Anda di halaman 1dari 18

Pharmacy Departement of November 2023

Hasanuddin University

METODE PEMIKIRAN
FILSAFAT
Aderia Angriawan
N012231014
Introduction
Berfilsafat merupakan proses berfikir mendalam untuk menjawab begitu
banyak pertanyaan dan rasa heran manusia Ketika berhadapan dengan alam
semesta ini. Manusia ingin mengungkap rasa ingin tahunya. Dalam hal
tersebut, membuat seseorang bertanya, memikirkan, dan merenung.

Proses berfilsafat membutuhkan metode agar perenungan mendalam


tersebut mendapatkan jawaban pasti secara rasional dan empiris. Mengambil
dari Bahasa Yunani ‘methodos’, merupakan metode Bahasa Belanda/Inggris
dan bangsa Eropa yang berarti sambungan kata, yaitu meta, dapat dipahami
sebagai tujuan, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan kata benda seperti
jalan, perjalanan cara dan arah itu bearti ‘hodos’. Banyak kata methodos
dipahami sebagai penelitian, kerangka kerja ilmiah, hipotesa ilmiah, dan
uraian keilmuan.
Metode Berfikir Filsafat
01 02 03 04 05
Metode Intuitif Metode Metode Dialetika Metode Metode Analitika
Transendental Fenomenologi Bahasa

06 07 08 09 10
Metode Logika Filsafat Analiss Logis Analisis Inferensi Metode Kritis
Hermeneutik

