Anda di halaman 1dari 94

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

pada Pasien Luka Bakar


(DENGAN PENDEKATAN 3S [SDKI, SLKI, SIKI])

Harmoko UPDATE MANAJEMEN KEPERAWATAN


LUKA BAKAR
DERAJAT KEDALAMAN LUKA BAKAR
I IIa IIb III
Superficial Burn Partial Thickness Deep Partial Thickness Full thickness burn
burn burn

Merah menetap, Merah , basah. Bercak merah terang, Putih/abu/coklat/hit


nyeri (+/-) bulla (+/-), am, kering,
nyeri. Nyeri,
CRT>2, moist?skin nyeri(-),
Moist. bulla(+), CRT graft. bulla (+/-), CRT - ,
<2, moist skin graft
Luas Luka Bakar : Wallace’s Rule of
Nine

Dewasa dan anak ≥10 Anak <10 tahun : Untuk setiap


Tahun pertambahan tahun, ambil 1% dari
kepala dan tambahkan ke tiap kaki 0,5%
Emergency Management of Severe Burn
PRIMARY SURVEY
A : AIRWAY AND C-SPINE CONTROL
TRAUMA INHALASI
- Gejala subjektif dan objektif
- luka bakar di muka mengenai rambut, kumis, bulu hidung,pasien bicara
serak, batuk, ludah berjelaga, sesak.
🡪 bersihkan jalan napas, manuver chin lift/jaw thrust.
□ laryngoscopy : edema dan kemerahan laryng intubasi (walaupun
meragukan) karena Edema progresif bisa belangsung sampai 72 jam 🡪>
Edukasi obstruksi jalan nafas
□ Pasang rigid collar : prinsip ATLS karena luka diatas clavicula,
Buktikan dengan Rontgen cervical lateral, terutama pada electric
burn trauma
B : BREATHING
- oksigen 100% (10 - 15 liter/m) , NRM
- Cek distress pernafasan 🡪 evaluasi ?
RR < 10 atau RR > 30, waspada
kompensasi distress
pernafasan
- Luka bakar grade III : eschar melingkar
di dada 🡪 ESCHAROTOMI
C : CIRCULATION AND BLEEDING CONTROL
- Evaluasi pulsasi central, tekanan darah dan cappilary
refill(perifer) < 2”
- Kontrol perdarahan (waspada trauma pada
ekstremitas dan tulang belakang)
- Pasang 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya
daerah yang tidak terbakar. Kasus resusitasi severe burn
: vena femoralis,CVC 🡪 berbarengan cek laboratorium
(T=test)
- Burn Syok 🡪 RESUSITASI (simultan dengan F=fluid)
= Eschar melingkar pada ekstemitas
- akral dingin, CRT > 3”, saturasi Oksigen < 100 %
- 5 P sign of compartement syndrom (pain,
pallor,paresthesia,pulselessness, paralysis) 🡪
ESCHAROTOMI & FASCIOTOMI
D : DISABILITAS

Tingkat kesadaran, respon pupil terhadap cahaya


- A– dari Alert (Sadar, waspada)
- V– dari Vocal (Respon terhadap rangsang suara)
- P– dari Pain (Respon terhadap rangsang nyeri)
- U– dari Unresponsive (Tidak memberi respon)
E : EXPOSURE
- Lepaskan semua pakaian, perhiasan termasuk anting dan jam
tangan 🡪 why?
- Untuk nilai sisi posterior : pasien posisi dimiringkan dengan
prinsip ATLS log roll.
- Cegah HIPOTERMIA, blanket warmer.
- hitung Luas luka bakar (Rule of Nine) 🡪 unroofing bullae
(update ilmu) 🡪 untuk menilai kedalaman luka bakar
- Perawatan luka yang sederhana : transparant dressing,
atau moist (seperti daryantulle, kassa vaselin lalu kassa
kering dan elastic verban).
F-A-T-T ( FLUID-ANALGESIA-TEST-TUBE)

FLUID
- Rumus resusitasi : Parklan formula
- Rumus maintenance

Kapan resusitasi cairan dilakukan :


Dewasa : luas luka bakar berapa persen?
Anak : luas luka bakar berapa persen?

