Anda di halaman 1dari 37

Referat

Patogenesis Dermatitis Atopik


Pembimbing: dr. Yari Castiliani Hapsari, Sp.KK, FINSDV
Penulis: Clarissa Adine (112021294)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Periode 28 Agustus – 30 September 2023
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Ukrida
Pendahuluan
 Dermatitis atopic adalah suatu peradangan kulit
kronik residif.
 Istilah “atopy” telah diperkenalkan oleh Coca dan
Cooke pada tahun 1023, asal kata “atopos” (out of
place) yang berarti berbeda
 Sampai saat ini etiologi DA dianggap multifactor,
namun pathogenesis yang pasti masih diteliti para
pakar, baik di bidang genetic, maupun berbagai
faktor eksternal dan internal, termasuk sawar kulit
 Faktor yang dapat mempengaruhi seperti : genetic,
sawar kulit, faktor predisposisi, faktor pencetus,
dan lingkungan.
Definisi
 Dermatitis atopic (DA) adalah peradangan kulit berupa dermatitis kronik residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama pada bayi (fase
infantile) dan fleksural ekstremitas (pada fase anak).
 Sering berhubungan dengan peningkatan serum IgE dan adanya riwayat atopi,
rhinitis alergi dan atau asma pada penderita atau keluarganya.
 Bayi dan anak-anak, 50% menghilang saat remaja, kadang menetap, atau baru
muncul saat dewasa.
Epidemiologi

 Dapat mengenai semua kelompok usia, namun sebagian besar manifestasi klinis
muncul pada 1 tahun pertama kehidupan atau masa kanak-kanak.
 Di Negara berkembang, 10-20% anak menderita dermatitis atopic dan 60%
diantaranya menetap sampai dewasa.
 Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa prevalensi DA semakin
bertambah sejak perang dunia II, dimana 90% kasus DA memiliki onset
sebelum usia 5 tahun.
 60% penderita DA mulai memberikan gejala pada tahun pertama kehidupan dan
20% menjadi penyakit rekuren seumur hidup
Etiopatogenesis

 DA merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal dan eksternal
 Faktor Internal, meliputi beberapa faktor: genetic, gangguan fungsi sawar kulit,
imunologis , dan psikologis.
 Faktor Eksternal: lingkungan, misalnyai berbagai bahan iritan, polutan, allergen hirup
maupun makanan
Hubungan disfungsi sawar kulit dan
pathogenesis DA

Sawar kulit dapat Berkurangnya volume seramid


juga menurun akibat
terpajan protease
eksogen dari debu Peningkatan enzim proteolitik dan trans-epidermal-
waterloss (TEWL) 2-5x dari orang normal
rumah dan S. aureus.
Perubahan sawar kulit mengakibatkan peningkatan
absorpsi dan hipersensitivitas terhadap allergen

Peningkatan TEWL (trans-epidermal water-loss), penurunan kapasitas


kemampuan absorbsi air  menyebabkan kulit kering dan bertambah
sensitivitas gatal terhadap rangsangan.
Imunopatogenesis dermatitis atopik

● Sistem imunitas tubuh merupakan proses pertahanan tubuh terhadap antigen yang masuk.
● Umumnya pasien DA memiliki peningkatan jumlah eosinofil dan kadar serum
Immunoglobulin E (IgE).
● Kelainan imunopatogenesis utama DA berkaitan dengan sel T helper (Th), yang berfungsi
mengenali antigen dan mengatur respon imun seperti inflamasi, pertahanan terhadap
infeksivirus, serta proliferasi sel T dan B spesifik
● Produk yang dihasilkan oleh sel-sel tersebut adalah makrofag/Langerhans, sel T natural killer
(NK), sel B dan sel T helper. Dermatitis atopic terjadi akibat aktivasi sel T yang berlebihan.