11 12 13 14
Metode Skolastik Metode Matematis Metode Empiris- Metode
Eksperimental Eksistensialisme
Metode Intuitif
Dalam setiap aktifitas yang dihadapinya dalam menghadapi kehidupan dan
dunia ini, para filsuf ini menggunakan kesadarannya serta kesimpulan yang
diperolehnya tidak selalu senada dengan para filsuf lainnya. Secara umum,
pengertian intuitif adalah penggunaan intuisi yang berupa mengetahui apa yang
terjadi selanjutnya yang didapat dari pola-pola yang tidak disadari sebelumnya.
Beberapa manusia memiliki intuisi yang lebih tajam dan lebih kuat
dibanding manusia lain dan kemampuan intuitif hadir karena seseorang memiliki
kemampuan psikis yang kuat, sehingga dapat menjadi radar ketika akan melakukan
sesuatu. Merujuk pada filsafat Plotinus dan Bergson, keaslian fitrah manusia dan
kemurnian kenyataan yang dihadapi harus menjadi target dari totalitas penyerahan
diri, walau terkadang harus menjaga jarak dan berjauhan dengan logika.
Intuisi ini menduduki tempat sentral dalam filsafat Bergson dan
menurutnya manusia sebagai makhluk hidup merupakan satu-satunya yang
memiliki inteligensi dan dengan inteligensinya manusia menghadapi hidup. Bagi
Bergson, intuisi merupakan kemampuan manusia untuk meraih kenyataan yang
tidak tergantung pada posisi seseorang, dengan lain perkataan kenyataan mutlak.
Jika intelektualitas memiliki tugas membandingkan, menghitung, menganalisa, dan
mengukur tingkat eksistensi, maka intuisi merupakan unsur yang menjadi elan vital
(menangkap keberlangsungan dan kebebasan manusia). Dalam konsep
keberlangsungan, tidak ‘ada’akhirnya berganti dengan ‘menjadi’.Kategori-kategori
yang sifatnya tetap, tentu tidak bisa ditangkap oleh keberlangsungan karena intusi
manusia bersifat sangat eksklusif.
Transendental
Kant adalah pelopor dari metode transcendental yang mendamaikan dua aliran –rasionalisme dan
empirisme— ini. Hidup antara tahun 1724-1804 Masehi, Immanuel Kant adalah termasuk titik tolak
dan jajaran filsuf periode baru dalam filsafat Barat. Kebenaran ditempatkan Kant dalam pernyataan
dan kesimpulan lengkap, bukan merupakan konsep tunggal. Kant membedakan pengertian dalam
dua jenis, yaitu:
a. Pengertian analistis.Pengertian ini sering ditemukan dalam ilmu pasti dan selalu bersifat apriori.
b. Pengertian sintesis yang dibagi lagi dalam dua kategori, yakni:
- Aposteriori singular, misalnya ungkapan, ”saya merasa panas.”Ini sering juga disebut
kebenaran yang berasal dari pengalaman subyektif.
- Apriori, misalnya perkataan, “sekarang hawa panas 100 derajat celcius.” Ini adalah pasti dan
universal.
Kemajuan kehidupan sehari-hari adalah inti dari metode ini ketika menerima nilai objektif dari ilmu
positif, begitu pula halnya dengan kemajuan dan kebahagiaan yang lebih banyak berasal dari nilai
subyektif agama dan moral.
Metode Dialetika
Plato membahas filsafat dengan metode dialektik, melalui Menurut Socrates, metode dialektika atau dialog
dua orang berdialog yang saling melemparkan pertanyaan merupakan langkah dalam memulai setiap filsafatnya. Cara
serta memberikan jawaban masing-masing secara bertanya jawab atau dialog memiliki keunggulan dalam hal
bergantian. Secara berangsur-angsur, keraguan dan membangun pemahaman yang berasal dari diri sendiri.
ketidakjelasan akan dapat dikurangi dengan adanya metode Jawaban yang keluar dari diri sendiri dapat membangun
dialektika, dimana dengan bertanya dan menjawab akan logika dan dapat dipertanggungjawabkan, cara seperti ini
diperoleh kebenaran yang diharapkan. mampu menjadikan karakter orang menjadi kuat. Maka
Metode dialog atau Platonik memang bukan metode utama menjadi tidak heran dalam beberapa sistem pendidikan
dalam kajian filsafat, tetapi metode dialektik dianggap dapat konsep dialektika sekaligus dijadikan sebagai cara belajar
menyelesaikan seluruh persoalan kefilsafatan dua arah.
Metode Fenomenologis
HUSSERL (1859-1938) FENOMENA = OBJEK
Fenomenologi yang dimaksud Husserl bukanlah fenomena yang dapat diteliti dengan
observasi empiris. Fenomenologi yang dimaksud Husserl adalah yang berasal dari
TIGA REDUKSI
bahasa Yunani, ‘phainomai’, yang diartikan “yang terlihat.” Bila diartikan adalah “data • Melakukan reduksi atas objek forma
sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman.” dari sesuatu yang sifatnya tida
substansial.
Menurut Husserl fenomenologi adalah manusia menghilangkan seluruh unsur • Mereduksi objek melalui jalan
subyektif, seperti keinginan dan perasaan. Termasuk pandangan yang sifatnya praduga menghilangkan unsur subyektif,
• Reduksi selanjutnya mengarah k
dan tekanan dari luar untuk dapat melihat sesuatu dengan objektif. Tetapi yang harus subyek atau wende zum subyekt. In
disebut juga sebagai penampakan dir
dilakukan oleh manusia adalah melakukan observasi terlebih dahulu atas hal baru yang
sendiri, dimana dasar kesadaran yan
dilihatnya. membentuk suatu subyek dihilangkan.
Bagi Husserl, manusia harus melihat fenomen qua fenomen (fenomena demi
fenomena) dan tidak menyimpulkan sesuatu dengan tergesa-gesa. Istilah lain adalah
‘einklammern’atau ‘mengurung’, dimana manusia semestinya menunda keputusan
atau pikiran tertentu atas realitas yang baru muncul.
Metode Analitika Bahasa
Sejak berkembang di Yunani, hubungan antara filsafat dan
bahasa telah menjadi perhatian bagi filsuf. Mereka
menggunakan analisa bahasa untuk mempertanyakan dan
mengetahui berbagai problematika filsafat, misalnya,
metafisika atau hakikat ada, kewajiban, kebaikan, keadilan dan
kebenaran. Menurut Ludwig Wittgenstein, filsafat menjadi
Filsuf menekankan dengan mengatakan bahwa kesimpulan membingungkan karena bahasanya yang membingungkan dan
yang telah terlebih dahulu dianalisa akan lebih bermakna jika kacau. Ia berpendapat bahwa orang tidak akan memahami ide
disampaikan. Dalam proses penyampaiannya, maka dibutuhkan kita, pertanyaan maupun pernyataan benar atau salah bila
bahasa dan bahasa selalu terkait dengan menerangkan dan disampaikan dengan bahasa yang sulit dipahami.
diterangkan atau dikenal dengan filsafat analitik Wittgenstein juga berpendapat bahwa arti kata muncul dari
pemakaiannya, sedangkan makna akan bergantung pada
penggunaannya
Metode Hermeneutik
Secara etimologis, ‘hermeneutika’ berasal dari bahasa Yunani, yang bermakna “mengartikan,
menginterpretasikan, menerjemahkan, dan menafsirkan.” Secara harfiah memiliki arti “penafsiran
atau interprestasi.” Hermeneutik pada dasarnya adalah penafsiran yang sifatnya sangat
sederhana, dimana seseorang dapat melakukan penafsiran atas objek yang dilihat, dirasa, dan
dihadapi dalam kehidupannya. Namun, agar makna yang terkandung di dalam objek itu tidak
melenceng, filsafat memberikan pegangan dimana penafsiran tidak dilakukan begitu saja.

Secara terminologisnya, hermeneutik adalah proses dimana awalnya manusia dari tidak tahu
menjadi tahu dan mengerti. Bahasa menjadi faktor utama yang mempengaruhi seseorang
menjadi mengerti, karena untuk menjelaskan sesuatu agar orang mengerti, maka yang
dibutuhkan adalah interpretasi, menerjemahkan. Hermeneutik akan mengajarkan bagaimana
“berdamai” dengan bahasa menjadi lebih baik dan sistematis. Bahasa harus memiliki arah dan
aturan untuk mengungkapkan sebuah pemikiran.
Logika Filsafat
Filsafat adalah suatu usaha memahami manusia, alam semesta, dan Tuhan.
Termasuk makna dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Filsafat merupakan
jalan menuju kebenaran dan kebijaksanaan, dimana filsafat tidak hanya untuk
dapat dipelajari dan diketahui saja, tetapi dipraktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Filsafat dimaknai sebagai jalan dalam mengarahkan manusia agar dapat
hidup dan mengisi kehidupan ini dengan baik dan bisa menyebarkan nilai-nilai
kebaikan kepada manusia lainnya. Filsafat tidak hanya berbicara pada tataran
mencari kebenaran terhadap sesuatu saja, melainkan juga sebagai jalan
kebenaran dalam berpikir (logika), mencari hakikat sesuatu (metafisika), dan
bagaimana dapat berperilaku dengan baik (etika) di dalam kehidupan ini.
Analisis Logis