ANALGESIA TEST
TUBE
PENGHITUNGAN CAIRAN LUKA BAKAR
Penghitungan Cairan Luka
Bakar
Kategori Luka Bakar Usia dan Berat Badan Penghitungan Cairan Urin Output
Dewasa dan 0,5 ml/kg/jam
Api atau ledakan 2 ml x %TBSA x BB
anak (>14 tahun) 30-50 ml/jam
Anak (<14 tahun) 3 ml x %TBSA x BB 1 ml/kg/jam
1 ml/kg/jam
Infant dan anak (<30 kg) 3 ml x %TBSA x BB

Listrik Semua usia 4 ml x %TBSA x BB sampai 1-1,5ml/kg hingga urin


urin jernih jernih

Indikasi Resusitasi Cairan pada Luka Bakar


• Luka bakar derajat I > 10% (usia <10 tahun dan >50 tahun)
• Luka bakar derajat II >20% (usia 10-50 tahun)
• Luka bakar derajaat III dan IV

Sumber:
American College of Surgeons (2018) Advanced Trauma Life Support. 10th edn. Chicago: American College of Surgeons.
F ( FLUID)
DEWASA (Luas luka bakar > 20 %)

During calculations, may be given 20 cc/kgBB in 30


minutes Rumus resusitasi Parklan
- 4 mL x kgBB x % luas luka bakar = Total dalam 24 jam
hari I
- Fase akut 2 periode : 8 jam I dan 16 jam II
- Evaluasi intake minum atau infus sebelumnya sudah
masuk berapa?
- Bila ada intake masuk sebeumnya. Maka total 8 jam pertama dikurangi dahulu.
Baru dibagi jam yang tersisa.
- Kristaloid (Ringer Laktat)
-Target urin output 0,5-1 ml/KgBB/jam. Titrasi cairan perjam.
Bila kurang dari target dinaikan dari sebelumnya sebesar 10%.
Bila lebih dari target maka diturunkan 10 %
Asuhan Keperawatan
(Pengkajian, Diagnosis, Luaran Intervensi dan Evaluasi
Keperawatan)

Harmoko Harmoko
@mocco.alfiko Mocco Ppumum
PENGKAJIAN GAWAT
DARURAT
PENGKAJIAN PRIMER

Airway Sumbatan jalan napas, wheezing, stridor,


gurgling, trauma inhalasi
Sesak napas, retraksi, takipnea, bradipnea, ronkhi,
Breating sianosis,
Sat oksigen <93%, luka bakar di dada, eschar, henti napas
Eschar melingkar di extremitas atas dan bawah,
C irculation Akral dingin, nadi lemah, takikardia, CRT>2detik,
pucat, bradikardia, urin warna merah, henti jantung

Disability AVPU, Gelisah, penurunan


kesadaran
Sumber:
Sheehy et al (2013); Beeching et al (2020); Burhan et al (2020).
PENGKAJIAN SEKUNDER
RESPIRASI SIRKULASI
RR, SpO2, Trauma HR, TD, irama jantung
inhalasi, dahak jelaga, (gunakan monitor
ronkhi, AGD, rontgen jantung), urine merah,
dada, Eschar di dada Denyut nadi, CRT, eschar
di ektremitas
NEUROSENSORI PENYEBAB LUKA BAKAR
Tingkat kesadaran, skala Listrik, Api, bahan Kimia, uap
nyeri panas, ledakan gas, suhu
panas / dingin (ekstrem ),
Sumber: kejadian di ruang tertutup
SDKI (2016), SIKI (2018)
DIAGNOSIS & LUARAN
KEPERAWATAN
DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


• b/d Spasme jalan napas

Hipovolemia
• b/d Peningkatan permeabilitas kapiler

Nyeri Akut
• b/d Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia
iritan)
Sumber:
Muhamad Adam
Muhamad Adam II SDKI (2016), Baird (2016), Gulanick & Myers (2014)
LUARAN KEPERAWATAN
Dalam 24–72 jam, Bersihan Jalan Napas Meningkat
Bersihan
Jalan Napas dengan kriteria:
Tidak Efektif Produksi sputum menurun, RR 12-20 kali/menit,
ronkhi/wheezing menurun, dispnea menurun

Dalam 8-24 jam, Status Cairan Membaik


dengan kriteria:
Hipovolemia
Kekuatan nadi meningkat, output urin meningkat,
frekuensi nadi 60-100 x/menit, TD membaik .

