Anda di halaman 1dari 48

JILID 2

BAB I GENESIS MINERAL


Mineral terbentuk pada 3 macam lingkungan, yaitu : 1. Lingkungan magmatik, 2. Lingkungan sedimen, dan 3. Lingkungan metamorfik. 1.1 Lingkungan Magmatik * Dikarakteristik oleh temperatur tinggi hingga menengah, dan tekanan yang variasinya cukup lebar.

* Mineral-mineral yang terbentuk berhubungan dengan aktivitas magma, yaitu cairan silikat panas yang menjadi bahan induk batuan beku.
Batuan beku adalah hasil kristalisasi magma, namun bukan satu-satunya hasil. Batuan ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 1. Batuan volkanik atau ekstrusif, dan 2. Batuan plutonik atau intrusif. Magma adalah cairan silikat panas yang mengandung sejumlah besar elemen, yaitu : O, Si, Al, Ca, Mg, Fe, Na, dan K, serta sejumlah kecil elemen minor lain. Jika magma membeku, terbentuklah batuan beku dan produk-produk lain.

Produk-produk lain itu dapat berupa mineral-mineral hasil konsentrasi sejumlah elemen-elemen minor yang ter-dapat dalam cairan sisa, dan hasil konsentrasi zat-zat terbang seperti H2O, CO2, N2, senyawa-senyawa belerang (S) dan boron (B), HCl, dan HF. Dengan demikian, batuan beku bukan hasil aktivitas magma yang lengkap.
Cairan sisa akan membentuk pegmatit dan urat-urat hi-drotermal, yang kadangkadang ada dalam batuan beku itu sendiri, tetapi lebih umum di dalam celah atau rekah-rekah pada batuan yang telah ada sebelumnya (country rocks). Dapat juga mencapai permukaan dalam bentuk gas dan muncul sebagai fumarol, atau sebagai cairan panas dan terbentuklah mata air panas.

Dalam lingkungan magmatik, dibedakan 4 tipe kejadian mineral, yaitu : 1. Batuan beku, 2. Pegmatit, 3. Urat-urat hidrotermal, dan 4. Deposit mata air panas dan fumarol.
Dari keempat tipe itu, batuan beku terpenting dari tiga yang lain. Di samping itu, mineralogi batuan beku relatif lebih sederhana. Pegmatit dan urat-urat hidrotermal, mineraloginya sangat beraneka, namun sangat penting dalam arti ekonomi dan sebagai bahan baku industri ; sedangkan deposit mata air panas dan fumarol, tidak begitu bermakna, tetapi mineralogi-nya menarik untuk diamati dan diteliti.

1.1.1 Batuan Beku Batuan beku tersusun oleh mineral-mineral yang relatif sederhana ; ada 7 mineral, atau kelompok mineral yang umum dijumpai dalam jumlah yang banyak. Ketujuh mineral, atau kelompok mineral itu disebut mineral-mineral penting (essential mineral) dan terdiri atas : * Kuarsa, * Feldspar (feldspar), * Feldspatoid (feldspathoid), * Piroksen (pyroxene), * Horenblende (hornblende), * Biotit, dan * Olivin.

Mineral-mineral lain, yang umumnya terdapat dalam jumlah yang sedikit, dikatagorikan sebagai mineral-mineral tambahan/pelengkap (accessory mineral). Mineralmineral tsb antara lain : magnetit, ilmenit, apatit, dll. Mineral-mineral batuan beku, baik yang penting maupun tambahan, dapat dikelompokkan menjadi mineral leukokratik atau berwarna-terang, dan melanokratik atau berwarna-gelap. Pengelompokan ini didasarkan pada kan-dungan kimianya, yaitu memisahkan mineral yang mengan-dung kuarsa (SiO2) dan natrium, kalium, dan silikat-alumino kalium, dengan mineral yang mengandung feromagnesium seperti piroksen, horenblende, biotit, dan olivin. Tabel 1.1 memperlihatkan ikhtisar mineral-mineral pada batuan beku.