Dikutip dari Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6,


Nomor 2, Juli 2014, hlm. 76-83
Faktor Genetik
● Secara genetic terdapat 2 kelompok gen yang mendasar penyakit DA
● Gen pertama berhubungan dengan organ target (Mutasi gen filaggrin). Gen ini terletak pada

kromoson 1q21, dimana gen ini berperan dalam diferensiasi akhir epidermis.
● Gen kedua berhubungan dengan regulasi respon imun (Mutasi akan menyebabkan masuknya

protein antigen yang bersifat imunogenik ke dalam epidermis yang behubungan dengan DA).
● Kelompok gen kedua berhubungan dengan regulasi respon imun seperti sel T, presentasi

antigen, atau regulasi sintesis IgE.


Alergen dan Superantigen
● Faktor Eksogen, terutama alergen hirup (debu rumah,
tungau debu rumah) berperan pada terjadinya DA.
● Alergen makanan juga menjadi salah satu factor pemicu
DA, seperti alergi telur (69%), susu sapi (52%), kacang-
kacangan (42%), gandum (33%), serta ikan ataupun
ayam.
● Saat ini, diketahui juga bahwa eksotoksin
Staphylococcus aureus dapat menginduksi reaksi
imunologik dan dikenal sebagai superantigen.
● Bahan ini akan menstimulasi aktivasi sel T dan
makrofag. Mekanisme meningkatnya kolonisasi S.
aureus pada DA masih belum diketahui pasti, diduga
akibat kombinasi berbagai factor.
Faktor Psikologis
● Studi terbaru menunjukkan faktor-faktor psiko-neuro-imunologi dan
stress emosional berperan penting dalam terjadinya DA. Stres dapat
menyebabkan rusaknya fungsi sawar kulit dan memicu terjadinya
respon alergi atau Th2. Tingkat gangguan psikis pada DA cukup
tinggi, antara lain: cemas, stress dan depresi.
● Rasa gatal yang hebat memicu garukan sehingga terjadi kerusakan
kulit  rasa cemas semakin meningkat
● Pasien DA mempunyai kecenderungan bersifat temperamental,
mudah marah, agresif, frustasi dan sulit tidur.
Manifestasi Klinis
2 bulan – 2 tahun

● DA fase infantil lebih sering muncul pada


usia bayi (2 bulan-2 tahun), umumnya
awitan terjadi pada usia 2 bulan.
● Tempat predileksi utama di wajah diikuti
kedua pipi dan tersebar simetris.
● Lesi dapat meluas ke dahi, kulit kepala,
telinga, leher, pergelangan tangan, dan
tungkai terutama di bagian volar atau
fleksor
● Gambaran klinis fase ini lebih mirip
dermatitis akut, eksudatif, erosi dan
ekskoriasi.
Manifestasi Klinis
Usia 2 – 10 tahun

● DA fase anak pada fase anak biasanya pada usia 2 tahun


sampai 10 tahun dan dapat merupakan kelanjutan fase
infantile atau muncul tanpa didahului fase infantile.
● Tempat predileksi lebih sering di fosa kubiti dan popliteal,
fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher, dan
tersebar simetris.
● Lesi dermatitis cenderung menjadi kronis, disertai
hyperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi, krusta
dan skuama.
Manifestasi Klinis
Usia > 13 Tahun

● DA fase remaja dan dewasa biasanya terjadi


pada usia diatas 13 tahun dan dapat merupakan
kelanjutan fase infantile atau fase anak
● Tempat predileksi mirip dengan fase anak,
dapat meluas mengenai kedua telapak tangan,
jari-jari, pergelangan tangan, bibir, leher bagian
anterior, scalp, dan puting susu
● Manifestasi klinis bersifat kronis, berupa plak
hiperpigmentasi, hyperkeratosis, likenifikasi,
ekskoriasi dan skuamasi. Rasa gatal lebih hebat
saat istirahat, udara panas dan berkeringat
Kriteria Diagnosis DA
Kriteria William

I. Harus ada

Kulit yang gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)


I. Ditambah 3 atau lebih tanda berikut:

 Riwayat perubahan kulit/kering di fosa kubiti, fosa popliteal, bagian anterior dorsum
pedis, atau seputar leher (termasuk kedua pipi pada anak <10 tahun)

 Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi pada anak <4 tahun pada
generasi-1 dalam keluarga)

 Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun

 Dermatitis fleksural (pipi, dahi dan paha bagian lateral pada anak <4 tahun)

 Awitan di bawah usia 2 tahum (tidak dinyatakan pada anak <4 tahun)
Kriteria Diagnosis DA
Kriteria Hanifin-Rajka

3 Mayor + 3 minor

Dikutip dari : JKM. Vol.9 No.2 Februari 2010:188-198


Kondisi Ciri-ciri Skor
Luas Penyakit a. Fase anak

- <9% luas tubuh 1

- sekitar 9-36% luas tubuh 2

Derajat - >36% luas tubuh

b. Fase infantile
3

Keparahan DA - <18% luas tubuh

- Sekitar 18-54% luas tubuh


1

- >54% luas tubuh 3


oleh Hanifin- Rajka Kekambuhan - >3 bulan remisi/tahun 1

- <3 bulan remisi/tahun 2

- Terus menerus 3
Intensitas -Gatal ringan, kadang 1
mengganggu tidur di malam hari

-Gatal sedang, sering


2
mengganggu tidur malam hari
(tidak terus-menerus)

-Gatal hebat, mengganggu tidur


sepanjang malam (terus-
3
menerus)
Indeks score atopic (SCORAD)
A. Penilaian luas penyakit: dihitung menggunakan sistem rule of nine. Pada anak
dibawah usia 2 tahun, wajah dan kepala masing-masing dihitung 8.5% dan kedua
ekstremitas masing-masing 6%. Sedangkan pada dewasa, wajah dan kepala masing-
masing 4.5% dan kedua ekstremitas bawah masing-masing dinilai 9%.
B. Penilaian intensitas: parameter yang dinilai adalah morfologi pada kulit dengan
dermatitis yaitu eritema, edema tau papul, eksudat atau krusta, ekskoriasi, likenifikasi.
Setiap lesi dinilai sebagai berikut: 0 (bila tidak ada), 1 (ringan), 2 (sedang), 3 (berat).
Sedangkan untuk kulit kering yang dinilai adalah kulit di luar kelima lesi. Intensitas
morfologi dinilai oleh 2 orang pengamat dengan variasi (perbedaan) penilaian yang
tidak bermakna. Standar penilaian intensitas pada SCORAD adalah foto atau slide foto
pasien.
Indeks score atopic (SCORAD)

C. Penilaian subjektif: dilakukan terhadap rasa gatal dan gangguan tidur. Untuk
kedua parameter tersebut pasien diminta menilai dengan menggunakan
visual analog scales dari 0 sampai 10. Penilaian berdasarkan kesimpulan
analogi derajat rasa gatal dan tidak bisa tidur selama 3 hari atau 3 malam
terakhir. Untuk anak usia di bawah 7 tahun pemberian nilai tidak dapat
dipercaya, sehingga tidak ikut dinilai.
D. Total nilai indeks SCORAD: ditetapkan dengan rumus: A/5+ 7B/2 + C. Pada
formula ini A adalah luas luka (0-100), B adalah intensitas (0-18), dan C
adalah gejala subjektif (0-20). Berdasarkan dari penilaian SCORAD
dermatitis atopik digolongkan menjadi:
Indeks score atopic (SCORAD)
1. Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD <15): perubahan warna kulit menjadi
kemerahan, kulit kering yang ringan, gatal ringan, tidak ada infeksi sekunder.

2. Dermatitis atopik sedang (skor SCORAD antara 15–40): kulit kemerahan,


infeksi kulit ringan atau sedang, gatal, gangguan tidur, dan likenifikasi.