Dalam 2 – 6 jam, Tingkat Nyeri Menurun


dengan kriteria:
Nyeri Akut
Keluhan nyeri menurun, gelisah menurun, frekuensi
nadi 60-100 x/menit, skala nyeri 0-2 (0-10)
Muhamad Adam Muhamad Adam
Muhamad Adam II Sumber: SLKI (2018), Baird (2016), Gulanick & Myers (2014), Kemenkes RI (2020)
Manajemen
Trauma Kepala

Harmoko (2201036)
Trauma Kepala

Trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ- organ di
dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non- degeneratif / non-kongenital,
yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik,
kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat
kesadaran.
Epidemiologi
● Salah satu kasus trauma paling sering yang ditemui di Instalasi
Gawat Darurat (IGD)
● Pasien dengan severe brain injury biasanya meninggal sebelum ke
rumah sakit → 90% kematian prehospital trauma disebabkan oleh
brain injury
● 75 % mild, 15 % moderate, 10% severe head injury
● Orang yang selamat biasanya akan mengalami gangguan
neurofisiologi yang berujung pada disabilitas sehingga
mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial
Klasifikasi
LINEAR
FRACTURE
Epidural Hematoma
● Perdarahan yang terjadi di antara tulang skull dan lapisan dura
● Bisa terjadi akibat pecahnya arteri meningeal media atau vena sinus dural dan
meningea karena fraktur pada kranium.
● Manifestasi klinis:
○ Kehilangan kesadaran sesaat setelah kejadian trauma
○ Lucid interval
○ Efek massa dari hematom: obtundasi, kontralateral hemiparesis, dilatasi pupil
ipsilateral
● Temuan lain dapat berupa: nyeri kepala, mual, muntah, hemi-hiperrefleksia, babinski
sign (+) unilateral
● Penurunan keadaan dapat berlangsung setelah beberapa jam sampai beberapa hari (jarang
hingga beberapa minggu)
● Kematian biasanya karena gagal napas akibat herniasi menyebabkan injuri di midbrain
Epidural Hematoma
Evaluasi:
● Skull X-Ray : biasanya tidak dapat
menggambarkan hematoma
● Head CT scan:
○ Tampak massa berbentuk
seperti lensa biconvex,
hiperdens, extraaxial, paling
sering ditemukan pada regio
temporoparietal
○ Hematoma epidural tidak
melewati sutures lines
Subdural Hematoma
● Perdarahan di antara lapisan dura dan arakhnoid
● Lebih banyak ditemukan daripada EDH, dan biasanya tidak berkaitan
dengan adanya fraktur cranium
● Kekuatan benturan yang lebih tinggi dibandingkan EDH
● Dapat juga terjadi pada pasien dalam terapi antikoagulan
● Presentasi klinis:
○ Penurunan kesadaran, seringkali tidak ditemukan adanya lucid interval
○ Lucid interval dapat ditemukan apabila kerusakan primer otak tidak terlalu parah.
○ Tanda focal dapat berlangsung terlambat dan kurang prominen dibandingkan dengan EDH
Subdural Hematoma
Acute subdural
● CT scan:
hematoma
○ Tampak massa dengan bentuk
crescent-shaped (bulan sabit),
hiperdens
○ Dapat melewati suture lines dan
masuk ke interhemispheric fissure
○ Biasanya berbentuk concave
○ Seiring berjalannya waktu dan
menjadi subakut, atau jika darah
subdural bercampur dengan CSF,
mungkin akan menjadi isodense.
Subdural Hematoma
Chronic subdural
hematoma

● CT scan:
○ Chronic subdural hematoma terjadi > 3
minggu setelah cedera
○ Biasanya memiliki densitas rendah
dibandingkan bagian otak lainnya
Contusio dan Intracranial
Hematoma
● Contusio ditemukan pada 8% kasus TBI dan 13 -
35% pada kasus severe
● Banyak terjadi di lobus frontal dan temporal
● Terjadi akibat benturan pada kepala yang
mengakibatkan langsung pecahnya pembuluh
darah di dalam parenkim
● Dalam periode jam - hari, contusio dapat berevolusi
menjadi perdarahan intracerebral
● Manifestasi klinis: penurunan kesadaran, nyeri
kepala, gang. neurologis fokal, TTIK
● Gambaran CT :
○ Lesi hiperdens dalam parenkim otak
○ Dapat disertai dengan gambaran hipodens
sekitar (karena edema otak)
Langkah Tatalaksana Cedera Kepala di IGD
6. Menentukan diagnosis pasti CONTUCIO
SDH CEREBRI
EDH SAH ICH