Perlu diketahui bahwa mineral-mineral tsb tidak pernah hadir sebagai mineral tunggal di dalam batuan beku.
Selain itu, beberapa di antaranya tidak pernah terdapat secara bersamaan, misalnya olivin, tidak pernah dijumpai pada batuan yang mineral penyusun utamanya kuarsa, begitu pula feldspatoid. Jelasnya, olivin dan feldspatoid tidak dapat hadir bersa-maan dengan kuarsa, karena silika yang berlebih akan bereaksi dengan olivin dan terbentuklah piroksen. Persamaan reaksinya : (Mg,Fe)2SiO4 + SiO2 2(Mg,Fe)SiO3 olivin piroksen Feldspatoid dengan kuarsa membentuk feldspar.

Jumlah mineral-mineral penting dalam batuan beku, ki-sarannya sangat lebar. Bahkan dapat tersusun oleh sejenis mineral penting yang jumlahnya hampir 100%. Contoh : batuan beku anortosit, yaitu batuan plagioklas (batuan yang terutama tersusun oleh plagioklas) ; dan dunit, yaitu batuan olivin. Kebanyakan batuan beku mengandung 2 atau 3 jenis mineral penting.
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat diklasifikasi menjadi beberapa jenis, seperti pada Tabel 1.2 berikut ini.

Perhatikan Tabel 1.2 : * Secara horisontal batuan dibagi 3 bagian, yaitu : # batuan mengandung kuarsa. # batuan tidak mengandung kuarsa maupun feldspatoid, dan # batuan mengandung feldspatoid.

Tabel 1.2

* Secara vertikal dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis feldsparnya, yaitu : # K-feldspar atau pertit sangat dominan. # K-feldspar dan plagioklas sama banyak. # Feldspar plagioklas sangat dominan. Dibagi menjadi 2 berdasarkan jenis plagioklasnya, yaitu jumlah anortit (An, CaAl2Si2O8), menjadi : $ An < 50% famili diorit. $ An > 50% famili gabro. # Sedikit atau tidak ada feldspar.

Klasifikasi lain adalah klasifikasi yang berdasarkan kan-dungan senyawa SiO2. Klasifikasi ini membagi batuan beku menjadi :
* batuan beku ultrabasa, kadar SiO2 < 45% ; contoh : peridotit, dunit. * batuan beku basa, kadar SiO2 45 - 53% ; contoh : famili gabro. * batuan beku intermedier/menengah, kadar SiO2 53 - 65% ; contoh : diorit, sienit. * batuan beku asam, kadar SiO2 > 65% ; contoh : famili granit, granodiorit.

1.1.2 Pegmatit Proses kristalisasi fraksinasi pada magma akan mem-bentuk cairan sisa yang umumnya berupa cairan silikat. Cairan ini kaya alkali dan aluminium, mengandung air dan zat-zat terbang, dan suatu konsentrasi elemen-elemen minor. Cairan sisa tsb dapat terinjeksi ke batuan keliling, atau merupakan bagian dari batuan beku itu sendiri. Dengan cara ini terbentuklah pegmatit dan urat-urat hidrotermal. Pegmatit yang dijumpai sering berasosiasi dengan gra-nit ; pegmatit granit ini terutama tersusun oleh kuarsa dan feldspar alkali, serta sejumlah muskovit dan biotit. Dengan demikian, komposisinya sama dengan granit, namun berbeda tekstur. Pegmatit bertekstur sangat kasar, dan umumnya berbentuk tabular.

Dalam arti ekonomi, pegmatit penting sebagai peng-hasil : * mineral-mineral industri, seperti : feldspar, muskovit, flogopit, turmalin, dan kuarsa. * mineral yang menghasilkan elemen-elemen jarang, seperti : Be (dari beril), Nb dan Ta (dari kolumbit-tantalit), Li (dari spodumen), dan tungsten (W, dari wolframit). 1.1.3 Deposit Hidrotermal Deposit hidrotermal adalah pengembangan lanjutan dari pegmatit, yang terbentuk dari larutan yang lebih dingin dan lebih encer. Ciri khas deposit ini adalah urat-urat (vein) yang mengandung sulfida, yang terbentuk karena pengisian rekah-rekah atau celah-celah pada batuan keliling.

