai wakil
Pemerintah di wilayah provinsi yang
bersangkutan, dalam pengertian untuk
menjembatani dan memperpendek
rentang kendali pelaksanaan tugas dan
fungsi Pemerintah termasuk dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan
pada strata pemerintahan kabupaten
dan kota.
 Wakil pemerintah sebagaimana
dimaksud adalah perangkat pemerintah
pusat dalam rangka dekonsentrasi.
Tugas dan wewenang Gubernur

 Tugas dan wewenang Gubernur sebagai


wakil pemerintah pusat adalah:
 pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota;
 koordinasi penyelenggaraan urusan
Pemerintah di daerah provinsi dan
kabupaten/kota;
 koordinasi pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan tugas pembantuan di
daerah provinsi dan kabupaten/kota.
 Dalam kedudukannya tersebut,
Gubernur bertanggung jawab kepada
Presiden.
TUGAS PEMBANTUAN

 Tugas pembantuan adalah


penugasan dari Pemerintah
kepada daerah dan/atau
desa dari pemerintah
provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau
desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk
melaksanakan tugas
tertentu.
Sumber tulisan :

1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang


Pemda
2. UU No. 12 Tahun 2008 tentang
perubahan ke-2 pemda
3. Crook, R.C. dan J. Manor. 1998.
Democracy and Decentralization in
South-East Asia and West Africa:
Participation, Accountability, and
Performance. Cambridge University
Press, Cambridge.
4. Sadu Wasistiono,2003. Kapita
Selecta MANAJEMEN PEMERINTAHAN
DAERAH, Fokusmedia Bandung

Anda mungkin juga menyukai