FRACTURE
DEPRESSED IVH PNEUMOCHEPALUS SBF
Rekomendasi Acuan Tatalaksana Pembedahan

Fraktur Basis Cranii Indikasi Pembedahan:


● Kebocoran LCS setelah trauma yg
disertai meningitis
● Fraktur tulang temporal disertai
kelumpuhan otot wajah
● kebocoran LCS > 7 hari – Setelah
gagal konservatif (asetozolamid)
Tatalaksana
Primary Survey
1. Airway + C-spine
control
Pasien sadar dan dapat berbicara → airway clear
Pasien takikardia, gelisah → tanda obstruksi jalan napas

Tatalaksana obstruksi jalan napas:


● Pembersihan manual
● Suction
● Head tilt-chin lift atau jaw thrust (pada pasien curiga trauma cervical)
● Orofaringeal airway (OPA/Mayo)
● Intubasi sesuai indikasi → cara terbaik pada pasien yang tidak sadar (GCS ≤8)
Primary Survey
2. Breathing dan Ventilasi

● Inspeksi: retraksi, RR, bentuk dan gerak dada


● Perkusi: hipersonor? dull?
● Auskultasi : apakah udara masuk ke dalam paru-paru?
● Monitoring oksigenasi dan hindari hipoksia dengan memperhatikan saturasi oksigen.
Target: Saturasi O2 95%, PaO2 > 75 mmHg, PaCO2 35-38 mmHg, RR normal sesuai usia
Primary Survey
3. Circulation dengan kontrol
perdarahan
● Penilaian cepat status hemodinamik:
○ Tingkat kesadaran
○ Warna kulit
○ Nadi dan tekanan darah
● Kecurigaan syok hipovolemik
Primary Survey
3. Circulation dengan kontrol
perdarahan
Primary Survey
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
Tatalaksana pasien cedera kepala dengan perdarahan:
● Akses intravena → akses untuk resusitasi awal cairan
● Cairan yang diberikan:
○ NaCl 0,9% merupakan rekomendasi utama pada pasien dengan cedera kepala
○ Cairan hipoosmolar seperti RL dapat menyebabkan edema cerebri
○ Cairan D5% merupakan kontraindikasi untuk resusitasi cairan → efek hiperglikemia
● Identifikasi dan kontrol perdarahan: tamponade atau penjahitan
jika
memungkinkan
● Transfusi pada perdarahan: kehilangan darah sekitar ≥1500
cc →
rekomendasi dengan PRC
Primary Survey
4. Disability

● Evaluasi keadaan neurologis


secara cepat
● Tingkat kesadaran → GCS
● Ukuran dan reaksi pupil
● Kekuatan motorik kanan dan kiri
Primary Survey
5. Exposure and Environmental control
● Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi
terhadap jejas dan luka
● Selimuti tubuh pasien untuk menghindari hipotermia.
Secondary Survey

● Tidak boleh dilakukan sampai primary survey


selesai, upaya resusitasi berhasil, dan fungsi
vital mengarah ke normal.
● Pemeriksaan secondary survey tidak boleh
mengganggu primary survey.
● Terdiri dari: anamnesis lengkap (AMPLE
history), pemeriksaan fisik head-to-toe,
pemeriksaan penunjang
Tatalaksana
Tatalaksana
Tatalaksana pada
Trauma Kepala
Ringan
Tatalaksana pada
Trauma Kepala
Sedang
Tatalaksana pada Trauma Kepala
Berat
Tatalaksana farmakologi
1. Intravenous Fluid
● Untuk resusitasi pasien dan maintain normovolemi,
● Bisa diberikan IV fluid, darah, produk darah
● Rekomendasi : RL atau normal saline
● Tidak digunakan : hipotonis, cairan yang mengandung glukosa
● Monitor sodium level (hiponatremia berhubungan dengan edema otak)