Ada pula yang bukan berupa urat-urat, tetapi berupa suatu massa tak-teratur yang telah mengganti sebagian atau seluruh batuan, seperti deposit tembaga porfiri di Utah dan Arizona. Banyak mineral-mineral penting terbentuk melalui pro-ses hidrotermal, bahkan dapat dikatakan bahwa proses hidro-termal adalah proses yang penting dalam pembentukan mineralmineral bijih. Deposit hidrotermal dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Deposit hipotermal. # Terbentuk pada T yang agak tinggi, berkisar antara 300o 500o C, pada kedalaman yang sangat dalam. # Dicirikan oleh kasiterit (SnO2), skhelit (CaWO4), wolframit [(Fe,Mn)WO4], dan molibdenit (MoS2).

# Mineral geng : kuarsa, turmalin, topas, dll. 2. Deposit mesotermal. # Terbentuk pd T menengah, berkisar antara 200o 300o C. # Dicirikan oleh mineral-mineral sulfida dari Fe, Pb, Zn, dan Cu (pirit, markasit, galena, sfalerit, khalkosit, bornit, dll). # Mineral geng : kuarsa, kalsit, rodokhrosit, siderit. # Urat kuarsa mengandung emas. 3. Deposit epitermal. # Terbentuk pada T rendah, berkisar antara 50o 200o C. # Dicirikan oleh : stibnit (Sb2S3), sinabar (HgS), emas nativ (Au), dan mineral-mineral emas yang lain. # Mineral geng : kuarsa (berbentuk kalsedon), opal, kalsit, aragonit, dolomit [(CaMg(CO3)2], fluorit (CaF2), dan barit (BaSO4).

Ketiga tipe deposit tsb berubah dari satu tipe ke tipe yang lain secara berangsur, sehingga batas di antaranya tidak jelas, tetapi masih dapat ditentukan berdasarkan susunan mineral dan lingkungan geologinya. 1.1.4 Ubahan Mineral-mineral Urat Mineral-mineral sulfida mudah mengalami ubahan. Mineral ini teroksidasi dan berubah menjadi sulfat-sulfat, yang kebanyakan larut dalam air. Akibatnya, singkapan urat sulfida akan berubah menjadi singkapan yang tidak lagi mengandung sulfida, yang berupa suatu massa kuarsa berkarat berongga dan disebut gosan (gossan) atau penudung besi (iron hat) ; sedangkan material-material logam yang terlarut, akan me-ngendap kembali di suatu kedalaman yang lebih dalam, dan terbentuklah mintakat atau zona pengayaan sekunder (Gambar 1.2).

* Pada mintakat antara permukaan tanah dan muka airtanah, terjadi sirkulasi udara dan air yang aktif, yang menyebabkan sulfida-sulfida beroksidasi menjadi sulfat, dan logam-logam terangkut serta dalam larutan, terkecuali besi (oksida sulfat besi akan mengendapkan endapan besi). * Kemudian larutan mengandung logam itu bergerak turun, namun sebelum melewati muka airtanah, reaksinya dengan CO2, atau batuan karbonat akan mengendapkan tembaga dalam bentuk malakhit[Cu2(CO3)(OH)2] dan azurit [Cu3(CO3)2(OH)2] ; seng sebagai

Gambar 1.2

smitsonit (ZnCO3) ; timah hitam sebagai serusit (PbCO3) ; dan beberapa mineral lain, seperti kuprit (Cu2O), tembaga nativ (Cu), dll. Dengan cara ini logam-logam terkonsentrasi, sehingga terbentuklah deposit bijih yang kaya. Mintakat ini disebut mintakat pengayaan oksidasi. * Bila larutan logam tadi terus bergerak turun mencapai muka airtanah dan masuk ke dalam mintakat airtanah, terjadilah perubahan suasana, yaitu dari suasana oksidasi menjadi reduksi. Dengan demikian terbentuklah mintakat pengayaan sulfida sekunder.

Gambar 1.2

Larutan yang mengandung tembaga bereaksi dengan sulfidasulfida yang telah ada sebelumnya (seperti pirit dan khalkopirit), terbentuklah sulfida-sulfida sekunder yang kaya tembaga, seperti kovelit (CuS), khalkosit (Cu2S), dan bornit (Cu5FeS4). Mintakat ini mengandung konsentrasi tembaga berkadar tinggi dibandingkan dengan bijih primernya yang masih terdapat dalam mintakat sulfida primer.

