Anda di halaman 1dari 3

Hakikat dunia adalah negeri yang sementara, bukan negeri keabadian.

Jika kita memanfaatkan dunia


dan menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka kita akan memetik hasilnya di akhirat
kelak. Adapun jika kita menyibukkannya dengan syahwat, maka kita akan merugi, baik di dunia, apalagi
di akhirat.

Hal ini sebagaimana firman Allah Taala,

ُ‫ك هُ َو ْال ُخس َْرانُ ْال ُمبِين‬


َ ِ‫َخ ِس َر ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َرةَ َذل‬

“Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj [22]: 11)

Orang-orang yang menyibukkan dunia dengan sesuatu yang akan bermanfaat untuknya kelak di sisi Allah
Ta’ala, mereka adalah orang-orang yang beruntung, baik di dunia dan di akhirat. Dia beruntung di dunia
karena menyibukkan diri dalam amal kebaikan. Demikian pula, dia beruntung di akhirat karena telah
membekali diri dengan berbagai amal shalih.

Allah Taala berfirman dalam banyak ayat Al-Quran,

‫فَاَل تَ ُغ َّرنَّ ُك ُم ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا‬

“Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu.” (QS. Luqman [31]: 33)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala melarang kita untuk terperdaya dengan kehidupan dunia. Dia tertipu dengan
dunia, sehingga sia-sialah waktunya, terluput dari berbagai amal shalih, karena dunia ini hanyalah
permainan dan senda gurau. Dia habiskan dunia ini, siang dan malam, hanya untuk mengumpulkan
harta saja atau hanya untuk berlomba-lomba dalam teknologi. Hal ini sebagaimana kondisi orang-orang
kafir saat ini. Mereka habiskan dunia ini untuk sesuatu yang tidak abadi.

Bukan berarti seorang muslim tidak boleh memanfaatkan dunia ini dan kemajuan teknologi di dalamnya.
Akan tetapi, hendaknya dia manfaatkan ini semua untuk membantu ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Karena Allah Ta’ala menciptakan dunia ini dan apa yang ada di dalamnya untuk hamba-hambaNya yang
beriman. Allah Ta’ala berfirman,

‫صةً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬


َ ِ‫ق قُلْ ِه َي لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا خَال‬ ِ ‫قُلْ َم ْن َح َّر َم ِزينَةَ هَّللا ِ الَّتِي أَ ْخ َر َج لِ ِعبَا ِد ِه َوالطَّيِّبَا‬
ِ ‫ت ِمنَ الر ِّْز‬

“Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya
itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat.” (QS. Al-A’raf [7]: 32)

َ‫ت لِقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬


ٍ ‫ك آَل يَا‬ ِ ْ‫ت َو َما فِي اأْل َر‬
َ ِ‫ض َج ِميعًا ِم ْنهُ إِ َّن فِي َذل‬ َ ‫َو َس َّخ َر لَ ُك ْم َما فِي ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

“Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 13)

Namun, sekali lagi, bukan berarti kita sibuk dengan kehidupan dunia dan lalai dengan kehidupan akhirat.
Bahkan maksudnya, sibukkanlah dunia ini dengan niat untuk menolongmu dalam ketaatan kepada Allah
Ta’ala. Barangsiapa yang memanfaatkan dunia ini dan menyibukkannya untuk kebaikan dan maslahat
agama dan dunianya, merekalah orang-orang yang beruntung. Akan tetapi, barangsiapa yang sibuk
dengan dunia dan menjadikan dunia itu sendiri sebagai tujuan dan hasratnya, mereka ini sebagaimana
firman Allah Ta’ala,

ٌ ‫ق لِ َم ْن يَشَا ُء َويَ ْق ِد ُر َوفَ ِرحُوا بِ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا فِي اآْل ِخ َر ِة إِاَّل َمتَا‬
‫ع‬ ْ ُ‫هَّللا ُ يَ ْب ُسط‬
َ ‫الرِّز‬

“Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. Mereka bergembira
dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat,
hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du [13]: 26)

Oleh karena itu, dunia ini dicela bukan semata-mata karena dunia itu sendiri, akan tetapi dicela karena
kesalahan kita dalam memanfaatkan dunia. Sebagaimana pisau, bisa digunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat. Namun, bisa juga digunakan untuk hal-hal yang merusak, seperti berbuat kejahatan.
Demikianlah perumpamaan dunia, yaitu bagaimana kita memanfaatkannya.

Surga itu dibangun dengan dzikir, tasbih, tahlil, takbir, ditumbuhkan pohon-pohonnya dengan amal
ketaatan. Semua ini menunjukkan bahwa dunia ini hanyalah ladang, tempat bercocok tanam untuk
kehidupan akhirat. Sebagaimana kata ahli ilmu,

‫الدنيا مزرعة لالخرة‬

“Dunia adalah ladang akhirat.”

Hendaknya seorang muslim yang memiliki akal senantiasa berpikir, jangan seperti binatang ternak yang
tidak memahami apa yang dia inginkan. Bahkan, kondisi binatang ternak itu lebih baik dibandingkan
manusia. Karena binatang ternak tidaklah membahayakan kita, kecuali jika kita menyakiti dan
mengganggunya. Binatang ternak juga tidak memiliki surga atau neraka, dan mereka diciptakan di dunia
ini untuk berbagai maslahat di dunia. Manusia bisa menungganginya, memanfaatkannya untuk
membawa barang-barang, atau dimanfaatkan daging dan susunya. Mereka tidak dibebani dengan
berbagai kewajiban syariat.

Hendaklah manusia, yang memanfaatkan berbagai fasilitas dan perhiasan dunia ini, memperbaiki
amalnya. Sehingga bermanfaat untuk dirinya, baik untuk kehidupan saat ini, atau kehidupan di masa
mendatang.

Anda mungkin juga menyukai