2. Hyperventilation
● Hyperventilation -> menurunkan PaCO2 -> Cerebral Vasoconstriction -> menurunkan ICP
● Hanya dilakukan dengan selektif dan hanya dalam waktu tertentu.
● jika berlebihan dapat menyebabkan serebrel iskemi karena vasokonstriksi yang terus menerus
● Secara umum, pertahankan PaCO2 pada tingkat 35 mmHg (N: 35 – 45 mmHg)
● Hypercarbia (PCO2 > 45 mm Hg) -> vasodilasi dan peningkatan tekanan intrakranial
Tatalaksana farmakologi
3. Mannitol
● Digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
● 20% solution = 20 g mannitol per 100 ml of solution
● Kontraindikasi: hipotensi
● Indikasi: pasien dengan peningkatan ICP (kenaikan menit >20-25 mmHg lebih dari 10
jika terdapat monitor) atau gejala deteriorasi neurologis
(penurunan
seperti akut
kesadaran, dilatasi pupil, hemiparesis), sakit kepala, muntah tanpa
didahului mual.
● Dosis: bolus 0,25 – 1 g/kgBB dalam 5 menit
Tatalaksana farmakologi
4. Koreksi antikoagulan
● Pada pasien cedera kepala yang menggunakan antikoagulan atau antiplatelet, setelah
didapatkan hasil INR → koreksi antikoagulan perlu dilakukan.
Tatalaksana farmakologi
5. Hypertonic Saline
● Digunakan untuk mengurangi ICP yang meningkat, dengan konsentrasi 3% sampai 23,4%

6. Barbiturate
● Efektif menurunkan ICP
● Tidak digunakan ketika hipotensi/hipovolemi
● Dapat menyebabkan hipotensi → tidak diindikasikan pada fase resusitasi

7. Antikonvulsan
● Epilepsi pasca trauma dapat terjadi pada pasien dengan cedera kepala.
● Namun penggunaannya dapat menghambat proses penyembuhan otak sehingga digunakan hanya jika benar-benar
diperlukan.
● Fenitoin dan fosphenytoin umumnya yang digunakan pada fase akut.
● Dosis:
○ Loading dose: 1 g fenitoin diberikan IV dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit.
○ Maintenance: 100 mg/8 jam yang kemudian dititrasi sampai level serum terapeutik.
Referensi

● Advanced Trauma Life Support: Student Course Manual. Tenth edition.


Chicago, IL: American College of Surgeons, 2018.
● Greenberg, Mark S.. Handbook of Neurosurgery. Brazil, Thieme, 2019.
● Dinallo S, Waseem M. Cushing Reflex. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; March 31, 2021.
● Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. 2016.
Definisi Fraktur Vertebra
Fraktur terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya atau setiap retak atau
patah pada tulang yang utuh

Anatomi Vertebra
33 ruas tulang belakang 7
servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5
sakral, dan 4 tulang eko
Definisi Cedera Medula
Spinalis

Cedera medulla spinalis adalah kerusakan


pada sumsum tulang belakang yang
mengakibatkan hilangnya fungsi motorik atau
sensorik.
Cedera Medulla
Spinalis
● Paling berbahaya  terpotong,
tertarik, terpuntir atau kompresi
● Komplikasi cedera Medulla Spinalis
○ Disrefleksia otonom
○ Syok spinal
○ Syok neurogenik
Patofisiologi Cedera Medula Spinalis
● Trauma  medula spinalis rusak 
gangg distribusi persarafan  sensoris,
motorik (sesuai dgn segmen MS yg
cedera) dan autonom
● Syok spinal  keadaan patologis
akibat
depresi refleks fungsi cord bawah
tingkat cedera, dengan gang
semua fungsi sensorimotor
● Gejala ini berlangsung sesaat
setelah
Patofisiologi Cedera Medula
Spinalis
● Syok neurogenik dimanifestasikan oleh tiga serangkai
hipotensi,
bradikardia dan hipotermia
● Syok terjadi karena inbalance antara simpatis dan parasimatis
Mekanisme
Cedera
1. Hiperekstensi
2. Fleksi
3. Fleksi dan Kompresi serta distraksi
posterior
4. Kompresi
5. Rotasi Fleksi
6. Translasi horizontal
translas
Distraksi kompresi i
Pemeriksaan Neurologis

Penilaian terhadap fungsi Medulla Spinalis


serta nerve root serta integritas nervus
perifer
Spinalis
Diagnosi
s
● Anamnesis
○ Kecurigaan cedera vertebra (trauma) sangat penting
● Pemeriksaan Fisik
○ Pemeriksaan klinik punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur tak
stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil.
● Pemeriksaan Penunjang
○ Rontgen, CT scan dan MRI
Penatalaksanaan cedera tulang belakang