1.1.5 Deposit Air Panas dan Fumarol Larutan hidrotermal dapat mencapai permukaan dan muncul sebagai air panas. Larutan ini berkadar mineral ren-dah. Deposit fumarol yang penting adalah yang terdapat di gunungapi aktif, dengan gas-gas panas yang sangat aktif me-ngendapkan mineral-mineral, seperti S dan mineral-mineral klorida. Selain itu, ada juga magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), molibdenit, pirit, realgar (AsS), galena, dan sfalerit. Fumarol yang khusus mengendapkan belerang disebut solfatar.
1.2 Lingkungan Sedimen Sedimentasi adalah hasil perpaduan interaksi antara atmosfer dan hidrosfer terhadap lapisan kerakbumi yang ter-susun oleh berjenis-jenis batuan. Interaksi ini menyebabkan batuan melapuk, yang kemudian hasil lapukannya diangkut oleh angin, air, atau es, dan diendapkan sebagai sedimen di

suatu tempat, atau tetap sebagai larutan. Proses pelapukan disebabkan aksi oksigen, asam kar-bonat, dan air. Proses ini menyebabkan semua mineral cen-derung berubah menjadi mineral baru yang lebih stabil pada kondisi yang baru. Namun, ada juga yang tetap bertahan, seperti kuarsa.
Pada kebanyakan lingkungan pengendapan, proses yang berlangsung adalah oksidasi, karena atmosfer, atau da-lam larutan banyak oksigen. Adakalanya lingkungan pengen-dapan terisolasi dari atmosfer, sehingga airnya kekurangan oksigen. Akibatnya, proses yang berlangsung bukan oksidasi tetapi reduksi. Pada kondisi reduksi itu, terbentuklah beberapa mineral sul-fida, seperti pirit, atau markasit ; dan siderit (FeCO3) bila dalam kondisi itu tidak ada ion-ion sulfida.

Endapan penting lain yang terbentuk pada kondisi reduksi ialah sulfur nativ, yang merupakan produk dari reduksi ion-ion sulfat. Dalam proses pembentukan ini terlibat pula aktivitas bakteri. Sedimen-sedimen dapat diklasifikasi menjadi 6 jenis, yaitu (Tabel 1.3) : 1. Resistat, 2. Hidrolisat, 3. Oksidat, 4. Reduzat, 5. Presipitat, dan 6. Evaporit.

1.2.1 Mineralogi Resistat Sedimen resistat dapat berupa pasir/batupasir, teru-tama tersusun oleh mineralmineral yang tahan pelapukan, dan selama pengendapan tidak berubah. Salah satu mineral itu adalah kuarsa. Karena kuarsa banyak terdapat dalam batuan beku, dan metamorf, maka ia dapat menjadi penyusun utama dalam sedimen resistat ; bahkan dapat mencapai 90%, sehingga endapan tsb menjadi sumber silika yang berguna bagi industri. Feldspar rombakan dijumpai juga dalam pasir/batupa-sir, namun tidak setahan kuarsa, sehingga oleh pelapukan yang berkepanjangan akan mengalami dekomposisi. Mineral lain yang tahan pelapukan dan berakumulasi sebagai pasir/batupasir adalah : zirkon (ZrSiO4), garnet, topas [Al2SiO4(OH,F)2], kolumbit [(Fe,Mn)Nb2O6], tantalit [(Fe,Mn)Ta2O6], andalusit (Al2SiO5), magnetit, ilmenit, rutil,

monasit, kasiterit, emas, dan platina ; beberapa di antaranya dapat diekstraksi menjadi unsurunsur yang berguna bagi industri. Bagi suatu endapan mineral golongan ini yang bernilai ekonomi, disebut endapan letakan (placer deposit).
1.2.2 Mineralogi Hidrolisat Mineral-mineral hidrolisat terbentuk dari mineral silikat yang mengalami proses dekomposisi kimia. Mineral yang pa-ling umum adalah mineral-mineral lempung, berstruktur filosili-kat dan butirannya sangat halus (< 0,004 mm). Mineral-mineral lempung tsb adalah : kaolinit [(Al4Si4O10(OH)8], monmorilonit [Al2Si4O10(OH).xH2O], ilit atau mika lempung [rumus umumnya KAl4(Si,Al)8O20(OH)4], dan khlorit [(Mg,Fe,Al)6(Al,Si)4O10(OH)8].