3. Dermatitis atopik berat (skor SCORAD >40): kemerahan kulit, gatal,


likenifikasi, gangguan tidur, dan infeksi kulit yang semuanya berat
Indeks score atopic (SCORAD)
Diagnosis Banding
• Pada fase bayi mirip dengan dermatitis seboroik,
psoriasis, dan dermatitis popok
• Pada fase anak mirip dengan dermatitis numularis,
dermatitis intertriginosa, dermatitis kontak, dan
dermatitis traumatika
• Pada fase dewasa mirip dengan neurodermatitis
atau liken simpleks kronikus
Pemeriksaan Penunjang
● Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan apabila ada keraguan klinis.
● Peningkatan kadar IgE dalam serum juga dapat terjadi pada sekitar 15 %
orang sehat, demikian pula kadar eosinophil, sehingga tidak patognomonik.
● Uji kulit dilakukan bila ada dugaan pasien alergik terhadap debu atau
makanan tertentu, bukan untuk diagnostic
● Selain itu bila diperlukan, bisa dilakukan pemeriksaan prick test, atopy patch
test, eliminasi makanan, open challenge test, dan sebagainya
Komplikasi
● DA yang mengalami perluasan dapat menjadi eritroderma. Atrofi kulit (striae atroficans) dapat
terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka panjang.
Tatalaksana

Terdapat lima pilar penatalaksanaan DA:

1. Edukasi dan empowerment pasien serta caregiver(s)

2. Menghindari dan memodifikasi faktor pencetus lingkungan/modifikasi gaya hidup

3. Memperkuat dan mempertahankan fungsi sawar kulit yang optimal

4. Menghilangkan penyakit kulit inflamasi

5. Mengendalikan dan mengeliminasi siklus gatal-garuk


Dikutip dari Diana IA, Boediardja SA, Sugito TL, dkk. Panduan diagnosis
dan tatalaksana dermatitis atopic di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2014.
Edukasi dan Konseling
● Pertimbangkan bebagai faktor yang mempengaruhi, upaya preventif atau
terapi kausal sesuai penyebab.
● Edukasi orang tua, pengasuh, keluarga dan pasien tentang DA, perjalanan
penyakit serta berbagai faktor yang mempengaruhi penyakit.
● Edukasi mengenai faktor yang bisa menjadi pencetus (tungau, debu,
makanan, bahan penyedap, kacang, susu sapi, telur, dan lainnya).
● Faktor psikologis seringkali berperan sebagai faktor pencetus atau sebaliknya.
Bila diperlukan pasien dapat dirujuk ke psikolog atau psikiater
Edukasi dan konseling
● Perawatan saat mandi:

- Mandi 1-2 kali sehari dengan air hangat selama 10-15 menit

- Menggunakan sabun mengandung pelembab, pH 5.5-6, tidak mengandung


pewarna atau pewangi

- Mencegah bahan iritan saat mandi, seperti sabun antiseptic

Dikutip dari : Dumakuri M. Dermatitis atopic:


Lesi kemerahan dengan rasa gatal. 2018
Edukasi
● Perawatan setelah mandi:

- Setelah mandi segera oleskan pelembab ke seluruh kulit kecuali kulit kepala

- Cara pemakaian: menggunakan tangan, dioleskan tipis di seluruh permukaan kulit kecuali kulit
kepala, apabila kulit terkena air atau bahan lain dalam waktu kurang dari 5 menit setelah pengolesan,
prosedur diulang kembali
Medikamentosa

● Pelembab: berfungsi untuk memulihkan disfungsi sawar kulit.