● Ingat ABC
● Imobilisasi : collar,
manual
● Log roll bila
memindahkan
pasien
● Imobilisasi
dipertahankan
sampai terbukti
tidak ada
cedera
● Konsultasi ahli
Penatalaksanaan Cedera Medula
Spinalis ● Imobilisasi
● Cairan intravena
● Obat-obatan
Bila cedera tjd sblm 8 jam metilprednisolon
diberikan dgn dosis tinggi 30 mg/kg dalam
15 menit pertama scr iv perlahan, diikuti
dengan infus 5,4 mg/kg/jam selama 23
jam
Metilprednisolon  m’hambat peroksidase dan
akan me asam arakidonat.
Imobilisasi tulang belakang
Komplikasi

● Kecacatan
● Ulcus
decubitus
● Pneumonia
● Septikemia
Indikasi operasi pd cedera
MS
● Perburukan progresif krn retropulsi tlg diskus atau hematoma
epidural
● Utk restorasi dan realignment kolumna vertebralis
● Dekompresi struktur saraf utk penyembuhan
● Vertebra yg tidak stabil
Prognosis Cedera Medula
Spinalis
● penelitian prospektif selama 27 tahun  rata-rata harapan hidup px
cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal.
● Penyebab kematian utama  komplikasi disabilitas neurologik yaitu :
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.
UPDATE MANAJEMEN EMERGENSI
PADA KASUS TRAUMA ORTOPEDIK

Harmoko (2201036)
Tanda dan Gejala
Gangguan
●Tanda dan gejala yang muncul antara lain :
○ Deformitas,
○ Bengkak,
○ Nyeri terutama saat bergerak,
○ Perubahan warna kulit,
○ Teraba dingin pada lokasi cedera, Sendi tidak stabil, Struktur

tulang asimetris, Kehilangan sensasi (abnormal).


● Cedera Jaringan Lunak Tertutup
○ Sprain: Cedera ligamen yang diakibatkan oleh peregangan
berlebihan. Tidak
berfungsinya bagian tubuh, Pembengkakan nyeri, Keterbatasan gerak
dalam 2-3 jam, Rongent - untuk mengetahui kemungkinan fraktur.
○ Strain: Pereganganan pada otot dan tendon yang berlebihan, Nyeri yang

sangat berat, Pembengkakan, Ekimosis sesudah beberapa hari, Rongent


- ada atau tidaknya fraktur.
Tanda dan Gejala
Gangguan
● Dislokasi: Tanda dan Gejala Dislokasi, Asimetris dari sendi,

Nyeri, bengkak, kehilangan fungsi.


● Fraktur:
○ Pemeriksaan DCAP-BTLS (Deformity, Contusio, Abrations,

penetration, burns, tenderness, laceration, swelling),


○ Periksa ada tidaknya ketidakstabilan dan krepitasi,

○ Pada pelvis harus hati- hati,

○ Periksa ada tidaknya nyeri pada semua sendi, periksa dan

catat Pulsasi, Motorik dan Sensorik (PMS).


Pengkajian Yang
Diperlukan
● Posisi Cedera Perlu Dikaji
○ Posisi pasien dalam kendaraan saat kecelakaan (pengemudi, penumpang),
○ Proses kecelakaan (dalam mobil, terlempar keluar),

○ Kerusakan mobil (bagian luar dan bagian dalam),

○ Penggunaan sabuk pengaman,

○ Apakah pasien jatuh, berapa jaraknya, bagaimana mendaratnya

(Apakah terlindas, Apakah terjadi ledakan).


○ Pejalan kaki tertabrak kendaraan.
● Inspeksi: Raut muka pasien, cara berjalan/duduk/tidur. Lihat kulit, jaringan

lunak, tulang dan sendi.


● Palpasi: Suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri teraba atau tidak,

adakah spasme otot, nyeri tekan.


● Pergerakan: abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi.
Update Prinsip
Manajemen
0 Emergensi
Pada Kasus
2 Trauma
Ortopedik
Prinsip Manajemen Emergensi
Pre-Hospital
● Manajemen sistematis pra-rumah sakit yang tepat waktu dari pasien trauma dapat berdampak besar
pada hasil dan perawatan secara keseluruhan.
● Tujuan utama untuk pasien ini harus pusat trauma utama (trauma center)
● Penatalaksanaan di tempat kejadian dan selama pemindahan ke rumah sakit terdiri dari :
○ pemeliharaan jalan napas (airway)
○ perlindungan tulang belakang (spinal proctection)
○ memastikan dan mendukung ventilasi dan perfusi (breathing and circulation
○ mengendalikan pendarahan (hemorrhage control)
○ memulai IV dan penggantian cairan (fluid resuscitation)
○ mengelola syok (shock management)
○ manajemen nyeri (pain management)
○ immobilisasi (immobilisation of fractures and soft tissue injury)
○ proses rujukan yang aman (safe transfer to hospital).
Prinsip Manajemen Emergensi
Pre-Hospital
● Catatan dokumentasi pra-rumah sakit harus diberikan kepada staf di unit penerima
sesegera mungkin dan harus mencerminkan pendekatan (<C>ABCDE) untuk
perawatan:
○ catastrophic haemorrhage,