Kaolinit terbentuk dari perubahan feldspar alkali ; se-dangkan mineral-mineral feromagnesium, feldspar kalsik dan gelas volkanik berubah menjadi monmorilonit.
Glaukonit [K(Fe,Mg,Al)2(Si4O10)(OH)2], sering dijumpai sebagai butiran kecil dalam batupasir, batugamping, dan serpih yang berasal-mula di laut. Mineral ini berasal dari biotit rombakan, yang dalam lingkungan laut terubah menjadi glau-konit ; namun kebanyakan diduga terbentuk dari material-material amorf. Selain itu, dijumpai juga rijang (chert) dan flint, yang terbentuk dari pengendapanulang silika-silika yang diangkut dalam bentuk larutan. Juga opal, yang bila mengalami dehidrasi akan mengkristal sebagai kalsedon.

Di daerah tropika, khususnya di daerah yang perbe-daan antara musim kering dan basahnya sangat mencolok, pelapukan menyebabkan dekomposisi aluminosilikat yang tuntas, yaitu dengan terusirnya silika dan menyisakan residu yang sebagian besar berupa oksida-oksida aluminium hidrat, seperti gibsit [Al(OH)3], diaspor (HAlO2), atau buhmit [AlO(OH)]. Residu ini dikenal sebagai endapan bauksit, yaitu endapan komersial penting yang menghasilkan bijih alumi-nium.
1.2.3 Mineralogi Oksidat Mineral oksidat yang umum adalah hidroksida feri, yang dihasilkan dari oksidasi senyawa-senyawa larutan besi, yang kemudian mengendapkan gutit (HFeO2), atau hematit (Fe2O3). Dalam batupasir, atau batulempung, kedua mineral itu

terdapat sebagai campuran, yang memberikan warna cokelat (dari gutit), atau merah (dari hematit). Elemen lain yang diendapkan sebagai oksida ialah mangan (Mn), yaitu dalam bentuk pirolusit (MnO2), manganit [MnO(OH)], atau psilomelan [(Ba,H2O)2Mn5O10], suatu mineral yang sebagian besar tersusun oleh MnO2 dengan sedikit basa-basa lain, umumnya Ba, atau K.
1.2.4 Mineralogi Reduzat Mineral-mineral reduzat, terbentuk melalui proses re-duksi, yang relatif jarang dijumpai. Mineralnya adalah pirit, ter-bentuk pada lingkungan yang berkondisi asam, dan markasit yang terbentuk pada kondisi lingkungan lebih asam lagi. Di lingkungan daratan, akumulasi bahan rombakan tumbuh-tumbuhan yang kelak berubah menjadi batubara, dapat juga menyebabkan kondisi lingkungan pengendapan-nya bersuasana reduksi yang tinggi. Suasana ini akan menye-babkan pengendapan karbonat fero yang berupa siderit (FeCO3).

Jika siderit yang terdapat dalam lapisan batubara tsb cukup besar, maka ia akan menjadi sumber bijih besi di samping ba-tubara. Mineral lain adalah sulfur, khususnya yang berasosiasi dengan kubah garam (salt dome) dan minyak bumi. Pada kondisi reduksi yang berasosiasi dengan aktivitas bakteri, sulfur terbentuk dari anhidrit (CaSO4), yaitu terbebas-nya sulfur dari sulfat, yang disertai dengan mengendapnya kalsium sebagai kalsit.
1.2.5 Mineralogi Presipitat Mineral yang penting dalam sedimen presipitat adalah kalsit, aragonit, dan dolomit ; sedangkan rijang, flint, dan sinter silikaan dianggap pula sebagai mineral-mineral presipitat. Mineral-mineral karbonat tsb terbentuk dari presipitasi lang-sung, khususnya di daerah tropika yang berlaut hangat, de-ngan airnya yang jenuh kalsium karbonat.