○ Humektan (contohnya gliserin dan propilen glikol),
○ Natural moisturizing factor (contoh urea 10% dalam euserin hidrosa)
○ Emolien (contohnya lanolin 10%, petrolatum, minyak tumbuhan dan
sintesis)
○ Protein rejuvenators (misalnya asam amino)
○ Bahan lipofilik (diantaranya asam lemak esensiel, fosfolipid, dan
seramid)
Pemakaian pelembab dilakukan teratur 2 kali sehari, dioleskan segera setelah
mandi walaupun sedang tidak terdapat gejala.
Medikamentosa
● Kortikosteroid (KS) topikal: KS topical merupakan obat pilihan utama DA,
namun terdapat keterbatasan terutama efek samping yang timbul jika
digunakan untuk jangka panjang
● Untuk bayi dan anak dianjurkan pemilihan KS golongan VII-IV
● Pada DA fase bayi/anak yang ringan dapat dimulai dengan KS golongan IV,
misalnya hidrokortison krim 1-2.5%, metilprednisolon atau flumetason
● Efek samping KS sistemik pada anak terutama supresi aksis hipotalamus-
pituitri-korteks adrenal (HPA) dan atrofi kulit
Medikamentosa
● Pada DA dengan derajat keparahan sedang dapat digunakan KS golongan VI,
misalnya desonid, triamsinolon asetonid, prednikarbat, hidrokortison butirat,
flusinolon asetonid.
● Bila kondisi DA lebih parah dapat digunakan kortikosteroid golongan V, misalnya
flutikason, betametason valerat, atau golongan IV, yaitu mometason furoat (MF), atau
aklometason.
● Dalam keadaan tertentu kortikosteroid topikal potensi kuat dapat digunakan secara
singkat (1-2 minggu). Bila DA sudah teratasi segera ganti dengan potensi sedang atau
lemah.
Medikamentosa
● Obat penghambat kalsineurin (pimekrolimus dan takrolimus): Untuk
mengatasi pruritus dan inflamasi dapat diberikan antihistamin sistemik
(Sedatif atau non-sedatif).
● KS topical dan inhibitor kalsineurin, diantaranya primekrolimus dan
takrolimus.
● Krim takrolimus 0.03% dan 0.1% aman digunakan pada anak 2-15 tahun
dalam jangka pendek atau panjang secara bergantian dan tidak
menimbulkan efek atrofi kulit. Digunakan 1-2x sehari
Medikamentosa
● Pimekrolimus termasuk golongan askomisin makrolaktam, sebagai
penghambat sitokin inflamasi dari sel mas yang teraktivasi dan mencegah
pelepasan mediator inflamasi (histamine, triptase) dari sel mast yang
teraktivasi
● Kedua obat ini tidak memiliki efek antiproliferasi dan tidak mengganggu
immunosurveillance.
Medikamentosa
● Antihistamin yang bersifat sedatif (klorfeniramin maleat, hidroksisin) lebih
efektif dalam mengurangi rasa gatal dibandingkan antihistamin non sedatif
(loratadin, cetirizine, terfenadin, feksofenadin)
● Obat imunosupresi sistemik pada DA, merupakan obat pilihan terakhir.
● Penggunaan kortikosteroid sistemik dibatasi penggunaannya pada kasus akut
dan berat, serta diberikan untuk jangka waktu singkat.
● Pemberian siklosporin A pada DA anak rekalsitrans pernah diteliti.
Pengobatan dengan dosis 5mg/kgbb/hari memberikan hasil pengobatan yang
dinilai baik, namun DA dapat kembali kambuh bila dosis diturunkan.
Prognosis
● Peradangan dapat bertahan selama berbulan-bulan atau tahunan.
● Remisi yang kurang lebih lengkap secara spontan pada masa kanak-kanak
terjadi pada >40% kasus, dengan rekurensi yang sering terjadi pada saat
remaja.
● Pada banyak pasien, penyakitnya bertahan untuk 15-20 tahun, tetapi tidak
begitu parah. 30-50% pasien memiliki asma dan atau hay fever.
● Terdapat DA onset dewasa dengan perjalanan penyakit yang parah. Infeksi
S.aureus. berakibat erosi yang ekstensif dan mengkrusta, dan infeksi herpes
simplex menjadi herpetikum eczema, yang dapat mengancam nyawa.
Kesimpulan
Dermatitis atopic (DA) adalah peradangan kulit berupa dermatitis
yang kronis residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu
terutama pada bayi (fase infantile) dan fleksural ekstremitas (pada fase anak).
DA dapat terjadi di semua kelompok usia mulai dari bayi sampai dewasa
dengan gejala klinis dan tempat predileksi yang khas. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi DA yaitu pajanan dari allergen dan riwayat atopi pada
keluarga. Terapi dari DA sendiri dapat diberikan terapi seperti pemberian
pelembab, kortikosteroid, penghambat kalsineurin dan antihistamin yang
bertujuan untuk menghilangkan inflamasi dan juga mengendalikan keluhan
seperti gatal dan garukan yang dapat memperburuk keadaan penyakit.
Daftar Pustaka
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai