Anda di halaman 1dari 30

ANALISA KASUS TN.

M DENGAN TB PARU DAN EFUSI PLEURA


Anggota kelompok: Aghnesia Firdaus Efi Shoffianti N.S Febriana Rindi Lisma Samosir Mariska Iriyanti Safrina Nababan Wa Ode Heni S. Weni Anggraini

What we will cover today?


Patofisiologi TB paru dan Efusi pleura Tanda dan gejala TB paru-efusi pleura Proses penularan TB paru Pengkajian utama TB paru Analisa Kasus Tn. M Masalah keperawatan yg timbul RENPRA-nya Manajemen pengobatan TB paru di RI

Kasus TB paru pada Tn. M


Umur 38 thn Mengeluh batuk-batuk selama 3 minggu, bdan makin kurus. Pekerjaan: Kuli bangunan Kebiasaan merokok Riwayat TB paru tapi putus obat Alasan dirawat: sesak nafas Hasil pemeriksaan lanjutan: TB paru disertai efusi pleura Klien cemas dengan biaya perawatan.

Patofisiologi TB paru
Tuberkulosis asalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis (Kuman batang aerobik dan tahan asam). Bakteri masuk melalui sal. Pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit Alveolus reaksi inflamasi leukosit polimorfonuklear makrofag konsolidasi alveoli pneumonia akut nekrosis kaseosa fokus ghon + terserangnya kelenjar getah bening regional kompleks ghon aktif/dorman

Penularan TB paru
Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri MTB yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk, bersin, atau berbicara. Lingkungan hidup yang sangat padat & pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar mempermudah proses penularan & berperan atas peningkatan jumlah kasus TB. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam ( BTA ). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi

Sbr: http://jundul.wordpress.com/2008/09/

Tanda & Gejala


Gejala klinik: 1. Gejala respiratorik Batuk > 2 minggu Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada 2. Gejala sistemik demam malaise keringat malam anoreksia berat badan menurun 3. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung organ yang terkena: limfadenitis tuberkulosa meningitis tuberkulosa pleuritis tuberkulosa

Patofisiologi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111). Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik koloid plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

PATHWAY EFUSI PLEURA

Sbr: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/05/pathway-efusi-pleura.html

Manifestasi klinis efusi pleura


Manifestasi klinik efusi pleurad disebabjkan penyakit dasarnya Pneumonia Sakit kepala Demam Menggigil Nyeri dada pleuritis Keringat berlebih Mialgia (nyeri otot) Faringitis Takipneu Batuk Empiema Menggigil Nyeri pleuritis Dispneu Anoreksia BB Sirosis Hepatis Dapat menimbulkan Ascites dengan gejala: Sesak nafas (Dispneu) Carsinoma bronkus Batuk darah Dispnea

Pengkajian Utama TB Paru


1. Uji tuberkulin 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan bakteriologik 4. Pemeriksaan radiologik 5. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum:
Kaji adanya nafsu makan, anoreksia, BB , kesadaran Inspeksi: Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, RR -dispneu, ada tidaknya pembesaran jantung, sianosis, abdomen membuncit atau datar. Palpasi: Fremitus suara menurun, heart rate , adanya thrill yaitu getaran, adanya gallop dan murmur, ictus cordis, takipnea, takikardia, turgor kulit . Perkusi: Suara ketok redup-peka. Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring, suara nafas menurun sampai menghilang, bising usus (normal 5-35 x /menit),

Tes tuberkulin
Dinyatakan positif mempunyai arti: Pernah menderita infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi penyakit. Menderita TB yg masih aktif Menderita TB yg sudah sembuh Pernah mendapatkan vaksinasi BCG Adanya rx silang krn infeksi mikobakterium atipik.

Pemeriksaan bakteriologik
Bahan pemeriksaan: Dahak Cairan pleura Bilasan bronkus Bilasan lambung Liquor cerebrospinalis Jaringan (biopsi)

Pemeriksaan radiologik
Foto toraks PA Foto lateral Top lordotik CT scan

http://3.bp.blogspot.com/_2mhOStlCEEk/Sh1YaKe7txI/AAAAAAAAAFY/Zrm7DF7zERM/s320/TBC.jpg

Foto toraks pada TB: multiform Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus, paratrakeal, dan mediastinum, ateletaksis, konsolidasi, efusi pleura, kavitas dan gambaran milier.

Pemeriksaan khusus
BACTEC (tes kerentanan Mycobacterium tuberculosa terhadap pyrazinamide) Polymerase chain reaction (PCR) Pemeriksaan serologi a. Enzym link immunosorbent assay (ELISA) b. Immuno chromatographic tuberculosis (ICT) c. Mycodot d. PAP e. IgG TB

Manajemen pengobatan
Sejarah penanggulangan TB paru di RI 1. Dimulai tahun 1908, pemerintah Belanda dalam perkumpulan swasta Centrale Vereninging Voor Tuberculose Bestridjing (CVT). Usahanya terbatas pada pengasingan penderita dalam sanaorium dgn istirahat dan terapi diet. 2. Pada tahun 1933, prinsip pengobatan sebelumnya diganti dengan tindakan aktif dengan pembedahan terapi kolaps 3. Tahun 1952, pelaksanaan vaksinasi BCG dengan didahului tes manoux 4. Penanggulangan sekarang meliputi: Vaksinasi BCG, penemuan kasus secara aktif dan pasif, pengobtan dan pengobtan ulang terhadap penderita TB, Penyuluhan kesehtan, dan evaluasi program.

Tujuan pemberian OAT


membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui efek bakterisid, mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi (kemampuan membunuh kuman khusus yang tumbuhnya lambat.), menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis (kekebalan tubuh).

Manajemen Pengobatan
Pemberian obat: dlm kombinasi, jumlah cukup, dosis tepat (min, 6-8 bulan)
TAHAP INTENSIF: Mendapat obat setiap hari. Jika pengobatan diberikan secara tepat penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

DOSIS

TAHAP LANJUT: Jenis obat lebih sedikit, jangka waktu lebih lama. Membunuh kuman persisten (dormant sehingga mencegah kekambuhan)

Panduan OAT di Indonesia


Kategori 1 (/4H3R3)
Obat diberikan pada: 1. Penderita baru TBC Paru BTA + 2. Penderita TBC Paru BTA -, Rontgen + yang sakit berat 3. Penderita TBC Ekstra Paru berat Tahap intensif tdd: HRZE yang diberikan selama 2 bulan setiap hari Tahap lanjutan tdd: H3R3 yang diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan

Kategori 2
Obat diberikan pada: 1. 2. 3. Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dng pengobatan setelah lalai (after default) Tahap intensif tdd: HRZES diberikan selama 2 bulan setiap hari, dilanjutkan HRZE diberikan 1 bulan/ hari. Tahap lanjut: HRE selama 5 bulan, diberikan 3 kali dalam seminggu.

Kategori 3
Obat diberikan pada: 1. Penderita baru BTA (-) & rontgen (+) sakit ringan, 2. Penderita ekstra paru ringan (TBC Kel limfe, pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang, sendi, & kel adrenal) Tahap intensif: HRZ diberikan selama 2 bln setiap hari Tahap lanjut: HR selama 4 bulan , diberikan 3 kali seminggu.

Ket: H: Isonazid; R: Rifampisin; Z: Pirasinamid; E: Etambutol, S: suntikan streptomisin.

Efek samping pengobatan


Isoniazid (INH) neuritis perifer (radang saraf tepi) untuk pencegahan harus diberikan suplemen vitamin B6, gangguan fungsi hati, alergi obat. Rifampisin hepatitis drug induced, kematian, kerusakan hati yang berat, warna merah terang pada urin, air mata, ludah dan kulit) Etambutol berupa Neuritis opticpenurunan tajam penglihatan dan buta warna merah/hijau. Gout/pirai, gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik , nyeri perut, malaise, sakit kepala,linglung, bingung, halusinasi. Pirazinamid gangguan hati, gout/pirai, artralgia, anoreksia, mual-muntah, disuria, malaise, demam. Streptomisin alergi obat, gangguan keseimbangan, vertigo, tuli, dapat menurunkan fungsi ginjal, rasa baal di muka.

Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy)


Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang Mikroskop Pengawas Minum Obat (PMO) Pencatatan dan Pelaporan Panduan OAT jangka pendek

Masalah keperawatan yang dapat timbul pada Tn. M?


Individu dengan TBC Risiko Infeksi

Paru-paru terinfeksi

Jaringan paru diinvasi makrofag

Mmebentuk jaringan fibrosa

Berkurangnya luas total permukaan membaran

Metabolisme

Batuk & pleuritis

Pola nafas tidak efektif

Penurunan kapasitas difusi paru

Ggn. Nutrisi < keb.