Kalsit dan aragonit dapat juga diendapkan di ling-kungan terestrial, seperti di dalam gua-gua batugamping (stalaktit dan stalakmit), di sekeliling mata air yang airnya jenuh dengan CaCO3 (travertin, sinter-gamping), dari airta-nah di daerah semi-kering (kalis), dan di danau garam (oolit aragonit yang terdapat di Great Salt Lake, Utah).
Salah satu presipitat laut yang jarang dijumpai, tetapi dari sudut ekonomi penting sebagai sumber pupuk fosfat, ialah fosforit (phosphorite), yaitu suatu varitas apatit. Mineral ini ditemukan sebagai sisipan-sisipan di antara sedimen-sedimen marin. Beberapa deposit yang penting di antaranya terdapat di Afrika Utara (berumur Kapur), Florida (Tersier), Idaho dan Montana (Perm).

Seperti diketahui, air laut di bagian dasar samudra sangat jenuh oleh fosfat kalsium, dan karena terjadi per-ubahan pada kondisi kimia-fisiknya, walaupun hanya sedikit, menyebabkan fosforit terpresipitasi. Bila sedimen-sedimen lain tidak ada, atau hanya sedikit, maka terbentuklah lapisan-lapisan fosforit yang murni.
1.2.6 Mineralogi Evaporit Proses yang penting dalam pembentukan sedimen-sedimen evaporit adalah penguapan. Berdasarkan asal-mula endapannya, maka sedimen evaporit dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Endapan marin, dan 2. Endapan non-marin.

Endapan evaporit marin terbentuk di laut karena air laut yang menguap, sedangkan endapan non-marin terbentuk di daratan karena menguapnya suatu danau-garam.
Mineral-mineral evaporit marin antara lain : kalsit, dolomit, gipsum, anhidrit, dan halit. Selain itu dapat pula berupa garam-garam kalsium dan magnesium. Endapan evaporit non-marin sangat terbatas, baik da-lam penyebaran maupun besarnya, tetapi penting dalam arti ekonomi karena menghasilkan senyawa-senyawa B dan I. Selain itu, terkandung pula nitrat-nitrat, Li, natrium karbonat, natrium sulfat, dan natrium khlorida, garam-garam kalium, bromida dan gipsum.

1.3 Lingkungan Metamorfik Metamorfisme didefinisikan sebagai sejumlah proses yang bekerja di bawah zona pelapukan, yang menyebabkan kristalisasi ulang pada material batuan. Selama metamorfisme berlangsung, batuan tetap dalam keadaan padat. Bila terjadi pencairan-ulang (remelting), maka terbentuklah magma, se-hingga prosesnya disebut magmatisme.
Metamorfisme yang mempengaruhi batuan adalah hasil dari perubahan T, P, dan lingkungan kimiawi yang nyata. Perubahan ini mempengaruhi stabilitas fisik dan kimia suatu kumpulan mineral, dan hasil metamorfisme adalah suatu kum-pulan mineral baru yang stabil pada keseimbangan yang baru. Mineral-mineral itu tersusun dengan sendirinya, dan memberikan tekstur baru yang juga lebih sesuai dengan ling-kungan yang baru.

Dengan demikian, hasil metamorfisme adalah suatu batuan yang terkristalisasi-ulang secara lengkap atau tidak, dengan mineral-mineral dan tekstur yang baru.
Kekuatan yang mendorong metamorfisme adalah pa-nas, tekanan, dan aksi cairancairan kemikalia aktif. Panas dihasilkan dari kenaikan T karena bertambahnya kedalaman, atau bila bersentuhan/berdekatan dengan magma. Tekanan dapat terdiri dari 2 macam, yaitu tekanan hi-drostatik atau seragam yang mengakibatkan berubahnya vo-lume, dan tekanan searah atau geser, yang menyebabkan perubahan bentuk atau distorsi. Tekanan seragam menghasilkan struktur granular, non-orientasi ; dan tekanan searah menghasilkan struktur paralel atau pita.

Tekanan yang seragam mempengaruhi juga kesetim-bangan kimia karena berkurangnya volume, yaitu dengan ter-bentuknya mineral-mineral yang Berat Jenisnya tinggi.
Aksi cairan-cairan kemikalia aktif hanya merangsang terjadinya reaksi melalui larutan dan pengendapan-kembali. Cairan-cairan itu tidak menambah atau mengurangi materialmaterial batuan. Apabila aksi cairan kemikalia aktif itu menye-babkan terjadinya penambahan atau pengurangan material batuan, maka proses ini disebut metasomatisme (metasoma-tism), bukan metamorfisme lagi. Proses metasomatisme itu dapat saja beriringan dengan proses metamorfisme. Cairan kemikalia aktif yang utama adalah air, dibantu pula oleh karbon dioksida, asam borik, asam hidrofluorida, asam hidrokhlorida, dan zat-zat lain, yang sering berasal-mula dari magmatik.

1.3.1 Tipe-tipe Metamorfisme dan Batuan Metamorf Ada 2 tipe metamorfisme, yaitu : 1. Meramorfisme termal atau kontak. 2. Metamorfisme regional.
1.3.1.1 Metamorfisme Termal atau Kontak * Berkembang di sekitar tubuh batuan plutonik. * Derajat T ditentukan oleh dekat tidaknya terhadap intrusi magma, yang juga memberikan cairan kemikalia aktif, yang merangsang kristalisasi-ulang pada batuan keliling. * Daerah kontak dapat bervariasi dari beberapa sentimeter sampai ribuan meter. * Luas daerah kontak bergantung pada ukuran intrusi ; pada suatu retas (dyke), atau retas-lempeng (sill), zona kontak

tidak lebar, namun pada suatu pluton granit, zona kontak pada batuan keliling dapat diikuti dari beberapa ratus meter sampai beberapa ribu meter. * Pada mintakat kontak dijumpai zona-zona yang berbeda susunan mineralnya pada arah yang menjauhi kontak. Zonazona ini dihasilkan oleh derajat T yang menurun dan atau oleh perbedaan derajat metasomatisme dari bagian kontak ke bagian batuan keliling yang tak-terubah. * Batuan khasnya adalah : batutanduk (hornfels). Batuan ini padu, dan kadang-kadang mengandung satu atau beberapa mineral yang kristalnya besar-besar (bertekstur porfiroblas). Batutanduk dapat dibedakan lagi berdasarkan komposisi mineral utamanya, menjadi : batutanduk biotit, batutanduk piroksen, atau batutanduk silikat-gamping (calc-silicate hornfels).

1.3.1.2 Metamorfisme Regional * Berkembang pada suatu daerah yang sangat luas, lebih dari 1500 km2. Pada daerah yang demikian luasnya, dimungkinkan untuk membuat peta zona derajat kenaikan metamorfisme berdasarkan urutan perubahan mineralnya pada batuan yang berkomposisi seragam. * Urutan perubahan mineralogi itu merefleksikan T yang naik secara progresif. Misalnya pada batuan lempungan (batulempung, serpih, batulanau, atau batulumpur) yang termetamorf, mintakat-mintakat yang terbentuk berturut-turut adalah mintakat khlorit, biotit, almandit, kianit, dan silimanit. * Tipe batuannya adalah : genes (gneiss) dan sekis (schist).

# Genes adalah batuan yang berfoliasi kasar. Foliasinya berupa lapisan-lapisan atau lensa-lensa mineral yang kontras, dengan tebal antara 1 10 mm ; umumnya selangseling antara mineral terang (kuarsa dan feldspar) dan mineral gelap (mineral-mineral feromagnesium). # Sekis adalah batuan berfoliasi halus dengan laminasi yang berkembang baik, sehingga batuan dapat pecah dengan mudah pada bidang laminasi. Sebagian laminasi disebabkan foliasi, sebagian lain oleh lembaran-lembaran mineral yang berorientasi paralel atau sub-paralel, seperti mika dan khlorit, atau amfibol prismatik.
Metamorfisme tingkat rendah pada batuan berbutir ha-lus dengan tekanan yang tinggi, menghasilkan batusabak (slate).