○ airway with spinal protection,

○ breathing,

○ circulation,

○ disability (neurological),

○ exposure, and environment (NICE 2016b)


● Pengendalian perdarahan katastropik sekarang direkomendasikan sebagai tahap

pertama penilaian dan resusitasi pasien trauma.


Prinsip Manajemen Emergensi
Mechanism of Injury
● Cedera traumatis terjadi akibat transfer energi dari lingkungan
ke jaringan manusia.
● Ini dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus.
○ Trauma tembus melibatkan jaringan yang secara langsung

dipengaruhi oleh objek yang memasuki jaringan,


sedangkan
○ Trauma tumpul dapat mempengaruhi jaringan lain

yang lebih jauh dari tempat benturan selama transfer


energi.
● Memahami efek potensial dari mekanisme cedera berguna
dalam triase pasien serta dalam memprediksi morbiditas dan
mortalitas.
● Mekanisme cedera dapat memiliki nilai prediktif untuk
mendiagnosis cedera yang lain yang mungkin terjadi.
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey

Airway maintenance with
restriction of cervical spine motion

Breathing and ventilation

Circulation with haemorrhage
control

Disability (assessment of
neurologic status)

Exposure/Environmental control.
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey
● Airway with Spinal Precautions
○ Manajemen jalan napas merupakan salah satu prioritas utama
dalam
merawat pasien trauma.
○ Kehilangan kepatenan jalan nafas adalah yang kedua setelah
henti jantung paru total sebagai penyebab kematian paling
signifikan
setelah trauma.
○ Jalan napas adalah pintu gerbang ke rantai pengiriman oksigen yang
tanpanya semua mata rantai lainnya akan gagal, menyebabkan
disfungsi organ dan kematian.
○ Pengkajian jalan napas melibatkan pengamatan penyebab obstruksi
seperti benda asing, lidah, gigi, edema, darah dan sekresi lainnya.
○ Obstruksi harus diangkat dengan hati-hati dan kelebihan
sekresi dikontrol dengan penyedotan.
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey
● Breathing
○ Pasien harus dikaji untuk adanya cedera yang dapat menghambat
pernapasan.
○ Termasuk yang akan mempengaruhi tindakan otot pernapasan
seperti cedera pada paru-paru, dinding dada dan diafragma
bersama
dengan yang menghambat respons neurologis seperti cedera
otak dan saraf tulang belakang.
○ Beberapa kasus:
■ Tension Pneumothoraks
■ Open pneumothoraks
■ Haemothoraks
■ Flail Chest
■ Tamponade Jantung
■ Tracheal or Bronchial Injuries
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey
● Circulation
○ Tanda klinis perdarahan dapat dideteksi dengan

perubahan tingkat kesadaran, perfusi kulit, denyut nadi


dan tekanan
darah.
○ Kontrol perdarahan adalah prioritas pertama dengan

penerapan tekanan langsung jika memungkinkan di lokasi


perdarahan menggunakan perban/pembalut tekanan atau
dengan penerapan torniket dalam kasus perdarahan
arteri yang tidak terkontrol.
○ Pengkajian pengamatan warna kulit pasien, suhu, CRT

dan tingkat diaphoresis (berkeringat).


○ Tingkat dan kualitas denyut nadi harus ditentukan
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey
● Circulation
○ Akses IV harus didapatkan, cairan yang dipilih

diberikan dan luka dibalut untuk mengontrol


perdarahan.
○ Asam traneksamat harus diberikan pra-rumah sakit

atau dalam waktu 3 jam setelah cedera karena


meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
○ Resusitasi yang tidak adekuat pada perdarahan

mayor merupakan penyebab penting kematian yang


dapat dihindari dan penggantian cairan dengan
kontrol perdarahan definitif diperlukan.
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey
● Disability
○ AVPU umumnya digunakan pra-rumah sakit dan

dalam penilaian awal karena dapat dilakukan


dengan cepat.
○ Glasgow Coma Score yang lebih rinci jika skor

AVPU di bawah A (alert).