Berkurangnya oksigenasi darah

Gg. Keseimbangan cairan < keb. tubuh

Malaise

Iritasi jaringan paru

Cemas

Defisit perawatan diri

Intoleransi aktivitas

Batuk darah

Ggn. Pertukaran gas

Peningkatan sekresi

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Sbr: http://www.scribd.com/doc/20358065/TUBERKULOSIS-PARU

Cont...
Masalah keperawatan yang dapat muncul: Ketidakpatuhan terhadap regimen obat Ggn. Peran Ggn konsep diri: HDR kronik Ggn. Pola tidur

Intervensi keperawatan
Efusi pleura Perawat menyiapkan serta memposisikan klien u/ tindakan torasentesis (proses pembuangan cairan u/ mendapatkan spesimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispnea) dan memberikan dukungan sepanjang prosedur dilakukan. Jika drainase selang dada dan sistem WSD yang digunkan, perawat bertanggung jawab u/ pemantauan fungsi sistem dan mencatat jumlah drainase pada interval yang diharuskan

TB paru Peningkatan bersihan jalan nafas dengan meningkatkan masukan cairan, posisi terbaiok yang dapat memudahkan drainase, pemakaian humidifier atau masker wajah yang dapat mnegncerkan sekresi Mendukung kepatuhan regimen pengobatan Meningkatkan aktivitas dan nutrisi yang adekuat dengan suplemen nutrisi cair Penyuluhan klien dan pertimbangan perawatan di rumah

Peran Edukator
Berikan edukasi mengenai: penularan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan TBC-efusi pleura jadwal medikasi dan kelanjutan tes sputum penatalaksanaan obat efek samping obat Pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam untuk meningkatkan keefektifan jalan napas batuk dan nafas dalam yang efektif kebersihan perorangan, sistem ventilasi yang baik, dan kebersihan lingkungan. Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat untuk mengurangi risiko transmisi infeksi

Permasalahan Pengobatan TB Paru


Faktor sarana Tersedianya obat yang cukup & kontinue, dedikasi petugas pelayan kesehatan yang baik, pemberian regimen OAT yang adekuat. Faktor penderita Dipengaruhi tingkat penegtahuan penderita, kondisi tubuh, status gizi,kebiasaan merokok/alkohol, kebersihan diri dan lingkungan, dan kesadaran dan tekad penderita untuk sembuh. Faktor keluarga dan lingkungan masyarakat Pemberian dukungan dan semangat keluarga dan masyarakat dapat meningkatkan tk.kesembuhan penderita.

Kenapa RI menempati urutan ke-3 tertinggi pada jumlah penderita TB paru?


Beberapa hal yang diduga berperan pada kenaikan angka kejadian TB antara lain adalah, diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat, kepatuhan yang kurang, migrasi penduduk, peningkatan kasus HIV/AIDS, dan strategi DOTS ( Directly Observed Therapy Shortcourse) yang belum berhasil.

Secara umum meningkatnya masalah TB dunia disebabkan oleh keadaan seperti kemiskinan diberbagai negara, malnutrisi, kondisi perumahan yang kumuh, tidak cukupnya fasilitas kesehatan, terlambatnya atau kurangnya biaya program TB (7,8,9). Situasi ini diperburuk lagi dengan timbulnya resistensi obat/resistensi obat ganda (DR-MDR TB), penyebaran HIV/AIDS dan krisis ekonomi yang mengakibatkan pendanaan tidak dapat mengikuti kebutuhan dengan meningkatnya kasus TB (10).

Referensi
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/25253f3383a7c6c0c5f56146c78a46540 d1a329c.pdf http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-tuberkolusisparu.html GANDA. E.M. TAMPUBOLON. SITUASI EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS PARU. (1999). http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0012/gand1000. Waspadai Penyakit TB paru Seorang penderita dewasa bisa menulari sepuluh anak. (2004). http://agnes.ismailfahmi.org/wp/archives/330 http://library.usu.ac.id/download/fk/paru-amira.pdf Smeltzer, Suzzane C., (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol. 1. Jakarta: EGC. DEPKES-RI. (2002). Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis Cetakan ke-8. JKT Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep, klinis, proses-proses penyakit vol. 2. Jakarta: EGC.

Thank you for your attention.

Anda mungkin juga menyukai