Analisis dapat dikategorikan sebagai bagian dari metode berfikir yang


diartikan sebagai kegiatan logika untuk menjelaskan pemikiran dan
perasaan manusia dari seluruh entitas yang ada. Dengan adanya kegiatan
logika, maka manusia dapat menyaring kebenaran yang bersifat konkrit.
Analisis haruslah memuat seluruh hal tentang prosedur, konsep, fakta,
dan prinsip agar dapat digunakan untuk menyederhanakan hasil
pemikiran. Termasuk di dalamnya ungkapan dari pola pikir manusia itu
sendiri.
Metode Inferensi
 Metode Induktif
Metode ini untuk menyimpulkan pertanyaan hasil observasi dalam suatu pertanyaan umum. Metode induktif banyak
diterapkan pada ilmu-ilmu empiris. Suatu inferensi disebut induktif ketika berawal dari pernyataan tunggal, misalnya,
gambaran tentang hasil pengamatan dan penelitian sampai pada pernyataan universal.
Dalam metode induksi, setelah diperoleh pengetahuan dari hasil pengujian suatu benda, maka pengetahuan itu dapat
digunakan untuk hal lainnya
 Metode Deduktif
Deduktif diartikan sebagai metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris harus diolah lebih lanjut dalam sistem
pernyataan yang runtun. Hal-hal yang harus ada dalam metode ini adalah perbandingan logis antar kesimpulan. Ada
penyelidikan bentuk logis teori untuk mengetahui apakah sebuah teori mempunyai sifat empiris atau ilmiah. Terdapat
perbandingan dengan teori-teori lain dan ada penguji teori dan secara empiris ada kesimpulan yang bisa ditarik dari teori
tersebut.
Dalam metode deduktif pula, sebuah kata memiliki makna etimologis dan terminologi, maka harus terlebih dahulu
dijelaskan makna-makna tersebut. Tetapi filsafat tidak hanya bisa didasarkan pada satu istilah. Mencari kebenaran dan
merasa tidak cukup dengan kebenaran adalah tujuan akhir befilsafat.
Metode Krisis
Setiap rumusan yang dikemukakan, Sokrates Pengembangan metode ini dilakukan oleh muridnya
mengajukan uraian atau meminta contoh konkrit. Plato. Ada perbedaan penting di antara guru dan
Kemudian dikemukakan bandingan atau pertanyaan. murid ini. Berbeda dengan Sokrates, Plato
Proses ini disebutnya ‘elenkhos’ (pembantahan). berpendapat bahwa ia, atau manusia, sudah memiliki
Jawaban-jawaban yang diberikan kerap beberapa pengetahuan yang definitif dan rumusan
menampakkan pertentangan dalam rumusan dan pasti. Dari sinilah kemudian dibina dan dikembangkan
kesenjangan antara rumusan dan contoh atau antar pengetahuan definitif dan rumusan pasti lainnya.
pernyataan. Setiap pernyataan dikupas dan setiap Kalau Sokrates lebih banyak bertugas menjadi tukang
istilah didefinisikan. Ini suatu proses induksi. Apa itu mendobrak dan membongkar, Plato mulai membina di
“keutamaan dan kebenaran” dan berbagai istilah atas reruntuhan bongkaran tersebut. Salah satu cara
lain. Jika perlu digunakan analogi. Dari sini, dicarilah membinanya adalah dengan memutuskan definisi,
generalisasi dan dirumuskan pengertian umum, mengajukan hipotesa, melaksanakan analisa dan
yaitu suatu definisi yang mencakup semua dan akhirnya merumuskan kesimpulan
mengeluarkan yang tidak seyogianya masuk.
Metode Skolastik
Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan
yang erat dengan metode mengajar. Pada saat yang sama,
dikembangkan dengan metode berpikir. Berawal pada suatu teks
yang diambil dari seorang pemikir besar atau dari kitab suci,
kemudian diberi penafsiran dan komentar. Komentar berkisar
pada soal-soal ril. Supaya topik dipahami, semua istilah, ide dan
kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala segi.
Segala ‘pro’ dan ‘kontra’ dihimpun dan dibandingkan. Semua
proses ini, yang disebut ‘lectio’ diharapkan tercapai suatu
pemahaman baru.
Metode Matematis
Descartes menyebut metodenya ‘metode analistis’. Menurut Descartes bahwa
ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan
dengan pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan
cara penemuan (via inventionis). Penemuan itu dengan melakukan empiris
rasional. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika, analisa
geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.
Metode Empiris-Experimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan
metode Descartes, terutama dalam menekankan data kesadaran Dengan metode tersebut, dapat disusun suatu
individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman
filsafat yang dapat dipertanggung jawabkan.
(empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang
rasio. David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme ini Tetapi, karena ketatnya pengujian, maka yang
dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme.
bisa diterima hanya sangat sedikit. Itu sebabnya
Hume memakai metode eksperimental, metode yang membawa kepada
kesuksesan yang luar biasa dalam ilmu alam. Menurut Hume, mustahil Hume mengatakan bahwa filsafat moral bisa
mengungkapkan hakikat manusia melalui intuisi, hingga perlu diambil
dan biasa didasarkan atas kepercayaan (belief)
jalan yang lebih induktif ketimbang deduktif. Semua pengertian dan
kepastian berasal dari pengamatan terhadap tingkah laku dan introspeksi dan perasaaan (feeling). Metode Hume ini
tentang proses-proses psikologis didukung oleh Thomas Hobbes, John Locke dan
Berkeley.
Metode Ekstensialisme

Pada dasarnya dalam analisa


eksistensi itu, de facto mereka
memakai fenomenologis yang
otentik, dengan observasi dan
analisa teliti. Setiap ungkapan, baik
awam maupun ilmiah, berakar pada
suatu pengalaman langsung yang
bersifat pra-reflektif dan pra-ilmiah.
Melalui analisa ungkapan
pengalaman terbatas itu, dapat
ditemukan kembali pengalaman
lebih fundamental itu.
THANK
YOU!

Anda mungkin juga menyukai