○ Glukosa darah harus selalu diperiksa pada pasien

yang tidak sadar karena hipoglikemia mungkin


bertanggung jawab atas hilangnya kesadaran
karena
metabolisme aerobik dalam sistem saraf bergantung
pada kadar glukosa yang cukup selain oksigen .
Prinsip Manajemen Emergensi
Primary Survey
● Exposure/Environment Control
○ Untuk membuat penilaian yang komprehensif, sangat

penting bahwa semua pakaian pasien trauma


dilepaskan
sambil melakukan segala upaya untuk menjaga
martabat dan privasi.
○ Pakaian basah dapat memiliki efek tambahan
menurunkan
suhu tubuh.
○ Pakaian sering dilepas dengan menggunakan gunting untuk

memastikan gerakan minimal pasien dengan dugaan


cedera tulang belakang.
○ Hipotermia adalah komplikasi trauma yang mematikan dan
Prinsip Manajemen Emergensi
Secondary Survey
● Haemorrhage Control and Acute Coagulopathy
○ Perdarahan pasca-trauma yang tidak terkontrol adalah

salah satu penyebab utama kematian yang berpotensi


dapat dicegah pada pasien trauma, sedemikian rupa
sehingga pendekatan ABC terhadap trauma dapat
diubah menjadi CABC untuk mempertimbangkan
pengendalian perdarahan katastropik sebagai prioritas
awal.
○ Kehilangan darah yang signifikan dipengaruhi oleh

cedera langsung dan koagulopati terkait trauma.


○ Identifikasi awal dari sumber perdarahan dengan

upaya tepat waktu untuk meminimalkan perdarahan,


mengembalikan perfusi jaringan dan mencapai
stabilitas
hemodinamik adalah kunci dalam pengelolaan
LETHAL
TRIAD
KASUS
TRAUM
A
DAMAGE
CONTROL
RESUSCITATIO
N
Prinsip Manajemen Emergensi
Damage Control
Resuscitation
●Damage Control Resuscitation
○ Damage control resuscitation (DCR) adalah pendekatan
sistematis untuk pengelolaan pasien trauma dengan
luka parah yang dimulai di ruang gawat darurat dan
berlanjut melalui ruang operasi dan unit perawatan
intensif (ICU)
○ DCR melibatkan resusitasi hemostatik, hipotensi
permisif (jika perlu) dan operasi segera untuk
mengendalikan kerusakan
○ DCR bertujuan untuk mempertahankan volume
sirkulasi, mengontrol perdarahan dan memperbaiki
'triad mematikan (lethal triad)' koagulopati, asidosis,
dan hipotermia sampai intervensi definitif sesuai.
Prinsip Manajemen
Emergensi
Wound

Management
Mengontrol perdarahan adalah perhatian utama
dalam manajemen awal.
● Inspeksi dan eksplorasi luka di lingkungan yang
cukup terang dapat membantu memudahkan
identifikasi dan pengelolaan sumber perdarahan.
● Transfer segera untuk pembedahan untuk
pengendalian perdarahan telah dikaitkan dengan
peningkatan kelangsungan hidup
Prinsip Manajemen
Emergensi
Spinal Precautions
● Tindakan pencegahan cedera tulang belakang
adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan imobilisasi tulang belakang
yang ketat.
● Di mana pun cedera tulang belakang didiagnosis
atau dicurigai, seluruh tulang belakang harus
diimobilisasi.
● Imobilisasi tulang belakang berfungsi untuk
menjaga keselarasan tulang belakang.
Prinsip Manajemen
Emergensi
Musculoskeletal
●Semua tungkai dan sendi dipalpasi danAssessment
diperiksa tanda-tanda
fraktur, cedera jaringan lunak atau kompromi
neurovaskular.
● Penting bahwa penilaian neurovaskular dasar
dilakukan
untuk menentukan perfusi ekstremitas dan fungsi motorik
dan sensorik.
● Setiap defisit atau perubahan status
neurovaskular
memerlukan konsultasi dan pemeriksaan medis lebih lanjut.
● Tungkai yang terkena dapat dimanipulasi dan dibidai untuk
mempertahankan kesejajaran dan stabilitas yang optimal.
● Fraktur ekstremitas terbuka harus ditangani
sebelum
menangani fraktur tertutup karena terdapat peningkatan

Anda mungkin juga menyukai