Jika metamorfisme sedikit lebih tinggi, batusabak berubah menjadi filit (phyllite) ; dan bila lebih meningkat lagi, filit ber-ubah menjadi sekis.
Metamorfisme pada batugamping dan dolomit, meng-hasilkan kristalisasi-ulang, namun tanpa terbentuk struktur sekistos, atau genesos ; produknya marmar atau pualam (marble). Jika batupasir kuarsa murni mengalami metamor-fisme, terbentuklah kuarsit pejal/takberlapis (massive). Metasomatisme pada batuan ultrabasa menyebabkan terbentuknya batuan yang terutama tersusun oleh serpentin, dan disebut batuan serpentin atau serpentinit (serpentinite).

1.3.2 Mineralogi Batuan Metamorf Berdasarkan susunan mineral batuan metamorf, maka daerah metamorfisme regional dapat dibagi menjadi 3 derajat metamorfisme (Gambar 1.3), yaitu : 1. Metamorfisme derajat rendah (low grade metamorphism). 2. Metamorfisme derajat menengah (medium grade metamorphism). 3. Metamorfisme derajat tinggi (high grade metamorphism).
Batas antara ketiga derajat metamorfisme itu sukar di-nyatakan dengan tegas. Derajat metamorfisme diestimasi berdasarkan mineral yang pertama kali muncul dan hilangnya mineral lain pada saat yang bersamaan, atau dari perubahan komposisi suatu seri larutan padat.

Misalnya : biotit adalah mineral yang umum terdapat pada batuan metamorf, tetapi tidak dijumpai pada batuan meta-morf berderajat sangat rendah ; sebagai ganti komposisinya muncul campuran antara muskovit dan khlorit. Sama juga pada batuan metamorf berderajat sangat tinggi, yang kedu-dukan biotitnya digantikan oleh K-feldspar (terdiri atas sani-din, ortoklas dan mikroklin) dan garnet.
Batuan metamorf berderajat rendah dikarakteristik oleh mineral-mineral kelompok epidot ; namun pada batuan metamorf berderajat tinggi, sebagian besar mineral-mineral itu berganti menjadi anortit, yang termasuk anggota plagio-klas. Dengan demikian, sejalan dengan menghilangnya epidot, kandungan anortit menjadi bertambah.

Dalam batuan metamorf berderajat rendah, plagioklas muncul sebagai albit, yang akan bertambah kandungan K-nya seiring dengan meningkatnya derajat metamorfisme.
Mineral kuarsa dapat terbentuk pada semua derajat metamorfisme, sehingga dijumpai pada semua batuan meta-morf. Pada Gambar 1.4 dapat dilihat diagram hubungan an-tara derajat metamorfisme dan kejadian mineral-mineral yang umum terdapat dalam batuan metamorf. 1.4 Meteorit Meteorit sangat jarang ditemui, karena berasal dari material-material yang terdapat di luar planet bumi. Oleh ka-rena itu, komposisi kimia dan mineraloginya dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui komposisi benda-benda alam

semesta yang lain, khususnya benda angkasa yang menjadi planet dari planet bumi. Berdasarkan komposisinya, meteorit dapat dikelom-pokkan menjadi 3 kelas utama, yaitu : 1. Siderit atau iron. 2. Siderolit atau stony iron. 3. Aerolit atau stone. Meteorit siderit terutama tersusun oleh campuran nikel-besi, umumnya dengan tambahan troilit (FeS), skhreibersit [(Fe,Ni,Co)3P], kohenit (Fe3C), dan grafit. Meteorit siderolit tersusun oleh besi-nikel dan silikat yang kira-kira berjumlah sama. Penyusun silikat pada umum-nya olivin, terkadang dengan sejumlah piroksen, dijumpai sebagai butiran yang agak besar, bundar dan tertanam dalam suatu jaringan (masadasar) besi-nikel yang seperti-sepon.

Meteorit aerolit dapat dibagi menjadi 2 kelompok ber-dasarkan teksturnya, yaitu : khondrit dan akhondrit. Khondrit dikarakteristik oleh khondri, yaitu suatu tubuh yang membundar, kecil dan tersusun oleh olivin, atau piroksen ; sedangkan akhondrit tidak mengandung khondri. Selain tekstur, kedua kelompok meteorit aerolit itu ber-beda pula dalam komposisinya. 1.5 Ringkasan Genesis Beberapa Mineral Silakan dibaca/dipelajari sendiri.

Anda mungkin juga menyukai